3. The Nutcracker

641 198 98
                                    

Part 3 - The Nutcracker

Tante Mary berdecak frustasi menilik riasan wajahnya di cermin, tak kunjung memuaskan. Ia terus menyapu polesan bedak padat di wajahnya berulang kali. "Kayanya aku harus ganti produk bedak deh, masa dari tadi hasilnya gini-gini aja."

Gwen yang duduk di sampingnya mengernyit, mengapa juga ia punya tante yang sama sekali tidak waras, wajahnya sudah seputih salju dan sebening embun begitu, tapi apa katanya tadi? Hasilnya gini-gini aja? "What the—" Ia menghela napas berat.

"Ini pasti produk gagal, biasanya sekali poles langsung kinclong. Aduh, gimana sih masa yang kaya gini dijual." Tante Mary terus mencibir kesal layaknya Ibu-ibu komplek yang sibuk mengomentari kenaikan harga cabai. Walau begitu ia masih belum menyerah untuk mengaplikasikan spons bedak pada wajah—yang entah sudah keberapa kalinya polesan bedak tersebut.

"Please deh tan, ini cuma acara makan siang, bukan festival kecantikan ataupun tebel-tebelan bedak!" Gwen mendelik tajam, ia benar-benar gerah melihat tantenya yang dempul ini.

Tante Mary menoleh secepat kilat, namun untuk seperkian detik, ia kembali berkutat pada cerminnya. "Gwen, ini acara penting. Aku tidak akan membiarkan mereka melihat sedikitpun kekuranganku." Tante Mary menyudahi ritual bedaknya, berlanjut memoles lipstik merah menyala di bibir tebalnya.

"Jangankan untuk melihat kekuranganmu, untuk melirikmu saja ku rasa mereka tidak akan sudi." Gwen terkekeh geli, kemudian melanjutkan kembali, "kalaupun mereka melirik, mereka pasti geli, melihat wajahmu lebih putih daripada lehermu itu, Ish... Aku nggak bisa bayangin gimana jadinya. Huh mengerikan. " 

"Ngeledek aja terus kamu Gwen, mending kamu diem deh!"

Ibu Gwen yang lebih dikenal bernama Lina memijat pelipisnya pelan dengan mata terpejam. "Kalian berisik banget sih, Ibu jadi pusing nih." Pangkal kepalanya sengaja disandarkan ke tepi jendela mobil, mencoba menenangkan diri. Melihat percekcokan sengit antara anak dan adiknya itu, seolah sudah menjadi tontonannya sehari-hari, terus berkelanjutan bak episode.

"Anak kamu duluan tuh Lin, suka ngeledek," unjuk tante Mary tak terima, mengangkat dagu runcingnya angkuh ke arah Gwen, kemudian kembali berkutat pada cermin pinky kesayangannya yang sudah pasti tak pernah ketinggalan untuk dibawanya kemanapun.

Gwen menahan deru tawa memperhatikan sikap tantenya yang sama sekali tidak kontras dengan usianya yang melampaui angka tiga puluh. Lebih-lebih ia malah terlihat seperti anak puber yang baru saja ditumbuhi jerawat. "Salah sendiri, lagian tante keganjenan banget sih, inget umur tan, udah deket ajal."

"Hush sembarangan kamu Gwen, tante tuh bukannya genit, tante cuma lagi usaha buat cari pendamping hidup, memangnya kamu nggak iba lihat tantemu yang janda ini. Malahan udah dikejar-kejar umur gini." ringis tante Mary, mengingat usianya tidaklah muda lagi, belum lagi garis-garis halus mulai menjelajahi wajahnya.

Lihat, kan? Perilaku tante Mary sendiri yang selalu memancing Gwen untuk meledeknya terus-terusan. Bukannya ia bermaksud untuk tidak sopan atau seenaknya kepada orang yang lebih tua, namun sejenis tante limited edition ini—yang barangkali brand Make-up-nya lebih sering digunakan daripada otaknya. Memang membuat siapapun geleng-geleng kepala. Miris plus prihatin.

Astaga. Mungkin saja neraka sudah lama membuka pintu lebar-lebar untuk menyambut Tante. Maafkan keponakanmu ini, tante.

GWEN-LIN Where stories live. Discover now