23. Note

347 49 19
                                    

Thalia melirik bosnya yang sejak kembali dari pesta tampak lebih pendiam dari biasanya. Dia sebenarnya sangat ingin menegur Elois namun rasa segan masih menyelimuti dirinya. Bagaimana pun, dia tidak bisa bertindak sesuka hati seolah mereka adalah sepasang teman dekat. Jadi, yang bisa dia lakukan adalah memberi perhatian dari kejauhan sampai akhirnya Elois mengangkat pandangannya dari layar tablet PC.

"Ada apa? Apa ada yang ingin kau katakan?" tanya Elois sambil menatap Thalia.

Wanita itu terkejut, namun segera menguasai dirinya sambil mengukir sebuah senyuman canggung sambil menjawab, "Tidak. Hanya beberapa berkas urgent harus segera ditandatangani."

Elois melirik setumpuk berkas yang ada di sisi kanan mejanya. 

Thalia ikut melirik ke arah yang sama sambil diam-diam memainkan jemarinya dengan canggung.

"Kamu bisa mengurutkannya berdasarkan prioritas?" tanya Elois lagi.

"Ah, tentu. Akan kulakukan."

Thalia segera bergerak dengan cepat dan berdiri di samping Elois, sengaja memilih untuk tetap memilah berkas di meja panjang tersebut agar lebih mudah dalam berinteraksi. Melihat Thalia yang cekatan membuka-buka berkas sambil menjelaskan secara singkat isinya dan bahkan wanita itu sudah menandai detail-detail penting dengan kertas berwarna, Elois sedikit membungkuk untuk membuka laci meja dan mengambil kacamata bacanya.

"Yang ini?"

"Iya, ini mengenai kerja sama pembangunan gedung pencakar langit di New York."

"New York? Kenapa bisa ada di sini? Bagaimana dengan Paman Stevan?"

"Ini untuk jaringan bisnis baru The Lexus."

"Oh, baiklah. Hunian mewah?"

"Benar."

Karena keluarga Sebastian adalah rekanan lama, tidak banyak yang perlu diperiksa sehingga Elois segera membubuhi tandatangannya setelah mengecek beberapa hal penting seperti hak dan kewajiban juga kerugian pembatalan perjanjian. Dan untungnya Thalia bertindak cukup cerdas sehingga mempermudah pekerjaan Elois.

Setelah menandatangani beberapa berkas lagi, akhirnya Thalia merapikan file-file itu lalu membawanya keluar dari ruangan.

Setelah memastikan Thalia sudah benar-benar keluar dari ruangan tersebut, Elois melepaskan kacamatanya lalu meraih ponsel di atas meja dan mencari kontak nama ibunya di sana. Dia pun beranjak dari kursi tersebut lalu berdiri di depan dinding kaca yang langsung menyajikan pemandangan kota. Dia melirik jam tangannya sambil menunggu nada sambung.

Perbedaan waktu antara Venesia dan New York adalah 6 jam. Saat ini adalah pukul 2 siang, maka di New York baru pukul 8 malam. Setelah menunggu beberapa saat lagi, akhirnya panggilannya diterima oleh sang ibu.

[Hello El! I miss you, dear~]

Mendengar suara ibunya di seberang sana seolah seperti siraman hangat untuk hatinya. Dia telah beberapa bulan menetap di Venesia dan untuk menghubungi keluarganya di New York bahkan bisa dihitung dengan jari.

"Miss you too, mom," jawabnya sambil mengukir sebuah senyuman tipis.

[Ada apa? Jangan katakan bahwa kamu merindukan rumah?] tawa tipis terdengar dari seberang sana.

"Siapa yang tidak rindu dengan keluarganya yang begitu jauh?" balas Elois.

[Oh, bayi ku sudah besar. Dan bagaimana pestanya?]

"Semuanya berjalan dengan baik," jawab Elois pelan sambil kembali teringat tentang pertemuannya dengan Christina.

Yah... sebagian besar baik-baik saja kecuali mereka.

[Hm? Baiklah. Aku tidak akan bertanya banyak. Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan?]

Elois terdiam sejenak, memandang keluar dalam diam. Memang dia selalu tampak seperti kaca jika berhadapan dengan wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

"Ini tentang ayah dan perusahaan."

Mendengar pernyataan itu, sekarang giliran Mikaela yang terdiam sebelum akhirnya Elois mendengar tarikan napas di ujung sana dan dia bisa tahu bahwa ada hal yang tidak mereka inginkan telah terjadi.

**

Christina tahu tindakan dan ucapan Elois dalam pesta adalah sebuah tanda akhir. Dia selalu tahu, kakak sepupunya itu selalu ingin mengakhiri segala apapun yang terjadi di antara mereka.

Sayangnya, Christina mewarisi sifat paling buruk dari Stevan. Keras kepala. Dan dia terlalu banyak bergaul dengan Casandra dibanding ibunya sendiri, Evanna.

Bagi Christina, permasalahan karena hubungan persepupuan ini bukanlah hal yang masuk akal. Bahkan di luar sana banyak orang yang mencintai dan menikahi kerabatnya sendiri. Tapi, Elois selalu bersikeras dengan keputusannya dan sebagai seorang pewaris tunggal Lynford, maka semua yang dia pikirkan dan putuskan selalu adalah sebuah kebenaran.

Dengan kata lain, Elois sama keras kepala dan egoisnya dengan Christina.

"Apakah menurutmu semuanya sepadan dengan sikapmu yang terus mengejar dia kesana-kemari sementara dia terus menolakmu dan banyak pria yang rela mengantri untukmu?"

Pertanyaan Amber kembali terngiang dalam kepalanya. Tapi, lagi-lagi Christina memiliki pemikirannya sendiri. Para pria yang mengantri hanya memanfaatkan kedudukannya sebagai seorang putri pebisnis. Dan di dunia ini tidak mudah untuk mempercayai seseorang.

Meskipun dia merasa harga dirinya seolah diinjak berkali-kali, selain rasa sedih, anehnya Christina tidak pernah ingin menyerah. Dia percaya suatu hari nanti Elois akan menyadari keberadaan dan menghargai perasaannya. Tapi, pertanyaannya adalah kapan hal itu akan terjadi?

Christina beranjak dari tempat tidur, menggeser tubuhnya untuk duduk di tepian dan menatap laci nakas di samping tempat tidurnya sejenak sebelum akhirnya mengulurkan tangan dan mengeluarkan sebuah robekan kertas di sana.

Sobekan dari sebuah catatan.

...mungkinkah ini yang dinamakan cinta? Tapi, anehnya aku tidak bisa merasakan dan membedakannya. Jadi, ini apa?...

Lalu dia meraih sobekan lainnya.

...ibuku selalu memintaku mencatat. Tapi sebagian besar yang bisa kupikirkan adalah Chris...

Dia menatap kedua sobekan kertas itu sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan mengembalikannya dengan hati-hati ke dalam laci. Itu adalah carikan kertas dari catatan yang dia temukan di kamar Elois semasa mereka kuliah dulu.

Secarik catatan yang membuatnya berani mengambil langkah lebih jauh. Hal yang selalu dia yakini hingga membuatnya enggan untuk menyerah.

Satu kata "ibu" memang pernah menjadi pertimbangan baginya tapi dia tahu bahwa tante Mikaela adalah seorang yang beretika. Meski itu berhubungan putranya sendiri, selama Elois tidak meminta maka dia tidak akan ikut campur. Ada beberapa prinsip keluarga tua yang harus dihormati.

Tapi, apakah pertanyaan ini selamanya tidak akan memiliki jawaban?

Christina terdiam sejenak untuk memikirkan sesuatu. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi seseorang.

"Halo, Thalia?" Sapanya pada orang di seberang sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Masqeurade (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang