[5]-Terlambat

214 49 44
                                    

Berbagai macam tatapan diterima oleh Bia. Ini baru lima langkah Bia memasuki pelataran Pesantren Modern tempat dimana Kakak Qeela kuliah.

Padahal penampilannya saat ini terbilang normal. Kaus lengan panjang bergambar minion dan celana jeans hitam sudah melekat di tubuhnya padahal biasanya—memakai baju terbuka, serta celana robek-robek—Bia tipikal perempuan yang tidak mempedulikan penampilan. Ia tomboy. Dan tidak suka segala hal yang berbau feminim.

Beda dengan sahabat dekatnya, Qeela.

Qeela sangat feminim. Tapi entah keajaiban dari mana keduanya bisa 'klop' dan menjadi sahabat se—perti sandal yang satu paket.

Oh, bagaimana kabar Qeela sekarang? Bia sangat rindu.

Bia melirik koper hitam besar bawaannya sebentar. Lalu menggoyangkan kresek putih, berlabel 'hypemart' yang isinya tidak lain adalah mangga. Buah mangga muda. Buah favorit Qeela.

Gara-gara rindu sahabatnya itu. Bia menjadi setengah gila. Ia membeli segala hal yang Qeela sukai.

Bahkan dirinya menganggap, kalau tidak ada Qeela di dekatnya. Masih ada Aqeel. Mereka berdua kembar. Memiliki wajah yang sama. Dan mungkin saat bertemu Aqeel, Bia akan mendapat sedikit pencerahan. Banyak hal yang tadinya ingin ia ceritakan pada Qeela tapi karena sahabatnya tidak ada, tidak masalah bukan jika Bia pindah lapak pada Aqeel?

Bia melihat ke depan. Kepada tiga perempuan spies alim yang sedang berjalan sambil mengobrol sesekali salah satu diantara mereka tertawa sambil menutup mulutnya.

Ketika mereka melintas di dekat Bia, Bia maju dua langkah. "Suci!" teriak Bia.

Ketiga orang itu berhenti. Mereka melirik ke sekeliling lalu pindah menatap Bia.

Bia memilih perempuan yang berdiri di tengah karena sepertinya perempuan ini yang terlihat easy going daripada dua perempuan yang lain.

"Saya?" tanya perempuan itu kebingungan.

Bia langsung mengangguk. "Iya. Lo!" Bia berdeham sebentar selagi dua perempuan lain membisiki perempuan tadi. "Kamu kenal dia?"

"Dia siapa?"

"Alien dari planet mana ini?"

Mata Bia terbelalak. "Eh, Siti! Gue dari planet bumi. Dan gue bukan Alien. Okay?" Bia mengibas tangannya di depan wajah seolah berada di dekat ketiga perempuan ini ia jadi merasa gersang.

"Suci, lo tahu enggak dimana kamar Aqeel?" tanya Bia to the point pada inti.

"Ih, sembrono. Orang namaku bukan Siti!" decak perempuan yang Bia sembur tadi.

"Aqeel yang dari Jakarta?"

Bia tersenyum, "Bingo!"

"Saya tahu. Kamar kami sebelahan."

Mendengar hal itu bola mata Bia berbinar. "Yaudah cus! antar gue ke sana!" katanya bersemangat.

"Tapi maaf aja ya, Mbak. Nama saya bukan Suci. Nama saya Kamel." protes perempuan itu.

Bia terkikik malu. "Okay, Kamel. Gue minta maaf. Yuk sekarang antar gue ke kamar Kak Aqeel!"

Dengan percaya diri, Bia menggaet lengan Kamel secara terburu. Melepaskan pegangan dua perempuan tadi yang kini bertambah panas suhu hidungnya karena Bia berlalu sambil memberi bonus—gelengan roda koper hitamnya—di kaki kedua perempuan ini.

"Astagfirullah ...."

****

Bunda Fathan belum mau melepas pelukkan eratnya pada Qeela, sambil memeluk Qeela dielusnya kepala Qeela dengan lembut. "Kamu perempuan yang baik. Tante jadi kasian sama kamu." ucap Bunda Fathan.

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now