Chapter 2 : Jack dan Rubah, Bagian 1

18 5 0
                                    

Sihir... Apa kalian mempercayainya?

MOU, cabang Britania. Kerajaan yang sudah berdiri selama 15 abad ini memiliki banyak hal yang serat akan magis, contohnya organisasi ini. Magus Oz United, yang didirikan oleh penyihir hebat Benjamin Benton Oz, dari Amerika. Letak yang cukup strategis di Britania karena 80 persen penduduk aslinya adalah penyihir, 40 persen jika ditambah warga asing. Hal itu menyebabkan pembuatan kastil seluas 114 hektar tidak begitu aneh di negara itu. Sebenarnya, dua puluh hektar tanah adalah milik kerajaan, William Pendragon. Yap, garis keturunan Arthur Pendragon.

Dan, aku adalah kakaknya.

"Trevis Pendragon! Sudah lama aku tidak melihatmu." Sang Raja nampak tersenyum, dia orang yang baik. Dan umurnya masih taga puluh lima tahun.

"Yang Mulia, saya dapat kabar jika sang biksu akan segera datang ke kerajaan ini."

Ya, sudah pasti dia terkejut. "Apa! Dia berada di lingkar ini? Kenapa tidak menghubungi lewat connector?"

"Maaf atas kelancangan saya Yang Mulia. Tapi Biksu sudah bilang, jika dia tidak dapat menghubungi anda menggunakan connector. Dia tidak mempercayai anda."

"Jaga ucapanmu, Treves!" Angelo... Aku lupa jika ini rapat meja bundar, pasti Angelo di sini. Dia adalah orang yang tempramen. Dan namaku Trevis. "Yang Mulia William adalah Raja berdarah Pendragon yang terhormat!"

"Biksu itu adalah makhluk yang lebih tinggi dari ku, Angelo. Jentikan jarinya dapat menghanguskan Britania ini, dan kau kemarin juga melakukan hal yang sama terhadapnya. Seharusnya kau bisa merasakan mana orang itu yang jauh melebihi ku, ditambah Excalibur." Satu hal yang buruk dari William, dia orang yang terlalu merendah.

"Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia."

"Dan sudah kubilang untuk tidak menyebut diri sendiri 'hamba.' Hah... adat leluhur ini agak tidak cocok denganku."

"Kau benar." Sejatinya dia memang tidak cocok menjadi Raja. Aku tidak masalah, sih. Sejak awal keturunan Pendragon memang memiliki kutukan. Mereka lebih menginginkan berjuang seperti ksatria dan berperang ketimbang menjadi Raja. Aku juga seperti itu.

Masa damai menyiksanya.

"Kenapa kau tidak berikan takhtanya kepadaku?" Diana. Dia muncul dari pintu selatan. Dia cantik dan berambut hitam, juga ambisius. Meskipun... "Akan kugunakan Excalibur di peperangan Desertas." Dia juga sama saja maniak peperangan. Tapi Desertas juga sedang masa damai.

"Kak, kami semua maunya begitu." William menghela napas. "Tapi takhta kita bertiga bukan di tingkat yang memperbolehkan kita untuk turun di medan laga. Kau juga pasti mengerti itu."

"Ya... Kecuali Trevis. Setidaknya dia sukses menjadi panglima militer."

Kakak yang menyebalkan. "Lha, statusmu kan juga sama."

"Memang ada apa di laut? Dan wanita... Hah..." Dia akhirnya menyerah. "Tidak satu pun dari kita cocok menjadi penguasa."

"Kak, kau bisa membuat masyarakat pesimis, lho." Sudah berapa kali obrolan seperti ini terjadi?

"Mmm... Para petinggi dan menteri, bisakah kalian keluar sebentar?" Tanpa tahu alasannya, mereka keluar dari ruang meja bundar ini. Akhirnya, obrolan kekeluargaan.

"Hah... Terimakasih, kak. Aku muak dengan para penjilat itu."

"Kenapa kau tidak usir mereka?" Kak Diana bertanya.

"Caranya?" Iya, kan. "Tidak ada bukti yang memperlihatkan keburukan kinerja mereka. Toh, asalkan takhta mereka terjamin, mereka tidak akan berani berbuat macam-macam."

Penjaga KuburWhere stories live. Discover now