Balikan, yuk (Tamat)

994 100 21
                                    

Tetsuya punya satu masalah.

Tidak ribet tidak ruwet. Paling malas dipikir jadi tak pernah ia pikirkan. Sekalinya kelibatan itu datang menjamah kepala, rasanya ingin mencelupkan diri ke magma gunung berapi saja.

Tapi kalau biang masalahnya cari mati menampakkan diri di depan muka dengan wajah songong begini, Tetsuya jadi susah menolak, kan.

"Balikan?"

Tetsuya berdengus. Tangan ia silang. Dagu diangkat. Setidaknya ia (berusaha) menetapkan harga diri. Tolong hargai!

"Aku menolak. Cari saja pelacur yang lebih memuaskan daripada diriku." Kata terakhir bernada sumbang di luar sadar. Tenggorokannya serasa menyempit.

"Tidak puas. Kau tahu sendiri selama berhubungan paling lama hanya denganmu. Memangnya kaupikir aku menaruh hati cuma buat cari enak?"

"Memangnya apa? Toleransi dengan pekerjaanku saja nilaimu nol. Aku yang selalu sabar dan toleran dengan sikapmu yang sok otoriter dan songong itu. Emansipasi. Aku tidak mau jadi submisif tidak berdaya."

"Jadi Tetsuya mengaku jadi submisif-ku?"

Tetsuya diam.

"Sudahlah. Ayo balikan dan kulamar kau secara sah dan benar. Kalau sekarang Tetsuya bilang 'ya', undangan bakal disebar tiga hari selepas ini."

Tangan Tetsuya mengepal. "Apa hakmu, Akashi-kun?! Kita sudah tidak ada hubungan dan kau masih ngotot melamar. Tidak ada gunanya ngajak balikan sedangkan hatiku sudah kau hancurkan perlahan-lahan! Memangnya aku mau dipoligami dengan berkas laporan? Kencan saja dengan pelacur dan istri kertasmu—"

Raut Akashi serius. "Makanya kuajak balikan supaya ada hubungan. Kalau Tetsuya menurut masa depanmu terjamin. Aku janji tidak mem-poligami-kan istriku. Istri mana yang sudi dipoligami? Aku pun tahu Tetsuya benar tak mau. Jadi ayo kita rangkum kisah lagi dan hidup bahagia sampai menua."

Akashi menyodorkan selongsong tangan yang bagi Tetsuya, sinar lampu hijau dan alarm tanda bahaya. Tetsuya tidak ingin naif. Ia makhluk Tuhan yang belajar realistis dari pengalaman. Masa lalu pahit membuat hatinya mengeras seiring masa. Akashi Seijuurou sudah tak berhak mengusik hidupnya. Tetsuya sudah lelah. Di saat ia kembali bangkit tanpa Akashi, biang kerok malah datang menawar dengan sekotak cincin berwadah beludru mahal. Undangan bakal disebar katanya? Hah. Tetsuya tidak sebaik yang mereka kira. Ia akan melakukan apa pun untuk manusia yang memporak-porandakan hatinya.

Tetsuya menatap sinis. "Mati sana."

Akashi memasang raut tersakiti. "Kalau aku mati Tetsuya janda."

Menggeram, Tetsuya menatap nyalang. Akashi Seijuurou keparat paling berengsek ini .....

"Jangan bodoh, Akashi-kun, kita menikah saja belum."

"Makanya kuajak balikan."

"Aku menolak."

Akashi mengibas tangan. "Ah, Tetsuya. Padahal kalau sudah kusentuh tidak menolak."

Mendelik. "Tuh 'kan Akashi-kun cuma menggunakan tubuhku saja."

Akashi menghela napas dalam-dalam. Tarik. Keluar. Tarik-keluar. Tarik-keluar. Megap-megap.

"Akashi-kun?" panggilnya, gagal tidak khawatir. "Akashi-kun jangan mati dulu. Hutang cintaku belum kau bayar."

Akashi datar. Gagal menipu. Padahal dulu sering kena tipu dan sering nyaris diculik. Akashi juga yang repot. "Jujur, Tetsuya, ini cuma akting atau sungguhan? Jangan lama-lama menggantungku. Lelaki mana yang mau digantung. Undangan kita keburu luntur. Nyetak ulang ribet."

P R O B L E M [AkaKuro]✔Where stories live. Discover now