Banyak wanita di lingkungan mereka iri padanya. Pekerjaan Isaura sebagai pengasuh tuan muda itu dapat memberikan peluang bagi Thalia untuk berinteraksi dengan Elois. Meski rasa gugup dan canggung selalu berhasil wanita itu tutupi dengan sikapnya yang sarkas juga dingin. Ia tetap takut debaran jantungnya terdengar hingga keluar.

"Thalia, kosongkan jadwalmu. Kau harus menemani Elois dalam perjalanan bisnis ke Venesia dan bantu dia sebisamu. Jangan menyusahkannya!"

"Venesia? Aku?"

"Dia meminta ibu ikut untuk membantu kebutuhannya, namun ibu yakin bahwa pendidikanmu jauh lebih berguna jika ikut bersamanya daripada terus berada di sini. Kau bisa belajar banyak darinya. Ingat, jangan macam-macam!"

"Serius? Aku pergi?"

"Kenapa? Kau tampak senang sekali. Jangan bilang kalau kau menyukai Mr. Lynford muda itu?"

Thalia ingat bagaimana wajahnya merona ketika sang ibu mampu membaca isi hatinya yang bahagia bukan main karena mendapatkan kesempatan pergi keluar negeri bersama lelaki impiannya. Semuanya terasa manis sebelum ibunya menarik napas dan berpesan singkat sebelum keluar dari kamarnya kemarin malam.

"Jangan main-main, Thalia. Dia adalah Lynford muda. Ingat pesan ibu, untuk memintamu belajar. Bukan bermain."

Mengingat pesan itu membuatnya menghela napas lalu menggelengkan kepala untuk mengusir bayangan tersebut. Ibunya benar. Ia sedang berhadapan dengan Elois Lynford, bukan seorang pria dari sembarang tempat atau temannya semasa kuliah. Bukan juga lelaki yang mudah ia temui dipersimpangan jalan. Dengan kata lain, Elois adalah kasus yang spesial.

Ia pun kembali melanjutkan aktivitas menjemur pakaian yang sempat tertunda dan memikirkan sekiranya barang-barang apa saja yang akan ia bawa pergi ke Venesia.

__

Chris memutar bola matanya dengan jengah, bagaimana tidak?

Yang akan melakukan perjalanan ke Venesia adalah dirinya, tapi lihatlah siapa yang sejak pagi sibuk berkeliling membacakan tulisan dalam daftar panjang di kertas putih yang lebih mirik struk belanja dari pada catatan biasa.

"Gaun, topeng, lalu..."

"Bagaimana kalau kau saja yang pergi?" ketus Chris akhirnya ketika kesabarannya habis karena demi Tuhan, Archer benar-benar cerewet. Mengalahkan ibunya dan kekasihnya yang sedang berduet di dapur menyiapkan kue kering berbahan dasar susu dan keju favorit Chris. Archer yang meminta keduanya menyiapkan hal itu dengan alasan Chris mungkin akan merindukan New York.

"Kau tahu kan pekerjaanku sangat banyak di sini? Paman Brian tidak akan membiarkan permatanya pergi begitu saja hanya untuk sebuah pesta dansa topeng."

Chris sampai tidak bisa lagi membayangkan sosok Archer yang dulu ia kenal. Penyendiri. Anti sosial. Hanya mau berada di sekeliling Elois. Chris bersumpah bahwa ia pernah nyaris sangat ingin menendang bokong sepupunya itu dari sisi Elois. Mereka menempel nyaris dua puluh empat jam dalam satu hari, bahkan mereka tidur di kamar yang sama. Dengan single bed  tentunya.

Sekarang? Lihatlah!

"Kau kerasukan ya?" tanya Chris jengah.

Archer mengangkat sebelah alis matanya, "Kau mau aku kesetanan dan berubah menjadi tidak waras?"

"Sikapmu ini. Ah, tidak bisa kuucapkan hanya dengan kata-kata."

"Ini namanya kemajuan."

"Kalau semenyebalkan ini, namanya kemunduran."

Archer menghiraukan ucapan Chris dan sibuk menatap satu per satu barang bawaan sepupu wanitanya itu. Bahkan ia mengeluarkan sebuah gaun berwarna hijau neon yang menurutnya mengerikan.

"Kau akan membawa ini?"

"Tentu!"

