Kau pasti akan senang, babe. Percayalah. Aku sangat berpengalaman. Kau tahu maksudku kan?

Pesan Preston kala itu. Tak ada balasan. Tahu-tahu Preston tak bisa lagi menghubunginya.

Preston tak surut langkah. Justru penolakan itu membuat Preston terpicu untuk menggodanya. Ia mau tahu sampai dimana ketahanan gadis itu. Bisa jadi ia hanya pura-pura, nampak manis dan setia, tapi dibalik itu ia singa. Diam-diam menanti kesempatan dan mencaploknya, terlebih ketika kesempatan itu bernama harta. Seseorang telah mengajarinya, bahwa yang nampak setia tak selalu demikian jika kemilau kemewahan telah membutakan mata.

Preston menyuruh seseorang untuk melakukan sandiwara kecil untuknya. Lelaki suruhan Preston itu mengirim bunga pada Magali, lalu meneleponnya di malam hari dan bertanya apakah ia suka kirimannya hari itu. Jawaban Magali teramat sopan sekaligus telak.

"Terima kasih. Nyonya Lawrence, janda diujung Pracht Street itu sangat senang menerima bunga-bunga dari Anda. Apakah Anda ingin mengiringiminya bunga lagi?"

Percobaan pertama gagal tapi Preston gembira. Sudah lama ia tak menemukan keriaan semacam ini. Hatinya berkata, ia akan sangat menikmatinya. Maka ia menyuruh orang lain lagi untuk mengirim tiket nonton kabaret beserta gaun yang dipilihnya sendiri teruntuk Magali.

"Kalau kau meneleponnya tanyakan apakah dia suka dengan tiket kabaret dan gaun yang kau berikan." Perintah Preston kepada orang yang dibayarnya.

Pria itu dengan patuh melakukan yang Preston suruh. Lima menit setelah menelepon Magali, ia menelepon Preston dan berkata ,"Kurasa semua baik-baik saja."

"Tak ada penolakan?"

"Ia justru berterima kasih."

"Ia akan datang besok?"

"Tentu saja."

"Kau harus bersiap. Jangan mengecewakanku."

"Baiklah."

Pada hari H yang datang seorang gadis bertampang lugu dan pemalu luar biasa. Magali? Ia berada di Kedai Bambu, memastikan restoran kecil Ayahnya berjalan lancar di tengah ramainya tamu malam itu.

Ketiga kali, Preston mengatur agar seseorang mengirimkan buku terbaru karya pengarang kesukaan Magali-penulis best seller kebangsaan Yunani. Magali amat berterima kasih untuk itu. Ia memuji orang suruhan Preston sebagai sosok yang murah hati dan paham betul kesukaannya.

"Oh ya, karena saya sudah memiliki buku baru itu, maka buku Anda saya sumbangkan bersama buku-buku lain milik saya. Kalau Anda berminat membantu badan amal ini dengan senang hati saya berikan alamatnya."

Preston tergelak menerima laporan itu. Diantara tawanya melejit umpatan-umpatan, tapi bukan ungkapan kesal melainkan rasa senang. Lawannya kali ini sungguh sepadan. Biasanya setelah satu-dua kemanisan, para perempuan akan takluk. Magali justru kebalikan.

Pada akhirnya Preston tergoda untuk turun sendiri 'mengganggu' Magali. Ia yakin dengan pengalamannya selama ini bisa membuat Magali berpaling padanya. Niat itu belum terlaksana sewaktu menikmati makan siang di Sammich. Perempuan yang berada di meja sebelahnya bertutur pada rekannya kalau ia sedikit gugup menghadapi pernikahan anak gadisnya beberapa bulan lagi.

"Kenapa?"

Si Ibu menggeleng ,"Entahlah. Kurasa ini hanya kekhawatiran ibu-ibu saja. Maklum baru kali ini menyelenggarakan pesta."

"Ah, santai saja. Yakinlah semua terselesaikan dengan baik. Kurang berapa lama?"

"Dua bulan."

"Hm, ya ... aku paham kenapa kau gugup begitu." Rekannya tertawa.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 10, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MAGALI Where stories live. Discover now