20. Segalanya Tentang Isi Hati

45 4 0
                                    

“Aku tidak mau lagi mempunyai robot sepertimu.”

“Waeyo? Apa aku sudah tidak ada gunanya lagi bagimu?”

“Bukan karena kau tidak berguna. Tapi  karena aku makin membutuhkanmu. Bukan untuk melakukan apa-apa. Geunyang...membutuhkanmu untuk tetap disisiku. Nan niga joa.”

“Meskipun aku bukan manusia?”

“Aku lebih menyukaimu dibandingkan manusia manapun. Jadi...tetaplah disini. Tetaplah disisiku.”

Saat itu, kupikir semuanya membaik. Kang So Bong pada akhirnya mengakuiku. Ia menginginkanku. Membutuhkanku. Bahkan menyukaiku. Aku seolah bisa merasa bahagia....layaknya manusia biasa.

“Mata itu—Bibir itu—Tangan itu juga, kakimu, pokoknya semuanya. Kau harus berhati-hati dengan mereka sekarang....karena mereka milikku.”

“Arrasseo. Milik Kang So Bong. Lagipula memang sejak awal aku sudah milikmu. Kau lupa?”

“Kali ini terdengar lebih....resmi?”

“Geurae. Lebih resmi.”

Dan kalimat sederhana itu, melengkapi rasa bahagia hari itu. Aku tersenyum, merasakan sesuatu dalam diriku berdebar dan berseri. Aku benar-benar seperti manusia. Atau...bisakah aku menjadi manusia?

Tapi, malam itu di suatu Bar....seperti memberiku jawaban.

“Lihat. Kau bahkan tetap tidak bisa berdiri sendiri.”

“Aku bukannya tidak bisa berdiri sendiri. Aku hanya mencoba menahanmu agar tidak pergi.”

“Mwo?”

“Kang So Bong, apa aku benar-benar tidak terlihat di matamu?”

Dan Nam Shin Manusia, mengakhiri itu dengan ciuman pengharapan pada Kang So Bong. Seperti ciuman pengharapanku.

Sesuatu akhirnya menyadarkanku dari harapanku yang berlebihan. Aku harusnya mengerti batas. Tanpa sadar, bahagia yang harusnya hanya bisa di rasakan oleh manusia biasa, kulampaui begitu saja. Membawaku pada posisi ini. Melihat dan mendengar sesuatu yang mendorongku untuk mundur dari batas itu. Menyadarkanku, bahwa bahagia di hari-hari kemarin itu hanyalah fiksi.

Aku bisa berhenti. Harus berhenti.

“Aku akan mengambil alih sendiri. Kau boleh langsung pulang saja.”

“Tapi bagaimana jika orang-orang curiga jika aku tidak datang denganmu?”

“Aku bisa mengurus itu. Lagipula...Manusia Nam Shin sepertinya lebih membutuhkanmu sekarang.”

“Apa ini karena yang kau lihat di Bar waktu itu?”

“Seingatku, aku bilang bahwa aku tidak melihat apa-apa waktu itu. Tidak perlu membahasnya lagi. Aku baik-baik saja. Kau boleh pulang dan beristirahat. Menghadapi Si Manusia Nam Shin pasti membuatmu kelelahan. Aku akan mencari alibi untukmu.”

Aku harus berakhir disini. Memberi batas jelas pada diriku sendiri. Aku bisa. Mengatakannya sangat mudah. Menjauhkan diri, melakukan itu, apa aku bisa?

“Shin-ah, neo eodi?”

“Aku masih ada beberapa kerjaan di Kantor. Sepertinya malam ini—“

“Jadi benar dugaanku.”

“Ne? Apa maksudmu?”

“Kau berencana tidak pulang hari ini. Aku sudah menduganya. Sebelum meneleponmu, aku tahu akan menerima jawaban seperti ini. Tapi...Shin-ah. Bisakah kau menyalahkan dugaanku itu? Jangan buat semuanya benar. Tapi jika kau tetap berencana untuk pergi, baiklah. Hanya saja, untuk malam ini, bisakah kau pulang? Sudah terlalu banyak ekspetasi buruk di kepalaku. Tolong, jangan benarkan salah satunya. Aku akan menunggumu. Aku akan menunggu dan menangis sendirian sampai kau datang memelukku. Jadi....datanglah. Bogoshipo.”

Are You Human Too? (New Version)Where stories live. Discover now