"Assalamu'alaikum"

Ucapan salam itu semakin menguatkan pada apa yang Mika dengar. Hentakan langkah kaki yang terdengar  terasa semakin dekat menuju kearahnya.

Betapa kagetnya gadis itu saat mengetahui siapa yang datang.

"Kamu? Wa..wa'alaikumusalam"

Lelaki yang menghampiri Mika itu tersenyum simpul. Entah ada angin apa sehingga membuatnya menghampiri gadis  yang tengah termenung di atas dermaga itu.

"Saya minta maaf"

"Heh, Ma..maksud kamu?" Mika tak mengerti dengan apa yang dikatakan lelaki itu barusan.

"Saya minta maaf sama kamu karena sudah membuat kamu kecewa" ujar lelaki itu memperjelas

"Astagfirullah..maaf saya harus pergi"

"Saya Harap kamu mengerti Mika"
Teriak lelaki itu melihat Mika yang telah jauh meninggalkannya.

"Astagfirullah.." Kalimat terakhir yang diucapkan seorang lelaki di dalam mimpinya itu membuat Mika sontak terbangun.
Jam menunjukkan pukul tiga pagi, ia beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi.

Selepas mengambil wudhu Mika pun menggelarkan sajadahnya lalu memulai sholat Malamnya.

Sebenarnya sudah sangat lama Gadis itu terus saja bermimpi hal yang sama terus menerus. Bahkan sebelum ia pindah ke Gorontalo ia sudah memimpikan itu.

Tapi tetap saja sesering apapun itu, ia tetap tak bisa mengenali dengan jelas siapa orang yang terus saja ada dalam mimpinya. Ia juga tak mengerti apa maksud dari pernyataan lelaki di dalam mimpinya itu.

Kata orang, jika kita telah memimpikan hal yang sama sudah lebih dari tiga kali maka itu berarti suatu pertanda. Tapi itu hanya kata orang bukan?

Seseorang yang di dalam mimpinya itu mengandung suatu pertanda atau Ilham dan  Wahyu, hal itu hanyalah orang-orang pilihan Allah SWT sajalah yang dapat mengalaminya, seperti para Nabi dan Rasul.

Sedangkan kita? Kita hanyalah Manusia biasa. Dan arti mimpi kita itu hanyalah sebatas bunga tidur belaka yang datang hanya untuk menarik perhatian kita tanpa ada manfaat banyak untuk kita.

Usai melaksanakan Sholat subuh, Mika, Akira, dan Fatimah, mereka langsung menuju dapur menghampiri Dinar dan Bu Zarah yang tengah menyiapkan sarapan.
Mereka ikut mengambil andil di dalamnya. Mulai dari memotong bahan-bahan yang di perlukan sampai ikut membalik-balikan telur dadar dengan porsi jumbo itu dan  menyajikannya di atas meja makan saat semuanya telah selesai.

Jihad dan Rasyid yang baru saja pulang dari masjid itu pun langsung bergabung dengan mereka ikut menyantap sarapan.

Suasana saat dan hingga selesai makan sangatlah senyap. Hanya suara dentingan sendok yang terdengar karena Khodijah yang biasanya membuat ramai, saat ini ia masih terlelap.

Gadis kecil itu, sudah menjadi kebiasaannya setelah perjalanan jauh ia pasti akan lebih banyak berada di alam bawah sadar di bandingkan sebaliknya.

Selepas sarapan Rasyid, Bu Zarah, serta ketiga santriwati itu, mereka langsung pergi ke pasar.

Sebenarnya Rasyid sendiri ia tak ingin ikut. Tapi apa boleh buat jika sang ibu telah berkehendak, maka tak akan ada penolakan.

Hari ini menjadi pengalaman pertama untuk Mika karena bisa merasakan serta menikmati indah suasana di desa Pohuwato tempat villa keluarga Rasyid berpijak.

Nyatanya di desa memang lebih indah dari pada di kota yang memiliki banyak polusi dimana-mana. Sedangkan di kota terasa lebih menakjubkan bagi penduduk desa, karena memilik banyak fasilitas serta lebih di perhatikan oleh negara.

Tapi untuk seorang Mika bagaimana pun itu, ia tetap menyukai suasana desa karena lebih tentram dan sunyi. Ya Mika memang tidak menyukai suasana yang terlalu bising dan ramai. Tapi berkat adanya Kaisha serta Fatimah ia jadi mulai terbiasa dengan kebisingan.

Mobil milik Rasyid baru saja memasuki pasar tradisional yang ada di desa itu, lalu ia memarkirkannya di tanah lapang yang ada. Sepanjang jalan banyak para pencari nafkah, yang tengah sibuk melayani pembeli serta orang-orang yang lewat untuk singgah di tempat mereka.

Layaknya seorang gaet, Bu Zarah memimpin Rasyid serta ketiga santri itu, mencari apa yang mereka perlukan untuk malam nanti.

"Dek kamu mau tempe kan?" Tanya Bu Zarah pada anaknya itu sembari membolak-balikan tempe berbungkuskan daun pisang dan Rasyid ia hanya mengangguk mengiyakan.

Di sisi lain...

"Mik ustadz Rasyid suka tempe ya?" Bisik Fatimah

"Hmmm?

"Selain tempe ustadz Rasyid suka apa lagi?" Melihat ketertarikan Fatimah yang sangat jelas itu, Mika hanya menggeleng tak tau.

Sudah hampir dua jam mereka berkeliling di pasar, akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang setelah semua yang di perlukan telah di temukan.




















Tetangga Idaman Hingga Jannah Where stories live. Discover now