"Warna itu sangat mengerikan, Chris."

"Apapun yang kupakai, aku akan tetap terlihat cantik. Jadi, biarkan itu di sana atau aku akan memotong jemarimu!" ancam Chris yang sekarang memasukkan perlengkapan make upnya ke dalam sebuah pouch.

Archer tersenyum tipis lalu membiarkan gaun itu jatuh ke dalam koper Chris dengan cara yang berantakan. Membuat Chris mengeram dan bersiap melontarkan sumpah serapah di dalam kepalanya. Tinggal bersama Archer memang membuat rumahnya menjadi lebih riuh tapi dengan cara yang menyebalkan.

"Aku hanya ingin kau tampil lebih menakjubkan."

Kalimat pendek itu membuat Chris menolehkan kepalanya dengan alis berkerut. Tidak biasanya Archer mengatakan hal semacam itu dengan nada penuh perhatian. Kemudian sebuah pikiran terlintas di dalam kepalanya, "Kau menjodohkanku dengan Edgard? Si casanova itu?"

Archer langsung bergidik ngeri ketika ia bisa merasakan aura membunuh yang gelap dan ketara di sekeliling sepupu cantiknya itu.

"Aku tidak separah itu, Christina."

"Lalu apa maksudmu?"

"Bagaimana kalau kuberitahu tentang cinta pertamamu?"

Kali ini Archer mengerling nakal sambil mengukir sebuah senyuman tipis. Sementara dahi Chris berkerut selama beberapa saat, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Archer mengenai cinta pertama sampai akhirnya sebuah nama terlintas dalam kepalanya.

"Jangan bercanda, Archie!" Tekan Chris yang langsung memasukkan peralatan riasnya dengan asal karena pikirannya sekarang sudah melayang kemana-mana.

"Hei, aku serius sister! Makanya jangan tampil lusuh ya. Dari foto-foto yang kudapat, dia tumbuh menjadi seorang pria yang memesona. Ah~ aku yakin dia akan menjadi pusat perhatian saat pesta nanti," kali ini Archer bicara sambil menerawang ke udara kosong.

Awalnya Archer mengira bahwa ia akan mendengar teriakan histeris kebahagiaan saudarinya itu. Namun tidak ada yang terjadi selama beberapa saat sampai akhirnya lelaki itu menghentikan aksi menggodanya dan menatap sepupunya lamat-lamat.

Chris seolah membeku di tempatnya berdiri. Ia diam selama beberapa saat sebelum akhirnya ada air mata mentes di kedua pipi putih pucat itu secara mengejutkan. Membuat Archer langsung bergerak dari tempatnya dan mendekati Christina.

"Hei, kenapa menangis?" Tanyanya lembut.

"Entahlah. Aku merasa aneh. Aku takut."

Pengakuan Chris membuat Archer merasa bersalah. Ia mengulurkan tangannya untuk meraih tubuh ramping itu ke dalam pelukkannya yang dibalas erat oleh Chris.

Bagaimana pun, perasaan ditolak dari masalalu masih membekas jelas dalam ingatannya bahkan ketika ia memberikan apa yang paling berharga baginya, lelaki itu tetap berbalik pergi meninggalkannya. Tetap menganggapnya hanya sebagai seorang adik yang patut dilindungi. Ia membenci perasaan yang mungkin hanya ia miliki seorang diri.

Ia membenci dirinya yang tampak bodoh karena cinta.

"Christina, tenanglah. Kau sudah melakukan yang terbaik sampai sejauh ini. Aku percaya kau bisa melakukan dan mendapatkan apapun yang kau inginkan," bisik Archer lembut sambil menepuk-nepuk punggung Chritina yang masih berada dalam pelukkannya.

Chris mengangguk pelan kemudian membisikkan kata terima kasih berulangkali.

Ia tidak membutuhkan sosok kakak. Karena ia sudah memiliki Archer yang selalu berpihak padanya. Yang Chris butuhkan adalah sosok pria yang sialnya menjadi impian setiap wanita.

Apakah kali ini aku akan bisa?

Bersambung...

Yihaaaaaa!!! Yang kepo kapan Mask cetak? Cusss ramaikan Instagram penerbitnya yosss~~ dan masukkin Mask ke dalam library kalian supaya gak ketinggalan update.

Masqeurade (Hiatus)Where stories live. Discover now