Kedai ramen yang dipilih Naruto ini tidak begitu luas namun lumayan bersih. Selain mereka berdua, ada tiga pengunjung lain yang tengah menyantap ramennya.
Sasuke hampir menghabiskan ramennya ketika Naruto berbisik padanya.
"Ramen disini tidak begitu enak, masih kalah jauh jika dibandingkan dengan ramen di kedai Ichiraku." Bisik Naruto perlahan agar tidak didengar oleh si pemilik kedai.
Sasuke melirik lima mangkuk kosong yang ada di hadapan Naruto dan enggan berkomentar. Tidak begitu enak huh? Lalu mengapa Naruto memesan lima mangkuk ramen dan menghabiskannya hingga tandas tak bersisa?
"Paman! Aku pesan satu mangkuk lagi!" Teriak Naruto dengan bersemangat dan langsung disambut baik oleh si pemilik kedai.
"Jangan salah paham teme," Bisik Naruto lagi. "Aku makan ini karena perutku masih lapar."
"Mm." Jawab Sasuke sambil meletakkan sumpitnya.
"Menurutmu apakah aku harus mengajak Sakura-chan ke Ichiraku untuk kencan kami besok?" Tanya Naruto dengan tatapan menerawang.
"Terserah padamu."
"Aku tidak ahli dalam urusan berkencan." Kata Naruto dengan jujur. "Sebenarnya aku tidak paham dengan hal-hal seperti itu dan lebih memilih menghindarinya."
"Lalu mengapa kau mengajaknya berkencan?"
"Karena Sakura-chan memintaku." Naruto lalu memainkan sumpit di tangannya. "Dan aku tidak bisa menolaknya karena yah... dia membutuhkan hiburan setelah... menghadiri pernikahanmu.... Dan aku ingin melihatnya ceria lagi."
Sasuke lalu teringat kembali dengan sepasang mata hijau yang menatapnya dengan sendu.
"Kira-kira apa yang harus kulakukan saat kencan nanti?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu." Dan itu memang benar, Sasuke sama sekali belum pernah berkencan. "Seharusnya kau bertanya pada gadis lain."
Naruto nampak berpikir serius. "Haruskah aku bertanya pada Hinata-chan?"
Rahang Sasuke mengeras ketika mendengar nama istrinya disebut-sebut oleh Naruto.
"Tidak." Tolak Sasuke dengan dingin dan tegas.
Naruto terlihat sedikit terperanjat ketika mendengar nada suara Sasuke.
"Tanyakan saja pada gadis Yamanaka, mungkin ia tahu jawabannya." Kata Sasuke sambil memalingkan wajahnya.
"Ah! Maksudmu Ino-chan!" Kata Naruto dengan ceria. "Kau benar! Dia juga memiliki toko bunga, mungkin dia juga bisa memberi saran mengenai bunga yang harus dibawa saat berkencan."
Pembicaraan mereka harus terhenti karena ramen pesanan Naruto telah disajikan.
.
.
"Akhirnya aku bisa mengunjungi kediaman barumu." Komentar Tenten sambil mengedarkan pandangannya di ruang tamu rumah Uchiha.
"Silahkan dinikmati." Kata Hinata sambil menyodorkan segelas teh dan sepiring makanan kecil pada kunoichi bercepol itu. "Terima kasih sudah mau mampir, Tenten-san."
"Mm." Tenten lalu meraih teh hangat di depannya dan meneguk minuman itu perlahan.
Kemudian mereka mengobrol ringan, saling bertukar kabar dan keadaan. Tenten bercerita mengenai kondisi Gai-sensei, kabar tentang Lee, dan misi-misi terbaru yang dijalani oleh Tenten.
"Terkadang kami bertiga sangat merindukannya." Bisik Tenten perlahan. "Tim kami tidak akan pernah bisa lengkap tanpanya."
Hinata menundukkan wajahnya. Ia juga merindukan Neji. Kemarin ia baru saja mengunjungi pusara Neji dan meletakkan setangkai bunga matahari disana.
Tenten lalu berdehem-dehem untuk menghilangkan suaranya yang tercekat di tenggorokannya. Sejurus kemudian ia berpura-pura berekspresi ceria untuk menghilangkan suasana kesedihan diantara mereka. "Oh ya Hinata, semua orang juga ingin berkunjung di kediaman barumu."
