AKU SANGGUP MENGABULKAN PERMINTAANMU, TAPI RATAPAN KESEDIHANMU LEBIH AKU SUKAI

Mulai dari awal
                                    

Mungkin saat ini seseorang mengatakan bahwa mereka telah melihat sahabatnya dan mengetahui dengan baik. Namun jika mereka diminta untuk menggambarkan pengenalannya, penjelasannya tidak akan beranjak dari cerita tentang dua ekor sapi, yang sama sekali bukan penjelasan tentang orang itu. Orang meski pergi melampaui sifat baik dan buruk manusia, lalu masuk ke dalam hakikat untuk mengetahui seperti apa dia secara hakikat. Itulah yang disebut "penglihatan" dan "Pengetahuan" sajati.

Maka aneh jika orang yang bertanya tentang orang suci dan nabi yang terpikat oleh (serta memperoleh kekuatan dari dan dipengaruhi) dunia yang tidak memenuhi syarat. Yakni dunia yang tidak memiliki tempat atau pun bentuk, juga tak dapat dijabarkan. Mereka selalu berada di dunia itu. Ketika seseorang mencintai yang lain, dia memperoleh kekuatan, rahmat, manfaat, pengetahuan, pemikiran, ketenangan, kebahagiaan dan duka lara darinya. Semua itu membutuhkan tempat di dunia "tanpa tempat" (placeless). Orang memperoleh manfaat dari makanan yang dimakannya. Ini tidaklah terlalu mengejutkan, dan orang masih terkagum-kagum ketika ada orang suci dapat jadi pecinta dunia "tanpa tempat" (Placeless) dan menerima bantuan darinya.

Konon, ada seorang ahli metafisika yng menolak konsep ini. Suatu hari ia jatuh sakit untuk waktu lama. Seorang ahli Agama datang menjenguknya, dan bertanya, "Apa yang engkau cari?"

"Sehat," jawab ahli metafisika.

"Jelasksan kepadaku "Sehat" ini agar aku mampu membawakannya padamu," kata ahli agama.

"Kesehatan tidak memiliki bentuk," Jawab dia.

"Apabila kesehatan tidak dapat disifatkan, bagaimana mungkin engkau mempu mencarikanya?" Dia meminta penjelasan, "Katakan padaku, apa itu sehat?"

"Hanya ini yang aku tahu," jawab ahli metafisika, "ketika kesehatan datang, aku tegap, sehat dan kuat. Aku jadi beruntung : warnaku merah sehat dan bersih, dan aku merasa segar dan mekar."

"Aku bertanya kepadamu tentang sehat sehat itu sendiri," kata ahli agama, "apa inti sehat itu?"

"Aku tidak tahu," jawab yang ditanyai, "itu tidak dapat disifatkan."

"Jika engkau menjadi seorang Muslim dan bertobat dari jalanmu sebelumnya," kata ahli agama, "aku akan mengobati engkau, membuatmu sehat, dan membantu memperoleh kembali kesehatanmu."

Nabi Muhammad pernah ditanya tentang "mampukah seorang manusisa memperoleh manfaat dari konsep yang tidak tersifatkan?" Beliau menjawab, "Itulah langit dan bumi. Kamu melihat bentuknya dan memperoleh manfaatnya dari konsep universal." Sebagaimana kamu lihat, kekuasaan yang ada di langit : hujan muncul dari awan dan musim pana atau pun dingin sebagaimana mestinya, juga perubahan cuaca. Semuanya demi yang terbaik dan sesuai dengan keinginan Tuhan. Sekarang bagaimana mungkin seonggok awan yang mati dapat menegetahui kapan ia akan turun menjadi hujan? Bagaimana mungkin bumi yang kamu lihat sekarang menumbuhkan tanaman yang semula satu menjadi sepuluh? Pasti ada seseorang yang memahami ini. Melalui dunia ini engkau mampu melihat "seseorang" itu dan akan tertolong. Seperti "kulit" yang membantumu menyerap makna hakiki kemanusiaan, melalui bentuknya kamu akan mampu menyerap makna dunia.

Ketika Nabi Muhammad "mendpat wahyu" dan berbicara, dia mengatakan, "Tuhan berfirman". Pada kasus tersebut, meskipun lidah nya sendiri yang mengatakan, dia sendiri tidak berada di sana sama sekali : "pembicaraannya" adalah Tuhan. Karena Nabi Muhammad tahu dari awal bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang perkataannya itu, ketika merasakan kata-kata itu terucapkan bagitu saja dari lidahnya, dia sadar bahwa dirinya bukan orang yang sama seperti sebelumnya. Ini disebut sebagai "penguasaan" Tuhan. Nabi Muhammad tidak hanya mengatakan orang dan nabi yang mendahului kehidupannya ribuan tahun lalu, melainkan juga mengenai yang akan terjadi sampai akhir dunia ini. Dia pun berbicara tentang singgsana Tuhan dan alam semesta. Karena dia, saat itu, dimiliki "masa lalu"; makhluk yang dibatasi waktu tidak dapat berbicara mengenai hal itu. Bagaimana mungkin "yang sementara" bercerita tentang "yang abadi?" Sangat aneh, tentu saja. Maka, pada saat pewahyaun, bukan Nabi Muhammad yang mengatakan, melainkan Tuhan. Dia tidak berbicara atas
kehendaknya sendiri. Itu bukan lain adalah wahyu yang diungkapkan kepada dirinya (QS.53: 3-4). Tuhan melampaui bentuk dan kata. Ucapan-Nya di luar kata-kata dan suara, tetapi Dia mengemukakan ucapan-Nya melalui kata, suara, atau bahasa apa pun yang dikehendaki-Nya.

Jalaludin Rumi, Fihi ma FihiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang