PROLOG

4.1K 222 50
                                    

PROLOG


Pacitan, sebelas tahun yang lalu...

Gadis berpipi tembam itu tampak susah payah memanjat meja bekas yang di letakkan di belakang sebuah kelas. Peluhnya sudah mengalir deras, cuaca siang ini begitu terik. Gadis bernama Yomi itu tidak peduli dengan keadaan sekitar.

"Ih, susah!"

Tiba-tiba gadis bertubuh tambun itu menoleh saat kakinya ditepuk pelan oleh seseorang. Tak lama, cengiran menghias di wajah tembamnya. "Eh, Davan. Kok belum pulang? Hehe..."

Davan adalah sahabatnya sejak kecil, bahkan sejak TK hingga SD mereka satu kelas, satu bangku. Hanya saja saat SMP mereka tidak satu kelas.

"Kamu aja juga belum pulang. Ngapain sih di belakang kelas 9G? Ngintip siapa?" Davan berkata dengan nada malas sembari melihat ke arah jendela kelas tanpa kesusahan. Tubuh Davan memang lebih tinggi dari Yomi, bahkan jauh kebih tinggi.

Tiba-tiba pipi gadis itu bersemu. "Mas Nendra. Hehe..."

Alis tebal Davan tampak merengut, lalu bibir pemuda itu mencebik. "Yang jago gambar itu ya?"

Yomi mengangguk kuat. "Yang kemarin nolongin aku pingsan itu, Van." Yomi mengatakan dengan riang layaknya anak anjing.

Davan tertegun sesaat. Lalu tersenyum tipis. "Aku juga bisa gambar." Gumam Davan pelan.

"Kamu ngomong apa, Van?"

Davan menggeleng. "Nggak!" Sahut Davan ketus.

Mata Yomi melotot, tapi tetap nyengir. "Ih, kok galak gitu sih?"

Pemuda itu menatap malas lalu berbalik. "Udah nggak usah manjat, pulang aja. Udah pada pulang mereka."

"Apa?"

Davan menoleh. "Kak Nendra udah nggak di kelas, Yom."

"Kok kamu tahu sih?!" Davan hanya mengangkat bahunya sekilas. "Soalnya aku tadi papasan pas mau ke sini."

"Ih, Davan!"

***

Yomi masih saja seperti hari sebelumnya, memanjat meja untuk sekadar melihat suasana di kelas 9G. Kali ini ia nekat di tengah-tengah jam pelajaran, karena jika tiap pulang sekolah pasti tidak akan dapat melihat kakak kelas idolanya. Bahkan ia juga malu jika setiap pulang, pasti ia akan memisahkan diri dari gerombolan teman sekelasnya.

Yomi terpana melihat kakak kelasnya yang tengah tekun menggoreskan pensil di sebuah buku gambar. Yomi beruntung karena kakak kelasnya tu duduk di barisan belakang, meski dalam hati Yomi was-was jika sewaktu-waktu ada yang meluhatnya.

Yomi masih ingat jika sesaat sebelum pingsan, kakak kelasnya itu berdiri tepat di belakang barisannya. Meski saat pandangannya menggelap justru ia mendengar suara Davan.

Setelah dirasa cukup, Yomi turun perlahan dari meja. Entah karena kurang berhati-hati atau apa, tiba-tiba ia mendnegar suara robekan. Mata membelalak saat tahu jika rok depannya tersangkut paku. Wajah Yomi memucat.

Bahkan jarak ke kelasnya jauh, belum lagi jika nanti berpapasan dengan teman-temannya bagaimana. Tiba-tiba Yomi merasakan matanya memanas, ia ingin menangis.

"Nih!"

Yomi mendongak saat mendengar suara seseorang. Bahkan seseorang itu menyodorkan jaket hijau bergambar kodok milik Yomi.

"Nggak usah nangis. Pakai jaket itu, kita pulang. Bilang aja kamu sakit perut. Yuk! Keburu jam istirahat."

"Ta...tapi..."

Seseorang itu tersenyum. "Udah. Tenang aja, ada aku. Yuk!" Dan Yomi menggapai uluran tangan pemuda itu setelah menghapus air mata di pipi tembamnya.

***


Hai, Dea balik lagi dengan cerita baru. Semoga kalian masih mau membaca cerita Dea ya. hehehehe...

Selamat mengarungi kisah Yomi, Davan, dan Nendra ya... Muuuuaaaahhhhhhh


salam hangat,

Dealisa...

Cinta YomitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang