Telinganya mendengar dengan jelas suara gunting yang memotong helaian rambutnya. Sesekali tangan Hinata mengusap-usap punggung dan bahunya untuk menghilangkan potongan-potongan rambut yang berjatuhan. Ninja adalah seorang yang selalu waspada dan curiga. Seorang ninja tidak akan dengan mudahnya membiarkan seseorang mendekatinya dengan senjata tajam karena mereka akan selalu waspada jika senjata itu akan melukainya dengan tiba-tiba.

Dan kini... Sasuke membiarkan Hinata memotong rambutnya dengan menggunakan gunting. Bahkan Sasuke juga memunggungi Hinata.

Pasti ia sudah benar-benar bisa mempercayai perempuan ini.

"Aku sudah lama tidak memotong rambut orang lain." Kata Hinata perlahan. Ternyata ujung rambut Sasuke tidak sama panjangnya, mungkin ini karena dulu Sasuke memotongnya dengan kunai. "Dulu aku sering memotong rambut Hanabi dan Neji nii-san."

"Mm." Sasuke tidak mengatakan apapun, namun jawaban itu menandakan jika pria itu menyimak perkataan Hinata.

"Aku juga sering memotong poni rambutku sendiri sambil bercermin." Hinata menepuk-nepuk pundak Sasuke untuk menghilangkan helaian rambut yang menempel disana. "Bagian belakang selesai, kini tinggal yang depan. Um, bisakah kau memutar?"

Sasuke memutar tubuhnya sehingga mereka kini berhadapan. Jantung Hinata berdebar kencang ketika mata mereka bertemu.

"Um... a-aku akan memotong ponimu." Kata Hinata sambil mengambil sejumput rambut Sasuke dan memotongnya. Ia berusaha fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan Sasuke yang menatapnya dengan lekat.

Tak lama kemudian Hinata selesai, ia meletakkan guntingnya ke lantai. Tangannya lalu menepuk-nepuk dada Sasuke untuk menghilangkan potongan-potongan kecil rambut hitam yang menempel di bajunya.

"Selesai."

"Terima kasih."

"Ne Sasuke..."

"Mm?"

"Kau tidak harus menutupinya." Kata Hinata sambil menyibak rambut Sasuke dan menampilkan sepasang iris mata yang berbeda.

"Aku tahu. Aku hanya ingin saja."

Tatapan Sasuke yang sangat intens membuat jari Hinata gemetar untuk sekilas.

"Sasuke..."

"Mm?"

"Aku peduli padamu." Kedua tangan Hinata kini menangkup pipi Sasuke. "Oleh karena itu aku berdoa agar kau bisa kembali menjalankan misi dengan selamat tanpa terluka sedikitpun."

"Itu hanya misi ringan." Ekspresi Sasuke terlihat tenang.

"Tetap saja..." Ibu jari Hinata mengelus pipi itu. "Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi. Aku tahu kau adalah seorang shinobi yang hebat dan kuat. Meski begitu... aku akan tetap mencemaskanmu. Pulanglah dengan selamat. Aku akan menunggu kepulanganmu."

"Hinata."

"Ya?"

"Aku juga peduli padamu."

Senyum Hinata merekah. "Saat kau sudah pulang nanti, aku akan memasak makanan kesukaanmu."

"Oke." Sudut bibir Sasuke tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman tipis. Kini ia meraih tangan Hinata dan mengecup pergelangan tangannya dengan lembut, tepat di atas denyut nadinya.

"Tunggu aku pulang."

.

.

Sasuke sudah pergi selama enam hari.

Kepergian Sasuke membuat rumah terasa sepi dan kosong meskipun teman-temannya terkadang datang mengunjunginya.

Hinata merasa rumah ini tidak akan bisa lengkap tanpa kehadiran Sasuke.

Apakah Hinata memang... merindukan Sasuke?

Ah, ternyata peduli pada seseorang itu artinya merindukannya saat tidak ada.

Siang ini Hinata pergi mengunjungi toko bunga Yamanaka karena ia ingin membeli seikat bunga matahari untuk Neji nii-san. Ia ingin... mengabarkan berita bahagia ini pada Neji nii-san.

