25. Jarak

5.2K 267 6
                                    

Kinan menatap tajam pada wanita dihadapannya, Gendis sempat terperangah karena ia mengira wanita dihadapannya ini tidak bisa marah, kalaupun marah ia tidak akan menunjukan langsung seperti sekarang ini.

Namun, bukan Gendis namanya kalau dia takut, bagaimanapun apa yang sudah ia rencanakan Haruslah berjalan lancar. Lagi Gendis tersenyum pada Kinan, senyumnya ia buat seakan syarat akan rasa sakit.

"Semua aset aku diambil sama Adam, jadi sekarang aku gak punya apa-apa, jadi Io ngajak aku tinggal disini."

Penjelasan Gendis membuat mata Kinan menyipit, sementara Pio sudah berdiri dibelakang Kinan dengan sedikit gelisah.

Baiklah jika memang Gendis ingin bermain, maka Kinan akan memberikan permainan itu sekalipun hatinya tersakiti. "Boleh!" Jawab Kinan terlampau antusias.

"Tuh kamar kamu!" Kinan menunjuk sebuah kamar dibelakangnya dengan dagu tak lupa senyum lebar Kinan kuatkan.

Sebetulnya kamar yang Kinan tunjuk adalah kamar utama, kamar dirinya dengan suaminya.

Membuat Gendis dan Pio terperangah dengan tingkah Kinan, Kinan mengangkat bahu acuh, kemudian berjalan dengan santai menuruni tangga.


"Kinanti!" Panggil Pio.


Kinan masih berjalan menuruni tangga, "Sayang!" Panggil Pio lagi tapi Kinan masih terus berjalan, membuat Pio mengusap wajahnya frustrasi.

Satu hal yang Pio tidak tahu, Kinan sedang mati-matian menahan diri agar isakan tangisnya tidak terdengar oleh Pio dan Gendis.



🖤



Siapa penghuni rumah Pio yang tidak menyayangi Kinan, jadi semenjak Pio dengan Syah menikah dan semua pekerja di rumahnya dibawa dari Bandung, Kinan menjadi nyonya kesayangannya, makanya sejak kedatangan Gendis mereka seperti berkomplot untuk menolak keberadaan wanita itu.

Mereka memasang wajah malas jika berpapasan dengan Gendis, lagian mereka juga tahu bahwa dulu nona Keira juga berselisih dengan wanita itu.


Ada yang membuat mereka heran karena nyonya mereka, Kinanti. Justru adem ayem aja, walau sudah berpindah kamar ke kamar bawah yang alasan sebenernya adalah menyangkut kehamilannya, Kinan masih menyiapkan baju suaminya, menemani sarapan, mengantar sampai halaman bahkan saat suaminya itu pergi bersama dengan Gendis. Tapi satu yang berbeda Kinan menjadi lebih diam, dia jarang bicara pada Pio dan Gendis. Mungkin ini adalah bentuk protes Kinan pada suaminya.


"Mbak.." Bu Sari berdiri paling depan sementara pak Darman sang supir setia, pak Dadang dan pak Rus yang bertindak sebagai keamanan berdiri dibelakangnya tepat lima menit setelah mobil Pio dan Gendis keluar dari rumah.


"Ada apa ini ngumpul-ngumpul?" Tanya Kinan sambil memakai keripik singkong.


"Maaf mba, apa sebaiknya mas Io tau kalau Mba lagi hamil?"


Kinan menutup toples dengan cukup keras, merasa kesal pada dirinya sendiri, "tolong bantu Kinan, jangan bilang apapun pada Pio, karena keadaan lagi kayak gini, aku juga ga mau Gendis tau kalau kondisi aku lagi lemah."


"Pokoknya mba Kinan memang siap bantu mbak apa aja!" Seru pa Rus yang memang sering dipanggil mamang.


"Betul mba!"

Kinan tersenyum merasa bahagia karena masih ada yang peduli pada dirinya.


🖤

KINANTIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora