LIMA (Bagian 2)

48 6 11
                                    

Erica Davis adalah wanita berikutnya. Terlahir dari keluarga kaya di Tenggara Oregon, Erica tak pernah kekurangan apa-apa. Ia terbiasa dimanja. Segala sesuatu yang dia inginkan harus terlaksana. Tak mengapa, toh ia memiliki Ayah yang siapa memenuhi semua itu. Terlepas dari semua itu, Erica memiliki wajah dan tubuh yang menggiurkan. Hampir semua pria mengaguminya. Dan Erica tahu betul cara memanfaatkannya. Ia gemar memakai gaun berdada rendah dan pas badan yang tentunya menonjolkan lekuk-liku tubuhnya. Kecuali Preston yang melihat upaya itu sebagai sesuatu yang berlebihan.

Menurutnya, Erica sudah menawan tanpa perlu berkesan murahan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menurutnya, Erica sudah menawan tanpa perlu berkesan murahan. Preston semakin kehilangan minat mengetahui wanita cantik itu kerap tidak nyambung saat berbincang. Dibalik tampangnya yang mempesona ia hampir tidak mengetahui apapun kecuali baju buatan perancang, perhiasan, dan sepatu mahal. Ketika Erica mengajaknya untuk berkencan, Preston berkata sopan ,"Aduh, aku ingin sekali Erica. Sayang aku tak bisa. Aku sibuk sekali pekan ini."

"Ah, begitu rupanya," terdengar nada kecewa dalam suara Erica, yang disambung dengan ,"Ya, sudah tak apa. Lain kali saja yang kita berjumpa?"

"Tentu. Lain kali kita jumpa."

Erica tertawa. Sebaliknya, Preston memastikan lain kali itu takkan pernah ada.

Mengetahui dua upayanya gagal, Christine tak patah arang. Ia bahkan sudah menemukan seorang gadis yang tepat untuk cucunya. Namanya Brittany Jones. Brittany merupakan putri pasangan Edward Jones dan Lily Jones. Kedua-duanya dokter terkenal di Portland. Edward adalah ahli bedah jantung dan Lily dokter anak-anak yang cakap. Brittany rupanya mengikuti jejak mereka, terutama sang Ayah untuk menjadi ahli bedah jantung juga.

Dibanding Jessica dan Erica, Brittany lebih sederhana. Tetapi, jelas pintar dan bisa diandalkan. Ia juga dikenal sebagai gadis yang ramah dan menyenangkan. Christine tahu betul soal itu karena Brittanny adalah teman bermain golf-nya. Christine pikir kali ini ia akan berhasil. Bisa jadi, andai Preston tidak terlanjur ill feel. Pria itu rupanya merasa kurang sreg diatur-atur oleh Neneknya. Namun, bersikap frontal bukan gayanya. Cukup bersikap datar saat Nenek mengenalkannya pada Brittany di pesta pernikahan anak temannya.

Christine Bailey kecewa. Ia tidak menyangka Preston tidak seantusias perkiraannya. Padahal berharap kali ini ia benar. Walau begitu Christne tak ingin menghentikan usahanya. Setiap kali berjumpa ia selalu menyelipkan nama gadis itu di tengah-tengah obrolan. Siapa dirinya, apa profesinya, bagaimana sifatnya, seperti apa keluarganya, dan beragam hal menarik lain yang dikira Christine akan menarik hati sang cucu. Sebaliknya, semakin Christine menceritakannya, semakin Preston bosan. Ia bahkan berpikir bagaimana caranya membuat Nenek berhenti mencampuri urusannya yang satu ini.

Lalu tawaran untuk mengelola peternakan milik Neneknya di Ashland datang. Semenjak Kakek tiada, perempuan berusia 77 tahun itu merasa kewalahan mengurus peternakan yang terletak di Highway 66. Tempat dimana kakeknya mengembangbiakkan sapi-sapi pedaging dengan kualitas terbaik, sekaligus menjadikannya jujugan bagi orang-orang yang ingin berwisata sembari merasakan kehidupan di peternakan atau hanya berkemah dan melakukan kegiatan bersama keluarga saat libur panjang atau akhir pekan.

MAGALI Where stories live. Discover now