My CEO, My First Love |1||The Worst Day|

102K 3.7K 48
                                    

Kaki dengan high heels putih tujuh cm itu melangkah cepat keluar dari apartemen sederhananya menuju motornya. Dengan segera dinyalakan motornya itu yang tak lama sudah membelah kepadatan kota Jakarta.

Miranda Delaney. Seorang wanita berusia 24 tahun yang akan bekerja sebagai asisten pribadi setelah bekerja kurang lebih tiga tahun sebagai staff administrasi. Gaji dan jabatan yang tak pernah naik membuatnya yakin untuk resign. Dan ternyata Tuhan berpihak padanya, Miranda diterima sebagai asisten pribadi di sebuah perusahaan besar dengan gaji tiga kali lipat dari pekerjaannya dulu. Dan hari ini adalah hari pertamanya bekerja.

Miranda menghela nafas sambil melewati genangan air yang cukup banyak. Beginilah musim hujan, genangan air dimana-mana. Miranda menjerit dan segera menghentikan motornya saat ia merasakan rok pensilnya terciprat, ralat tersiram genangan air akibat sebuah mobil yang melaju cepat.

“Astaga,” gumam Miranda melihat rok pensilnya hitamnya basah dan high heelsnya yang sedikit kotor. Miranda mengalihkan pandangannya kedepan. “Dasar gak isa nyetir. Tau ada genagan air kok malah kenceng. Aku akan ingat mobil itu selalu. Mobil sport hitam!” Bagaimana tidak mengingat mobil itu? Di Indonesia mobil itu hanya ada kurang dari lima dengan warna yang berbeda pula.

Dengan perasaan kesal, Miranda kembali menyetir motornya menuju kantor barunya. Tidak ada waktu untuk beli baju baru atau kembali ke apartemennya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan kurang dua puluh sedangkan  jam masuk kantor barunya pukul sembilan. Belum perjalanan yang masih memakan sepuluh menit ini.

Duar!

Demi apa, pagi-pagi gini ada suara petir mengelegar. Miranda segera mempercepat laju motornya. Tapi itu tak membuatnya lolos dari hujan. Hujan cukup deras dengan tiba-tiba mengguyur kota Jakarta membuat Miranda semakin mempercepat laju motornya. Astaga, dirinya tidak membawa jas hujan.

Miranda sudah tak berfikir tentang keselamatannya, sekarang yang ia pikirkan hanya satu. Sampai di kantor barunya dengan segera agar tak terlambat di hari pertamanya dan blus putih dibalik jaketnya tidak ikut basah.

Miranda menghembuskan nafas lega begitu motornya memasuki kawasan kantornya. Sebuah perusahaan property yang terkenal dengan apartemen, hotel, perumahan, mall, dan lain- lain di berbagai tempat dan kota. Perusahaan ini sudah bercabang kemana-mana.

Setelah memarkir motornya, Miranda berusaha merapikan pakaiannya yang tidak dapat diselamatkan lagi. High heelsnya kotor, rok hitamnya yang lepek, dan yang terburuk adalah blus putihnya yang basah total membuat tank top hitamnya terlihat sepenuhnya. Ditambahi rambut sepungungnya yang bagian bawah ikut basah.

Miranda menarik nafas bersiap untuk menjadi tontonan karena pakaiannya yang sama sekali tidak rapi tapi berani memasuki gedung tiga puluh lantai ini. Dan itu benar terjadi, begitu Miranda memasuki gedung itu dirinya sontak menjadi pusat perhatian.

Miranda berusaha mengabaikan itu semua dengan terus menatap kedepan dimana meja resepsionis berada.

“Selamat pagi, saya adalah asisten pribadi CEO yang baru. Saya harus kemana ya?” tanya Miranda setelah sebelumnya tersenyum.

Sebelum resepsionis berwajah cantik itu menjawab, terdengar suara berat yang memanggil Miranda.

“Ms. Delaney?”

Miranda menoleh. Seorang pria sekitar berusia awal 30an dengan setelan jas hitamnya menghampiri Mranda. “Ya. Saya Miranda Delaney.”

Pria itu tersenyum ramah seraya mengulurkan tangannya sopan. “Perkenalkan saya Felix Hadwin, tangan kanan serta sekretaris Mr.Cruz. Kedepannya kita akan banyak bekerja sama, Ms. Delaney.”

Miranda menyambut uluran tangan Felix. “Saya Miranda Delaney.”

“Mari anda ikut saya. Saya akan mengantar anda.”

My CEO, My First Love [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang