6 | Hoodie Hitam

31 8 20
                                    

Raina mengembuskan napas gusar. Hari ini setelah ulangan harian matematika yang Raina rasa akan mudah, ternyata masih ada beban lain yang mengganggu pikirannya, masih ada tugas Prakarya yang mengharuskan murid XI IPS1 membuat print out tentang produk kosmetik dari bahan organik. Dan bencananya adalah bahwa Raina satu kelompok dengan ketiga makhluk tak berguna di kelasnya. Dua anggota fantastic8-Brent dan Froy. Dan satunya lagi adalah si Monica yang hanya jago dalam masalah debat, bernyanyi, dan pidato, selebihnya? Monica akan lebih memilih dihukum daripada harus mengerjakan tugas. Sudah jelas dalam kondisi seperti ini Raina menjadi tulang punggung kelompok. Ingin tahu apa yang lebih buruk lagi? Tugas print out itu harus dikumpulkan hari ini juga. Dan bisa kalian tebak kapan sang guru Prakarya memberi tugas ini? Semalam. Dan untuk anggota kelompok, guru tersebut mengirim file melalui email kepada ketua kelas XI IPS 1 yang berisikan data pembagian kelompok beserta anggota dan materi yang harus dibahas. Sebenarnya Raina masih bingung, di sekolah bertaraf Internasional seperti Galaxy International School ini ternyata masih ada juga ya guru yang hobi memberi tugas dadakan semacam ini?
Apa boleh buat. Raina akhirnya semalam lembur untuk mengerjakan tugas prakarya satu ini.

Saat ini, pagi-pagi sekali Raina turun dari mobil ayahnya setelah berpamitan. Gadis itu melangkah cepat memasuki gerbang sekolahnya yang begitu megah.
Suasana sepi menggelayuti parkiran. Hanya ada Pak Agus-satpam sekolah -yang tampak sedang mengopi ria sembari membaca koran di dalam pos satpam. Adanya jendela dengan kaca transparan disana membuat Raina mampu melihat kegiatan satpam bertubuh gempal itu. Parkiran masih sangat sepi, belum ada satupun siswa ataupun guru yang datang membawa kendaraan, wajar saja jika Pak Agus masih bersantai ria.

Langkah kaki kecil Raina terus bergerak di tengah suasana sepi. Bahkan saat Raina sudah berada di lantai 2-lokasi dimana ruang kelasnya berada-kondisi lengang masih mendominasi. Dalam hati Raina merapalkan sumpah serapah dengan menyebut nama-nama anggota kelompok Prakaryanya. Raina semalam sudah menelepon mereka bertiga secara bergantian. Memastikan agar ketiganya bersedia berangkat pagi-pagi demi mengeprint tugas yang sudah Raina kerjakan. Pasalnya printer di rumah Raina sedang tidak berfungsi dengan baik. Sementara Monica, Froy, dan Brent? Ketiganya adalah tipikal manusia yang lebih memilih untuk menghabiskan uang demi membeli kuota daripada menabung untuk membeli printer. Meski sebenarnya Raina cukup heran karena ketiganya tergolong keluarga terpandang. Jadi, kenapa printer aja tidak punya? Padahal harga satu buah printer bisa jadi tergolong sangat murah bagi orang-orang seperti mereka-atau lebih tepatnya orang tua mereka.

Bodoamat lah ya. Hanya itu kesimpulan yang bisa Raina ambil tiap kali memikirkan kawan-kawan kelasnya. Mereka terlalu tak dapat dimengerti-untuk ukuran manusia normal seperti Raina.

Hampir mencapai pintu kelasnya, mata Raina membulat saat melihat sosok pria berhoodie hitam yang sepertinya Raina kenal. Pemuda itu memasang tudung hoodienya dengan penuh, membuat Raina agak ragu untuk memanggil pemuda yang sepertinya ia kenali itu. Namun, sesaat kemudian Raina kembali merasa mantap untuk menghampiri pemuda itu saat ia berhenti di depan pintu kelas XI IPS 1. Raina tidak salah kan kalau itu Brent? Ah! Akhirnya anggota kelompoknya tahu diri juga. Dengan perasaan cukup antusias Raina berlari mendekati pemuda itu, jarak yang tak seberapa jauh membuat Raina dengan mudah bisa berdiri di belakang tubuh jangkung itu.

"Brent!"

Tanpa basa-basi Raina menepuk punggung pemuda itu cukup kuat. Membuat si empunya mengaduh pelan.

"He! Buruan lo print tugas yang semalem gue kirim ke grup kelompok! Lo udah download file-nya kan?" ucap Raina tanpa jeda.

Gadis itu kini menggoyang-goyangkan lengan kanan pemuda itu jail. Sementara tangannya yang lain memainkan tali tasnya sendiri.

Why Don't We Just Date?Where stories live. Discover now