Chapter 1 : Awal, Bagian 5

13 5 0
                                    

Kok jadi penasaran Tam sedang ngobrol dengan siapa.

"Wih... Pakaiannya norak banget." Celetuk Cecil.

"Sssst! Jangan begitu. Nanti kalau dia dengar bagaimana?"

Baru kali ini melihat Tam mengobrol dengan seseorang. Dan, memang benar kata Cecil. Gayanya norak banget.

Ada apa dengan topi itu. Dari dalam bisa keluar kelinci, ya. Dan tongkatnya... Pakai kayu apa bisa seputih itu?

Biarkan.

Tapi...

Kenapa Tam bisa sangat akrab dengan kakek tua seperti itu? Tapi dari tadi Tam hanya menjawab pendek. Tapi Tam memang begitu orangnya, kan?

Jika memikirkan wanita itu, tidak akan ada selesainya. Dia adalah wanita dengan segudang misteri. Termasuk teman-temannya, yang sepertinya jauh lebih misterius. Kalau tidak salah... Walter? Tadi Tam memanggilanya Walter, kan.

Duh!

Kenapa jadi memikirkannya.

Sekarang sebaiknya.

Hah...

...

"Ketika melihatmu rasanya aku ingin muntah." Wajah Cecil sudah tidak karuhan.

Beberapa detik setelahnya, Cecil terbirit menuju toilet. Entahlah, dia muntah atau buang air. Tapi skenario terburuk, dia meninggalkanku sendiri dengan Wanita aneh seperti Grim Reaper bersama Charlie Chaplin versi putihnya.

BYUR!

Nampaknya tanpa sengaja salah satu dari Tam atau Walter menjatuhkan minumnya. Eh! Pasti Tam. Pesanan Walter belum datang. Itu tak penting. Yang penting...

"Thomas!" Sontak memanggilnya. Hampir saja Thomas kembali ke dapurnya.

Dan, cepat ia langsung datang. "Ada apa, Kak Cynthia?"

Jadi bingung mau bilang apa. "Je je jeruk..."

...

"Oh... Jus jeruk. Tunggu sebentar, ya." Dia langsung pergi.

Menyebalkan.

Sekarang, harus menunggu Thomas kembali dengan membawa jus-nya. Yakin sekali kalau Cecil pasti lama karena sudah dua mangkuk besar mie yang hitam dan merah ia habiskan.

Tapi, tidak berselang lama...

Beruntung.

Nampaknya Tam dan Walter akan pergi. Tam sudah mendekati Bu Rina dan nampaknya meminta bungkus makanannya. Sepertinya Walter meminta makanannya untuk dibungkus.

Fiuh...

Ya, mereka segera pergi setelah bungkusannya datang.

Beruntung sekali, vouchernya Cecil ada di atas meja. Aneh. Kok belum kenyang, ya. Dan beruntungnya lagi, Thomas datang membawakan teko jeruk pas sekali ketika dua orang itu keluar. Sebagai pelayan dia pengertian.

"Untuk yang ini, tidak gratis kata Ibu." Sedikit pengertian...

"Boleh kupesan Mie Ayam bumbu lada? Tapi jangan terlalu pedas."

"Kalian banyak makan ya. Tadi Tam juga makan mie sampai tiga mangkuk." Dia terkekeh.

Eh! Baru sadar jika Thomas sudah tidak gemetaran. "Kau sudah baikan?"

Dia sedikit terkejut. "Kakak sadar, ya. Aku baru saja minum obat, sepertinya manjur."

"Semoga sembuh."

Penjaga KuburWhere stories live. Discover now