"Huh? Semua orang?"
Tenten mengangguk. "Mm. Saat ini semua orang merasa penasaran dengan kediaman Uchiha yang baru karena tidak ada seorangpun yang pernah diundang ke rumah ini." Kunoichi berambut cokelat itu lalu tersenyum lebar. "Kecuali aku."
"A-aku baru beberapa hari tinggal di rumah ini, Tenten-san. Mungkin jika ada waktu aku akan mengundang teman-teman kemari."
"Oke! Jangan lupa mengundangku juga."
Hinata tersenyum. "Baik."
"Apa kau sudah terbiasa tinggal disini? Tinggal di rumah baru terkadang butuh banyak penyesuaian."
"Kurasa aku sudah lumayan terbiasa."
Tenten menghela nafas. "Sasuke sangat beruntung memiliki seseorang sepertimu."
"Huh?" Apa maksud perkataan Tenten?
"Dia tidak sendirian lagi saat ini, ada seseorang yang menantinya pulang." Tenten lalu tersenyum. "Saat kau pulang menjalankan misi dengan tubuh yang lelah, akan sangat menyenangkan jika ada seseorang yang menyambutmu dengan senyuman manis dan pelukan hangat."
Hinata terdiam. Selama ini ia selalu tinggal di kediaman Hyuuga dimana selalu ada yang menyambut kepulangannya dengan ramah.
Tapi Sasuke tidak memiliki itu semua...
"Kau tahu..."
Suara Tenten kembali menyadarkannya.
"Rumah bukan hanya berupa dinding dan atap saja. Rumah adalah suatu tempat yang hangat dan nyaman dimana seseorang bisa melepaskan semua penatnya dan bisa menjadi dirinya sendiri."
.
.
Sasuke berjalan pulang menuju rumahnya. Terjebak selama beberapa hari bersama Naruto membuat mentalnya lelah. Terlebih lagi ia barusan mengunjungi kantor Hokage untuk melapor setelah menyelesaikan misi dan harus mendengarkan keriuhan yang dibuat Naruto dan Kakashi. Terkadang ia merindukan saat-saat kesendiriannya dulu dimana ia tidak perlu berinteraksi dengan manusia-manusia berisik.
Langkah Sasuke terhenti ketika ia berada di depan tempat yang kini ia sebut rumah.
Siapa yang bisa menyangka pada akhirnya ia kembali menetap di Konoha? Padahal rencana awal Sasuke adalah mengembara selama 10 tahun dalam perjalanan penebusan dosanya.
Saat ini hari menjelang malam, lampu terasnya telah dinyalakan dan menerangi pintu utama rumah. Ia lalu membuka pintu rumah yang tidak dikunci. Ketika ia masuk, aroma makan malam menyambut indera penciumannya dan untuk sesaat ia tertegun. Selama bertahun-tahun ia hidup seorang diri, tidak ada yang memasakkan makan malam untuknya. Segalanya harus ia kerjakan sendiri.
Dan sekarang...
Tak jauh darinya nampak sosok Hinata berdiri dan tersenyum ke arahnya. Rambut panjang wanita itu tergerai bebas di punggungnya. Di bawah cahaya lampu senyum Hinata terlihat hangat.
"Tadaima." Kata Sasuke perlahan. Tenggorokannya terasa tercekat dengan semua emosi aneh yang membanjiri dadanya secara tiba-tiba. Untuk sesaat Sasuke mengira Hinata akan langsung menjawab ucapannya.
Tetapi tidak.
Hinata justru berjalan ke arahnya. Dan ketika jarak diantara mereka hanya tinggal satu langkah saja, Hinata mengalungkan tangannya di leher Sasuke dan mendekapnya erat.
"Okaeri." Bisik Hinata dengan lembut. "Terima kasih karena telah pulang."
Sasuke membalas dekapan itu.
Ia telah pulang...
.
.
Mengapa saya suka membuat cerita dengan tema kehidupan pernikahan? Karena lebih so sweet ^_^
YOU ARE READING
Red String of Fate
Fanfiction(Canon) Dua orang yang terhubung oleh benang merah takdir memiliki sebuah ikatan yang tidak mungkin bisa diputus kecuali oleh maut. Benang merah itu mungkin bisa merenggang atau kusut, namun benang itu tidak akan pernah putus. . Dua tahun setelah pe...
Tadaima
Start from the beginning
