3.1K 661 34
                                    

"Hey? Can we—um, be friend?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hey? Can we—um, be friend?"

•••

Tiga puluh delapan derajat di siang hari dengan suhu sebelas derajat selsius. Kepalamu terasa begitu pening dan berat dengan sebuah alasan. Terbilang cukup panas walau nyatanya kamu merasa beku di luar ruangan walau telah berbalut hoodie dan jaket tebal.

"Tuhan, aku yakin keningmu bisa kugunakan untuk menggoreng telur."

"Diam sebelum aku menggigitmu, Dino."

"Sapi gila."

Chan menggelengkan kepalanya prihatin. Pemuda itu agaknya merasa kasihan, melihatmu meringis seraya memijat kening beberapa kali. Bahkan wajahmu terlihat memerah, seperti pantat bayi yang iritasi.

"Kemana Mark?" tanya Chan ketika tangannya mendarat di keningmu—memeriksa suhu tubuhmu. "Demi ingus Brontosaurus, ikut aku ke ruang kesehatan sekarang."

Kamu menggeleng, menolak. "Kelasku dimulai dua belas menit lagi."

"Persetan."

Chan menarik tanganmu, membawamu menjauh dari selasar fakultas. Pemuda itu mempertahankan laju langkahnya agar kamu tidak tersungkur dan membuatnya mendapat sebuah lebam dari Mark. Pemuda Lee itu bertanya-tanya, kemana tetangganya itu? Ini adalah sebuah kejadian langka dimana Mark dan dirimu tidak saling mendampingi satu sama lain.

"Kemana Mark?"

Pintu ruang kesehatan terbuka bersamaan dengan Chan yang melayangkan pertanyaannya. Ruangan itu lengang, bau obat-obatan juga iodine menguar tajam menusuk indera pernciuman. Pemuda Lee itu mendorongmu untuk berbaring di ranjang yang berada di pojok ruangan. Dia mencari obat yang sekiranya dapat kamu telan untuk meredakan panas tubuhmu. Tangannya meraih tablet Paracetamol, memeriksanya sekilas sebelum menyerahkannya padamu dengan sebotol air mineral miliknya.

"Sebentar—" Chan menarik kedua tangannya yang sudah menyodorkan air juga obat. "Apa sudah ada sesuatu yang masuk ke dalam perut kecilmu itu?"

"Angin."

"Aku benar-benar berharap Tuhan segera mengutuk otak udang mu itu."

"Sialan, berhenti mengataiku macam-macam dasar Dinosaurus idiot!"

"Nah, nah, lihat? Siapa yang bersemangat sekarang?" Chan berkacak menggelengkan kepala. Merasa takjub seketika karena bibir pucatmu mampu mengeluarkan serentetan kata yang begitu tajam.

Kamu memilih untuk tidak menanggapi pertanyaan Chan. Demi ganggang laut, kepalamu begitu pening. Kamu yakin satu jam lagi kepalamu akan meledak memuntahkan semua isinya jika saja dua orang—yang akan menyelamatkanmu dari sumpah serapah menjijikkan milik Chan—kesayanganmu tidak masuk dengan terburu dan napas yang berantakan.

"(Y/n)?"

"Oh—Yeri! Mark! Astaga, Tuhan begitu menyayangiku!"

Gadis yang kamu panggil tadi berlari menghampirimu lalu duduk di tepi ranjang, memeriksa suhu tubuh lewat pipimu. Dia berdecak.

"Kenapa kamu tidak memberitahuku bahwa (Y/n) sakit?!" cecar Yeri gemas. Dia membawa jemari lentiknya mampir di lengan Chan kemudian mencubitnya kuat-kuat. "Jika seorang Mahasiswi tidak melihatmu membawanya tadi, mungkin aku akan mengelilingi kampus selama berjam-jam hanya untuk mencarimu!"

Chan mengaduh selagi Yeri terus mengomelinya bagai seorang Ibu. Sedangkan Mark menghela napasnya, mendorong Yeri menjauh agar dua manusia itu bertengkar di tempat yang cukup jauh dari ranjang ruang kesehatan. Pemuda itu duduk di tepi ranjang seperti yang Yeri lakukan tadi, menangkup pipimu lalu menempelkan punggung tangannya di kening. Raut wajahnya begitu serius, ada sirat kekhawatiran di sana.

"Tidur larut? Telat makan malam? Main hujan? Kali ini apa alasanmu?" tanya Mark dengan intonasi super datar.

"Kamu tahu 'kan? Tugas-tugas begitu menumpuk, selalu menjerit untuk aku tuntaskan saat itu juga..."

"Alibi yang bagus," Mark berucap tenang, tersenyum sedetik kemudian. "Aku sudah sering memberitahukanmu untuk—"

"Mark..." Kamu mencicit. "Stop, please. Aku sedang lemah tak berdaya saat ini, kamu masih mau menceramahiku ini itu?"

Pertanyaan itu ditanggapi dengan kekehan gemas dari Mark. Tangannya terulur untuk mengusap pipimu yang memerah, dalam hati ingin sekali mencubit pipimu atau menggigitnya karena terlalu gemas.

Dua orang yang sudah puas saling berteriak dan menjambak kembali berdiri di samping ranjangmu dengan wajah tertekuk. Yeri menghela napasnya, meredakan amarah yang menekan dadanya. Chan sendiri mengusap kepala juga lengannya yang mungkin akan membiru dalam hitungan beberapa jam nanti.

"Mark, gadis otak udang itu belum memasukkan apapun ke dalam perut kecilnya. Aku khawatir dia akan semakin kecil lalu melayang terbang karena terbawa angin." Chan kembali meringis saat Mark menepuk perutnya tanpa aba-aba.

"Demi Tuhan, dapatkah aku mengulitinya?" Kamu merengek. "Aku berjanji kerangkanya akan kupajang di laboratorium..."

- Comet -

Mark mengusap kepalamu yang bersandar di bahunya. Sejak satu jam yang lalu—setelah Chan yang memaksa ingin menyuapimu makan karena dendam, lalu berakhir dengan kamu yang mual karena terlalu banyak makan—kamu hanya bersandar lemah pada Mark. Dia sudah memastikanmu menelan tablet penurun panas sebelum duduk bersebelahan di perpustakaan, menemani Mark yang ingin membaca.

"Masih pusing?" Bisiknya, menunduk untuk melihat wajahmu. Dia menempelkan telapak tangannya di keningmu, menghela napas lega saat suhu tubuhmu mulai menurun.

"Hm," jawabmu dengan mata terpejam. Semakin menyamankan diri dengan melingkarkan kedua lenganmu di lengannya. "Aku merindukan Ibu, kenapa wangi tubuhmu seperti Ayahku?"

Mark tertawa. "Melantur."

"Sungguh! Aku jadi ingin—"

"Mark?"

Kamu membuka mata dan Mark mendongak. Memperhatikan seorang gadis, berdiri di depan meja yang kalian tempati. Rambutnya cokelat dengan panjang sebahu, bergelombang di ujungnya. Iris matanya cokelat terang, bulu matanya lentik. Wajahnya mungil, disertai semburat merah jambu samar—terlalu cantik untuk dijabarkan.

"Ya?" Mark menukik sebelah alisnya, bertanya-tanya siapa gerangan gadis ini?

"Aku Mikayla, dan aku tertarik padamu. Jadi—boleh aku mendapatkan nomor ponselmu?"

Entah apa yang salah denganmu, tapi kamu tahu bahwa setelah gadis itu bicara kepalamu kembali terasa pening dan jantungmu berdenyut ngilu.

- Comet -

Constellation Series - January 2019

Constellation Series - January 2019

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[Constellation Series] | Comet - Mark VersionWhere stories live. Discover now