#31

153 8 0
                                    

Devano terlihat uring-uringan saat baru menyelesaikan meeting hari pertamanya. Ia menelpon Diana tanpa henti, tapi tak satupun yang di angkat. Begitupun dengan puluhan chat yang ia kirim, jangankan dibalas untuk sekedar dibaca pun,tidak. Termasuk kai dan hana, mereka juga seperti hilang bak ditelan bumi.

"Aaarrghh... Aku memang suami dan calon ayah yang buruk" Devano terduduk disofa dan mengacak rambut nya.

Stela menghampiri Devano sambil tersenyum manis lalu mendudukan dirinya tepat disebelah Devano. "Ada apa Dev? Meeting hari pertama lancar, kau tak senang?"tanya Stela seraya mengusap pundak Devano dengan gerakan sensual.

Devano sadar itu dan memilih menggeser duduknya untuk memberi jarak, dan Stela tak suka itu. "Aku senang kok, tapi akan lebih senang jika ada Diana disini"Devano menatap langit yang mulai menjingga.

"Sial. Selalu saja seperti ini. Diana, Diana, Diana. Apa diotaknya hanya ada si wanita rendahan itu? Cih, menyebalkan sekali".

Stela mengulum senyum tipis "Tenanglah, tinggal dua hari lagi, lalu setelah itu kau bisa berkumpul lagi dengannya" Devano hanya mengangguk pelan.

Dan berkat kecerdasan Stela, entah bagaimana obrolan mereka teralih pada saat mereka masih SMP dulu. Stela yang bercerita sambil diselingi dengan tawa yang anggun dan indah, mampu mengalihkan pikiran Devano dari Diana. Saat Devano kembali ke kamar hotel dan berencana untuk mandi, Ponselnya menyala. Tanda ada chat baru yang masuk. Dengan segera ia melihatnya, dan senyumannya melebar.

My Blue Fairy :
"Dev, aku kesepian _–"

Tanpa menunggu lagi ia langsung menghubungi istrinya via video call. Menunggu sebentar, sampai akhirnya layar ponselnya menampilkan wajah cemberut sang istri.

"Oh astaga, jangan membuat ku jadi ingin cepat pulang baby"Devano sedikit menahan tawanya, pasalnya sangat jarang bahkan hampir tak pernah melihat ekspresi Diana yang satu ini. Cemberut lucu hingga pipinya mengembang.

"Baguslah jika begitu. Oya, maaf juga yah karna aku mengabaikan semua telpon dan chat mu. Sejujurnya aku masih kesal padamu, tau"terdengar jelas suara merajuk dari mulut Diana.

"Hmm.. Tapi tadi kau yang tiba-tiba chat dan mengatakan kesepian, padaku"Devano sedikit menggoda.

"Yak! Itu memang benar. Rumah ini begitu besar, dan aku hanya sendiri. Bagaimana jika rumah ini dimasuki rampok dan aku disakiti lalu dibunuh, apa kau.. "

"Hentikan itu"Devano sedikit berteriak "Hey, tenanglah baby. Rumah kita itu,rumah pintar. Kau pikir aku tak memikirkan hal buruk yang kau sebutkan tadi? Bahkan aku sudah membuat rumah itu aman seminggu sebelum kita menikah dulu" ujar Devano sambil menyisir rambutnya kebelakang menggunakan jari.

Diana melihat itu. "Apa kau melakukan itu disana?"tanya Diana berubah heboh.

Devano bingung "Hem? Melakukan apa?"tanyanya.

"Itu yang tadi. Menyibakkan rambutmu kebelakang. Yak! Apa kau tau? Itu membuat kau semakin tampan sekaligus sexy, mustahil wanita tak menyukai itu. Kecuali jika dia tak normal"suara Diana meninggi.

Devano tertawa kencang hingga berguling diatas kasur hotel. "Apa kau baru saja mengakui jika aku tampan dan sexy,baby?" Devano menaik turunkan alis matanya.

"Kau... Hey, kau belum jawab pertanyaan ku tadi. Apa kau melakukan nya?"diana gugup.

"Itu tadi refleks Diana. Jika ada wanita lain selain dirimu yang melihat itu, artinya itu hanya sebuah ketidak sengajaan, oke"

Diana hanya diam. Tiba-tiba matanya memerah dan ia pun menangis. Devano panik. "Baby. Kau kenapa? Apa kau sakit? Hey, katakan"

Diana menggeleng "Aku tak bisa tidur, padahal waktu disini sudah lewat tengah malam"

Obsessed Or Love (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang