TUMBAL PERAWAN Part 7

12.5K 258 17
                                    

Aku termenung. Memikirkan solusi lain jika nanti mantan pacarku itu benar-benar tak datang menemui. Tanpa kusadari, tiba-tiba sebuah tangan menempel di bahu.

Deg! Dadaku berdesir. Si-siapa ini?

Jantung serasa mau copot. Aku memberanikan diri menoleh ke belakang. Perlahan, mulai terlihat sosok pemilik tangan itu ....

"Ngapain di sini, Mas?"

Retno! Duh, kenapa dia ada di sini?

Bukannya lega karena bukan hantu yang datang, tapi aku malah semakin takut. Ini lebih horor dari horor yang sesungguhnya. Ada-ada saja masalah. Kenapa harus bertemu dengannya di waktu-waktu genting seperti ini?

"Dik Retno ... kok, kamu ada di sini?" tanyaku dengan nada sedatar mungkin agar tak ketahuan gugup.

"Loh, gimana, ta, Mas? Ditanya malah balik nanya."

Glek! Aku harus jawab apa?

"Anu ... itu tadi. Aku nungguin temen," jawabku asal.

"Siapa?" Pertanyaan Retno tak kunjung habis. Peluhku sudah bercucuran.

"Itu ... si ... si ... si Kasmin! Iya, Kasmin!" dustaku.

"Oh ...."

"Lha, kamu sendiri kenapa ada di sini, Dik?"

"Nganterin Yeni kulakan."

"Yeninya mana?"

"Itu!" Retno menunjuk ke arah kanan. Terlihat adik iparku itu tengah berjalan mendekat sambil menenteng belanjaan.

"Kamu sudah mau pulang apa masih mau di sini, Mas? Ini, kan, sudah hampir maghrib."

"Dik, kamu duluan aja. Aku sudah terlanjur janjian. Nanti aku nyusul."

"Ya, sudah. Aku pulang dulu."

"Pulang dulu, ya, Maaas ...." Yeni pamit manja. Huh, dasar gadis tengil! Tidak tahu situasi.

Tak berselang lama selepas kepergian dua perempuan kakak beradik itu, akhirnya orang yang kutunggu datang juga. Aku bisa sedikit bernapas lega.

"Dari mana saja, ta, Tri? Tak tungguin dari tadi. Seharian ndak pulang-pulang." Aku mendengus kesal. "Ngomong-ngomong, kok kamu tahu aku di sini?"

"Iya, tadi aku lihat kamu di sini pas mau pulang. Ya, sudah, aku langsung ke sini. Maaf, ya, Mas. Seharian aku ke rumah temen yang akan jadi tumbalmu nanti malam," terang Lastri.

Kutengok ke kanan dan ke kiri. "Lha, mana?"

"Nanti malam mereka mau ke rumahku," jawab Lastri sambil duduk di sampingku.

"Kok, nanti malam?"

"Iya ... mau persiapan dulu katanya."

"Halah. Persiapan apa, ta?" tanyaku kesal. Ada-ada saja hambatannya.

"Ndak tahu," jawab Lastri singkat.

Payah! Ternyata masalahnya belum selesai juga. Mereka belum tentu benar-benar datang. Duh, mati aku kalau sampai gagal!

Meski kesal, tapi kucoba untuk bersabar. Sambil menunggu kedatangan dua teman Lastri, aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Takut Retno curiga kalau aku tak kembali ke rumah.
_______
Sampai di rumah, aku tak kutemukan Retno. Kucari ke seluruh ruangan, tetap tak terlihat batang hidungnya. Ke mana dia? Ah, mungkin sedang di rumah mertua, mengingat tadi baru saja mengantar Yeni berbelanja.

Kubiarkan saja Retno di sana, tak perlu kudatangi. Sudah biasanya ia menginap di rumah orang tuanya. Aku langsung mandi, persiapan nanti malam.

Waktu terasa begitu cepat berlalu. Tahu-tahu sudah pukul delapan malam. Sudah saatnya pergi ke rumah Lastri, menjemput calon tumbal perawan.

Dadaku berdebar-debar. Semua perasaan bercampur aduk. Semangat untuk bisa segera mendapat kekayaan, semangat karena mau meniduri tiga perawan sekaligus, bercampur aduk dengan perasaan takut ketahuan oleh orang lain, terutama Retno. Namun, apapun itu, aku harus tetap melakukannya karena sudah terlanjur basah. Mau mundur pun sudah tak bisa. Nyawa taruhannya.

Rasa deg-degan semakin menjadi kala motor yang kukendarai sudah sampai di depan rumah Lastri. Di teras yang remang-remang, samar terdengar beberapa wanita sedang berbincang-bincang, entah membicarakan apa karena tak terlalu jelas.

Usai melepas helm dan meletakkan di spion, aku berjalan ke teras sambil memperhatikan dua orang yang duduk di sana, membelakangiku. Dari kejauhan, mereka belum terlihat jelas. Namun, semakin dekat, dua wanita itu mulai bisa kutangkap sosoknya. Siapa mereka? Dada terasa berdebar-debar. Dan ... saat mereka menoleh ....

Hah? Tidaaak ...!
_______
Tbc.

_______
Mohon maaf untuk part ini terlalu pendek karena untuk kebutuhan pemotongan scene. Part selanjutnya akan kembali normal. Terima kasih.

TUMBAL PERAWAN (END)Where stories live. Discover now