Ia sadar sepanjang perjalanan ke toko bunga Yamanaka banyak orang meliriknya dan berbisik-bisik lirih tentangnya. Akan tetapi Hinata tidak mempermasalahkan itu semua karena ia sudah terbiasa menghadapi semua ini. Salah satu hal yang menjadi perhatian Hinata adalah kini hanya tinggal sedikit orang yang masih menolak kehadiran Sasuke ataupun status Uchiha yang disandangnya.

Mungkin ini dikarenakan penduduk Konoha telah terbiasa dengan Sasuke...

Ketika Hinata sampai di toko bunga, senyuman ramah Ino langsung menyambutnya. Perempuan berambut pirang itu langsung memeluknya sambil mengajukan puluhan pertanyaan yang membuat Hinata kewalahan.

"Ino... bisakah kita sambung pembicaraan kita lain hari?" Bagaimanapun juga Hinata masih ingin mengunjungi Neji sebelum matahari tenggelam, oleh karena itu ia harus menghentikan obrolannya dengan Ino.

"Ah iya!" Ino nampak tersadar. "Maaf aku lupa bertanya, bunga apa yang kau butuhkan Hinata?" Tanyanya dengan nada profesional.

"Bunga matahari."

"Untuk Neji huh..." Ino tersenyum sambil mengerjakan pesanan Hinata. Gadis berambut pirang itu sudah terbiasa dengan Hinata yang memesan bunga matahari untuk Neji.

Hinata mengangguk sambil mengusap perutnya. "Aku sudah lama tidak mengunjungi nii-san."

Hamil memang membuat Hinata harus mengurangi aktivitasnya, namun itu tidak akan menghentikannya untuk mengunjungi makam Neji Hyuuga.

Ketika Hinata sampai di makam Neji, ia tidak bisa duduk berlutut seperti biasa. Oleh karena itu ia hanya bisa berdiri sambil menundukkan kepalanya dan memanjatkan doa. Ia berharap Neji bisa menemukan kedamaian dan ketenangan.

"Nii-san..." Bisik Hinata ketika ia sudah selesai berdoa. "Kau akan menjadi seorang paman."

Perasaan sedih bercampur bahagia menyelimuti hatinya. Ingin sekali ia melihat ekspresi Neji ketika mendengar kabar ini.

"Aku... bahagia. Saat ini aku benar-benar bahagia. Aku tidak pernah mengira aku akan sebahagia ini ketika hendak menjadi seorang ibu." Hinata mengusap-usap perutnya. "Nii-san tidak perlu mengkhawatirkanku, aku baik-baik saja. Aku berharap nii-san juga bahagia dimanapun kau berada saat ini."

Ketika Hinata pulang berziarah, matahari sudah mulai condong ke ufuk barat. Berjalan-jalan saat sore seperti ini sangat nyaman karena matahari tidak membuatnya kepanasan.

Langkah Hinata terhenti ketika Sasuke berada di hadapannya.

Dia sudah pulang?

Lalu apa yang Sasuke lakukan disini?

"Sasuke?"

"Akhirnya aku bisa menemukanmu." Ekspresi kelegaan terlihat jelas di wajah Sasuke. "Tadi kau tidak ada di rumah."

Hinata tertegun. Sasuke mencarinya karena khawatir padanya?

Keduanya hanya berdiri mematung sambil menatap satu sama lain, menyisakan jarak 15 langkah diantara mereka.

Hinata melangkah maju. Satu langkah... dua langkah... tiga langkah... empat langkah... lima langkah...

Dan pada langkahnya yang kelima, Sasuke mulai berjalan maju menghampirinya.

Hinata tersenyum. Ia tidak melangkah seorang diri. Ia tidak selalu berjalan maju seorang diri.

Karena Sasuke juga melangkah maju.

Mereka berdua melangkah maju agar bisa saling bertemu.

Dalam pernikahan ini Hinata tidak melangkah seorang diri demi bisa di sisi Sasuke... Sasuke juga akan datang untuk menghampirinya.

"Tadaima."

"Okaeri."

Matahari senja menciptakan sebuah bayangan sepasang suami istri yang berpelukan erat.

.

.

Please review^^

Dalam sebuah hubungan, jangan hanya menjadi pihak yang terus menerus melangkah maju. Terkadang kita perlu diam sesaat dan memastikan apakah pasangan kita hanya diam ditempat atau turut melangkah maju menghampiri kita.

Red String of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang