(2) (Prolog) : Pengiring Pengantin (lagi)

72.3K 5.3K 418
                                    

Raden Pandji sudah akrab dengan kehidupan yang ironis. Hampir sebagian besar hidupnya seperti itu: dahulu keluarganya kaya raya sekarang ia jatuh bangun menjadi tulang punggung. Akan menikah dengan wanita yang tidak ia cintai karena menuruti amanat orang tua yang ia sayangi. Menghindari cinta ketika sebenarnya ia haus akan cinta.

Dan bahkan menjadi pengiring pengantin di pernikahan anak buahnya. Ini sungguh sebuah ironi yang akan menjadi hiburan bagi seluruh jajaran tim di kantornya. Kemarin Kumala hanya salah satu karyawannya yang payah dan kemudian ditantang untuk membuktikan sebaliknya. Mungkin pembuktian Kumala atas pekerjaannya tidak seberapa, tapi menaklukan hati Sang Singa (Erlangga) adalah pencapaian yang tidak bisa dianggap remeh.

Sekarang ia menjadi salah satu wanita penting dan diperhitungkan pengaruhnya terhadap Si General Manager. Mood Kumala akan mempengaruhi mood Erlangga yang pada dasarnya sudah jelek. Awas saja jika Kumala tidak bisa memuaskan suaminya dan membuat GM ketus itu uring - uringan, otomatis Kumala akan menjadi musuh publik nomor satu. Kalau dipikir - pikir tugas Kumala lumayan berat.

Pandji duduk dalam balutan beskapnya yang nyaman sambil menghibur diri dengan ponselnya ketika terlalu malas mengobrol. Semua pengiring pengantin terlalu muda dan sepertinya sungkan mengajaknya bicara. Padahal Pandji tidak terlihat tua, sungguh. Masih lebih 'tua' mahasiswa berkumis itu.

Acara hampir berlangsung, ia sudah berdiri di barisan berdampingan dengan seorang gadis yang tingginya hanya mencapai bahu. Gadis itu tampak begitu tegang hingga lupa untuk santai dan berbasa basi dengan pasangannya. Dan Pandji pun tidak berminat menunjukan keahlian merayunya pada seorang anak sekolahan, jadi mereka hanya diam dan menunggu.

Hingga menit - menit terakhir tiba - tiba saja pasangannya digantikan dengan gadis yang lebih tinggi, yang sepertinya tidak Pandji sadari ada di sana. Atau mungkin gadis itu terlambat. Hebat!

Gadis itu sibuk membenahi tali sepatu hak tingginya dan ketika mencoba berdiri ia pun terhuyung. Secara naluriah Pandji berniat menolongnya namun gadis itu sudah lebih dulu menyambar lengannya, berpegangan padanya sambil membenahi sepatunya dengan tangan yang lain.

"Maaf, Mas..." bisik gadis itu tanpa berani menatap wajahnya. Gadis muda memang jarang terang - terangan mengungkapkan apa yang diinginkannya, nanti ketika berada di tempat yang tepat mereka akan mencuri - curi pandang sampai puas.

"Gapapa-" balas Pandji dan gadis itu mendongak padanya seketika membuat Pandji lupa akan apa yang ingin ia utarakan. Pertama, tentu saja karena parasnya yang kelewat cantik. Kedua, karena ia merasa familiar dengan wajah itu—semoga salah satu teman tidurnya, pikir Pandji dalam hati.

"Kamu terlambat ya?" akhirnya Pandji mampu melotarkan pertanyaan idiot itu. Sudah jelas gadis itu terlambat, kenapa harus tanya?

Tapi gadis itu mengerjap dan menyapanya, "Mas Pandji? Kok bisa jadi petugas juga?"

Sial! Pandji mencoba mengingat di hotel mana mereka pernah menghabiskan malam? Tentu saja Pandji tidak akan melupakan paras yang seperti itu dan sudah pasti ia akan 'berlangganan' dengan gadis ini untuk menjelajahi ranjang setiap hotel yang ada.

"Iya, saya temannya Erlangga-"

"Bosnya Mba Kumala, kan." Gadis itu menyela dengan lembut dan Pandji melihat sedikit gurat kecewa dalam senyumnya. Siapa yang tidak kecewa dilupakan?

Gadis itu menegakkan punggung dan memandang lurus ke depan dengan memasang senyum profesionalnya.

"Aku Airin, Mas." ucap gadis itu ragu - ragu, "kalau Mas ingat, kita pernah jadi pasangan di nikahan Isyana dan Mas Tria."

Sial! Lagi. Pantas saja Pandji tidak ingat. Airin adalah salah satu gadis cantik yang harus ia lupakan eksistensinya. Pertama, gadis itu masih muda, mahasiswa entah tahun berapa. Kedua, dia jelas gadis baik - baik yang tidak sepemahaman dengan aturan main Pandji.

Romantic RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang