" Untung ibu cepet kesini bu.. Ini hampir lepas kantung kehamilannya bu.. Ibu hampir keguguran. Ibu harus dirawat beberapa hari. Bedrest total. Nanti kalau sudah cukup kuat. Boleh pulang.." terang dokter.

"Iya.. " jawabku masih berusaha mencerna informasi dari dokter.

Ibu baik hati itu masih menungguku. Rasanya aku sangat beruntung bisa bertemu orang baik yang mau menolongku. Padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya. Oia, nama beliau Wati.

"Disini teh.." ibu Wati melambaikan tangan pada seseorang.

"ini mah, handphone yang kecelakaan barusan udah Sari masukin di tasnya. Kang Agus masih di parkiran."

Perempuan itu, perempuan yang kemarin lusa ada dalam pelukan suamiku. Dia Sari yang sama. Wah.. Benar bebar kebetulan yang menarik. Aku seperti ini karena perbuatannya. Dan ditolong oleh orang tuanya. Dan ternyata dia sudah bersuami. Gila. Dia nekad.

"Kamu Sari kan? " kataku memberanikan diri.

Dia menoleh padaku. Wajahnya kaget, kemudian berkata

"Ya ampun.. Bu Citra? Jadi tadi mobil ibu? Aduh saya nggak nyangka bu.." katanya sambil mendekat dan duduk dibtepian ranjangku.

Jangan heran. Dia memang tidak tahu aku mengetahui hubungannya dengan suamiku. Karena itu dia santai berbicara padaku. Kalaupun tadi dia sempat kaget, pasti karena dia tidak mengira kecelakaan di depan rumah orang tuanya melibatkan orang yang dia kenal.

"kalian saling kenal?" tanya bu Wati.

"Iya Mah, ini bu Citra. Salah satu pelanggan di butik tempat Sari kerja."

"Euleuuhh bisa kebeneran gitu ya.." bu Wati tersenyum pada kami berdua.

"Atuh mamah mau ke depan dulu. Tadi bapak mau nunggu diluar cenah. Siapa tau bapak belum tau kamu udah kesini sama Agus.."

"Neng geulis, ibu ke depan dulu ya.. Sok ditemenin sama Sari sampe adiknya dateng.." ibu wati menepuk  punggung tanganku sebelum berlalu meninggalkan kami berdua.

"Ibu gapapa bu? Apa yang sakit?" tanya Sari.

Semua badanku sakit. Apalagi hatiku. Dan itu semua kesalahanmu. Aku memaki dalam hati.

"Gapapa kok.. cuma kepala sedikit pusing karena benturan, dan kram perut karena shock yang bikin kontraksi. Nyaris bikin bayi ini menyerah. Tapi dia kuat. Dia bayiku yang paling kuat.." kataku sambil mengusap perut yang tertutup selimut.

"Waaah.. Ibu hamil lagi? Selamat ya Bu.. Pak Bagas pasti seneng banget kan.. " dia tersenyum lebar. Entah kenapa aku sangat mual melihat dia tersenyum seperti itu. Dan apa tadi katanya? Bagas pasti senang? Siapa dia tahu apa yang membuat suamiku senang atau tidak senang?

"Hmm.. Pasti.. Dia selalu senang anak anak. Dia ayah dan suami yang sangat hangat."

"Beruntungnya ibu Citraaa..." lagi lagi, dia tersenyum lebar. Rasanya aku ingin menjambak rambutnya. Atau mencakarnya, atau menumpahkan isi perut di wajahnya yang bersikap tanpa dosa.

"tolong jangan teruskan apapun yang terjadi diantara kalian..." kataku sambil memejamkan mata. Menahan pedih dan emosi yang sudah ingin kuledakkan. Suaraku bergetar menahan tangis.

"Hah? " dia melongo.

Kutarik nafas dalam dalam.. Kukumpulkan kekuatan dan keberanian. Kuremas sprei dan selimut di ranjangku.

"Aku tau apa yang terjadi antara kamu dan suamiku. Aku tidak akan bertanya sejauh apa hubungan kalian. Tadinya aku berfikir bahwa kamu memang lebih baik dariku. Karena itu Bagas bisa berpaling dariku. Nyatanya selain lebih muda. Kamu sama sekali bukan tandinganku. Aku menyesal pernah merasa rendah diri. Aku yakin, Bagas nggak tau kan kamu sudah punya suami? Dia bukan orang yang mau berbagi wanitanya dengan laki laki lain. Dia sangat pencemburu.. " aku berusaha bangun, marah dan berbicara sambil terlentang seperti ini membuat dadaku semakin sesak. Aku duduk sambil bersandar di bantal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ambu Belajar NulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang