Tadom Hills Resorts

504 55 7
                                    

Setelah berlayar selama dua jam, kami sampai di tujuan dengan selamat.

Tadom Hills Resorts. Hm... Kesan pertamaku untuk tempat ini adalah panas, menantang, dan indah. Air lautnya tidak terlalu jernih. Dan agak banyak pohon kelapa.

Kami ke Customer Service untuk melakukan daftar dan pengecekan. Satu persatu murid ditanya, ingin bermalam di gubuk, tenda, atau memasang hammock. Tidak ada yang memilih di gubuk dan sebagian besar memilih di tenda. Yang memilih tidur di hammock adalah aku, Brendan, dan lima murid lainnya.

Aku mendapat hammock berwarna jingga, dan hammock-ku berada di tingkat dua. Brendan paling bawah berwarna merah.

Setelah memasang dan menaruh tas di tempat bermalam masing-masing, aku turun dan ke rumah makan bareng Brendan. Saat sarapan bersama sudah tiba.

"Gubuk Makan Besar", itu sebutan tempat yang menjadi ruang makan untuk kita semua di pulau terpencil ini. Jaraknya satu menit dengan berjalan kaki dari tempat bermalam kami. Oya, jarak hammock dan tenda pun dekat, hanya beberapa langkah saja.

Kami duduk lesehan dan mengelilingi meja bundar yang sangat lebar. Dan buruknya, kami tidak bisa memilih menu makanan seperti di restoran. Semua makanan ditentukan oleh guru.

"PAGI NI KITE MAKAN... BUBUR CENTURY!"

"Yeay!"

Guru yang bernama Papa Zola itu menentukan menu pertama kami di Tadom Hills Resorts.

Aku menyikut pinggang Brendan. "Bubur Century? Bubur obat, ya?" tanyaku mengingat nama century adalah toko obat di Indonesia.

"Kosmetik," timpal Brendan. "Kalau boleh milih, aku pengen soto betawi aja, deh,"

"Pft." aku menahan tawa.

Tak lama, bubur ob-- Century itu datang. Aku perhatikan dalam segi penampilan. Apa telur ini diberi tinta? Kenapa ada hitam-hitamnya?

"Dey, jangan tengok je. Makan. Telur bitan tu banyak khasiat," sebelahku -- Hay, laki-laki itu menyuruhku makan.

Aku terkekeh. "Oh? Namenye telur bitan, e? Kuingat telur asin,"

"Hahaha. Beda sikit je dengan telur asin," dia menutup pembicaraan dan mulai menyantap sarapannya.

"Telur bitan," bisikku pada Brendan.

"Apaan? Telur titan?" wajahnya panik.

Aku menepuk jidat. "Bitan!" suara bisikku agak diperbesar. "Makan aja, daripada kelaperan nanti,"

"Iye," logat Betawinya kembali keluar dan memakan bubur itu.

---

Malam pertama kami di Tadom Hills Resorts hampir tiba.

Siang tadi, banyak murid yang kelelahan akibat perjalanan kemari. Jadi, hari ini free. Tapi, tidak untuk aku dan Brendan. Sesekali kami mencoba flying fox dan menyelam di laut cetek. Baju basah kami belum diganti :")

"Mel," panggil bocah itu.

Aku yang sedang menyeruput es kelapa menoleh. Ekspresinya terlihat bingung dengan rambutnya yang mulai kering. Salah satu kakinya terangkat.

"Aku bingung,"

"Cih, manusia kayak kamu ternyata bisa bingung juga," tukasku cepat.

"Namanya juga manusia," dia menghela napas. "Kayaknya aku suka sama cewek lagi,"

Mataku mendelik. "Tumben bilang-bilang. Biasanya tau-tau udah pacaran,"

Brendan menatap matahari yang hampir tenggelam itu. "Tapi, ini lain. Aku udah insaf jadi playboy,"

Surat Kecil dari Pulau Rintis (BoBoiBoy) ✔️Where stories live. Discover now