4 | Wawancara

45 9 35
                                    

"HAHAHAHAH! ANJIR!" Tawa Froy menggema. Menambah kebisingan yang tengah berlangsung di kelas XI IPS 1. Jam kosong memang surga dunia bagi para murid hyperactive sekaligus nerakanya dunia bagi murid yang suka suasana tenang seperti Raina.

Teman-teman sekelasnya kebanyakan tengah berkumpul di sisi belakang ruang kelas. Sibuk dengan salah satu teman kelas Raina yang tengah tertidur pulas. Entah ide dari siapa kini sebagian besar siswa kelas XI IPS 1 beramai-ramai mendandani anak itu yang tengah melayang di alam mimpi.
Kegilaan dan kejailan murid laki-laki kelas ini memang sudah tidak diragukan lagi. Bintang lima pokoknya.

Raina tengah sibuk menopang dagu, sudah biasa dengan keributan yang tercipta di kelasnya. Beberapa menit kemudian gadis berambut panjang yang diikat ekor kuda itu akhirnya menoleh saat Sagita berteriak memanggilnya dari depan pintu.

"Raina! Ada yang nyariin nih."

Dahi Raina mengkerut sesaat, namun berikutnya ia tetap berdiri dan melangkah menuju pintu kelas.

Sagita melangkah masuk, entah hendak melakukan apa. Yang jelas gadis manis itu tidak akan bergabung dengan fantastic-8 yang sedang sibuk mengerjai siswa yang tengah tertidur itu.

Raina menipiskan bibir saat tiba di depan pintu, alisnya bertautan.

"Hn, siapa ya?"

"Oh! Kak Raina ya?"

Yaelah! Ditanya malah balik nanya.
Begitulah kira-kira isi hati Raina saat menatap pemuda berpipi merah yang ada di hadapannya. Tinggi tubuhnya tak berbeda jauh dengan tubuh Raina. Lagi-lagi Raina merasa senang karena hal ini. Raina tidak perlu merasa seperti kurcaci.

"Iya, ada perlu apa ya?"

"Oh, ini kak. Kenalin, saya Zach dari kelas X IPA 3."

Raina menerima uluran tangan pemuda dengan gaya rambut pomade di depannya ini. Pipinya merah kok lucu-lucu gemes gimana gitu ya?

Pemuda yang mengaku bernama Zach itu kemudian berdeham sekali

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Pemuda yang mengaku bernama Zach itu kemudian berdeham sekali. Menatap iris mata hazel Raina dan membuka suara.

"Jadi gini kak, saya dari ekskul mading dan jurnalistik. Ada tugas buat wawancara gitu. Nah, kebetulan saya dapat bagian buat wawancara kakak, bisa kak?" ucap pemuda ini tanpa kikuk sama sekali. Raina agak tertegun menatapnya. Meskipun Raina cukup supel, namun ia tidak sebaik Zach dalam beramah-tamah dengan pembawaan santai kepada orang yang tidak dikenal-atau baru saja berkenalan.

"Oh, gitu. Kok gue?"

Zach mengacungkan telunjuk kirinya, tak lupa ia tersenyum lebar hingga giginya terlihat. Cepat sekali beradaptasi dengan orang baru? Dugaan sementara Raina kira-kira begitu. Mana ini adik kelas kan? Tidak ada kecanggungan sama sekali, dan santai justru menjadi kesan pertama obrolan mereka.

"Nah, jadi kan kak. Kemarin diputusin sama koor Mading, katanya suruh wawancara ke anak-anak kelas XI."

"Perkelas gitu? Kenapa kelas gue yang dipilih gue?" Raina menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuknya.

Why Don't We Just Date?Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin