Nerd Girl's feeling - 30 - Kesadaran akan cinta

Start from the beginning
                                    

Sophia bisa mencium aroma tubuh Axel dari jarak sedekat itu. Namun, ada rasa yang berbeda menusuknya saat ini. Tak ada debar bahagia, justru kengerian akan tatapan mata hijau emerald setajam belati dan napas pendek penuh amarah.

"Listen to me!"

Sophia bisa merasakan embusan napas hangat Axel mengenai wajahnya. Wajah tampan itu mendekat ke arah Sophia yang kini berjarak hanya beberapa senti saja. Bahkan hidung mereka kini hampir bersentuhan.

"Selama ini aku pikir kau masih punya harga diri." Tak ada senyum sinis, tapi setiap penekanan kata membuat bulu roma Sophia berdiri. "Ternyata kau tak lebih baik dari sampah."

Sophia berang. Ia berontak dan menarik tangan kanannya ke atas bersiap untuk menampar Axel.

Dengan gerakan yang halus serta efisien, Axel mendorong Sophia menjauh, tepat ketika ayunan tangan itu mulai diluncurkan. Sophia pun tak mampu mengenai Axel dan hanya menampar angin.

"You!!!"

Axel menyunggingkan senyum mematikan.

"Semua orang di sini juga tahu kelakuan perempuan penggoda itu!" Sophia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan beberapa video hasil intaiannya ketika Aria bersama Ji Wook.

Mata Axel menyipit. Ia bisa merasakan rahangnya mengeras. Sesuatu kini meremas hatinya kuat-kuat saat melihat Aria bisa tertawa begitu lepas di samping Ji Wook. Tawa yang tak pernah bisa dilihat saat bersama gadis itu.

"Tinggal menekan satu tombol, video-video ini akan tersebar di grup kelas. Aku bisa jamin tidak akan sampai satu menit akan tersebar di setiap story teman-teman." Sophia berujar ketus. "Jangan berani mengancamku Axel! Kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan!"

Axel menelengkan kepala sedikit. Iris hijau itu kali ini bergerak dari sudut kanan ke sudut kiri. Mengamati setiap murid yang tampak tengah menikmati keributan di antara keduanya.

Pemuda itu menarik napas dan berjalan mendekati Sophia.

"Good boy!" Sophia merasa berada di atas angin. "Kau akan tetap menuruti perintahku agar Aria tak perlu dikeluarkan, bukan?"

Axel membelai rambut Sophia dan bergerak ke belakang leher jenjangnya. Pemuda itu tiba-tiba menghentikan belaiannya dan mencengkeram erat di sana. Sophia menengadah mengikuti gaya tarik yang terasa di tengkuknya.

Bibir tipis pemuda itu bergerak mendekat ke telinga Sophia seraya berbisik, "I really hate to do this. Namun, jika terpaksa, aku tak segan menggunakan nama keluarga Davis untuk menghancurkanmu."

Jeda yang diberikan Axel membuat sekujur bulu roma Sophia berdiri.

"Ah tidak, bukan hanya kau," ralat pemuda itu dengan lebih santai. "Namun, aku akan menghancurkan seluruh keluargamu. Ah, bukankah ayahmu...." Axel kembali menurunkan suaranya hingga terdengar begitu mematikan di telinga Sophia.

Gadis itu merasakan dunianya menggelap. Bisikan terakhir Axel meruntuhkan semua kepercayaan dirinya. Pemuda ini monster! Dia tak segan menghalalkan berbagai cara untuk menghancurkannya. Bagaimana dia tahu kelemahan ayahnya? Ia tak seharusnya bermain-main dengan iblis sekejam ini.

Tiba-tiba gadis itu merasakan tubuhnya didorong ke belakang.

"Listen to me, you morons!" Axel berseru ke sekeliling. "Kalau ada yang berani mengusik Aria, kalian akan berhadapan denganku!"

Sophia membeku di tempatnya. Tanpa sadar tetes demi tetes air mata jatuh ke pipi seiring langkah Axel yang kini meninggalkannya untuk selamanya.

 Tanpa sadar tetes demi tetes air mata jatuh ke pipi seiring langkah Axel yang kini meninggalkannya untuk selamanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aria terduduk di atas kloset dalam kesendirian. Ruangan berukuran 2 x 2 meter itu sangat bersih dan nyaman. Aroma kopi segar selalu dipancarkan setiap dua menit sekali melalui pengharum ruangan otomatis. Gadis itu menyusut ingusnya yang ikut mengalir seiring air mata yang tumpah.

Ia mempertanyakan kenapa Sophia begitu tega menuduhnya seperti itu? Ia justru sangat ingin menjauh dari Axel, tapi pemuda itu selalu mengekornya. Memang Aria akui, ada sesuatu dari diri Axel yang membuatnya tertarik. Sesuatu yang sama dengan apa yang ia miliki. Namun, apa?

"Come on Aria! Lo nggak boleh baper terus! Lo harus kuat!" ucapnya sembari bangkit keluar bilik setelah puas menangisi semua yang baru saja ia alami.

Di depan kaca, Aria melihat wajah dengan mata sembab dan memerah. Meski berkali ia membasuhnya dengan air, tapi tak juga memperbaiki keadaan.

"Goblok banget sih lo pake nangis segala. Ngapain harus nangis karena ular jelek busuk bau menyan kayak Sophia?!" Satu tarikan napas panjang Aria kembali menarik bibirnya ke atas.

Aria mengangkat kepalanya ke atas. "Terserah Axel mau sama Sophia, kek, bukan urusan gue!" Tiba-tiba dadanya terasa nyeri. Membayangkan Axel bersama Sophia ternyata membuat gemuruh itu hadir lagi.

"Aria lo kenapa, sih?" Aria masih marah pada dirinya sendiri di kaca. "Udah! Segera keluar dari sini, karena lo bisa ketinggalan jam pelajaran pertama."

Gadis itu pun memantapkan hatinya dan bergerak ke luar area kamar mandi. Saat itulah langkahnya terhenti.

"Are you ok?" Suara rendah dan penuh perhatian terdengar.

"Ji Wook?"

Pemuda itu mengangsurkan tangannya dan Aria dengan ragu menyambutnya. Keduanya berjalan bergandengan hingga ke taman belakang. Ji Wook mengajak Aria duduk. Tak dipedulikan Aria yang protes karena takut kalau ia ketinggalan jam pelajaran pertama.

"Aku ketua Komite Murid. Aku bisa membuat alasan agar kau tidak perlu masuk kelas sekali ini. Ini masalah mendesak. Lagipula kurasa, kau pun tidak akan bisa berkonsentrasi di kelas, bukan?"

Aria mengakui hal itu. Akhirnya ia pasrah dan duduk tenang di samping Ji Wook.

Semilir angin pagi terasa menyejukkan. Namun, pikiran Aria ternyata tak jua bisa tenang.

"Bagaimana keadaanmu?"

"I'm fine."

Ji wook menghela napas. Tak ada yang baik dari tatapan kosong dari wajah sesayu senja. Bahkan beberapa kali helaan napas membuktikan ada beban berat yang masih mengganjal.

Pemuda itu merengkuh tangan Aria dan meremasnya kuat, tapi lembut. "Kau tahu kalau aku akan selalu di sisimu?"

Aria menatap mata Ji Wook lekat-lekat. Mata cokelat teduh itu biasanya selalu berhasil menenangkan hatinya. Namun, kenapa hari ini rasa sakit itu tetap ada?

"Thank you...." gadis itu bergumam lirih.

"Lalu apa lagi yang masih mengganggu pikiranmu?"

Aria tak yakin harus menjawab apa. Ia sendiri masih tak yakin pada perasaannya sendiri.

Sementara Ji Wook mengamati reaksi lawan bicaranya yang masih terlihat gundah. Pikiran gadis itu sama sekali tidak fokus. Sesuatu tak enak menyergap batinnya.

"Apa kau mencintai Axel?"

Dunia Aria tiba-tiba terasa berguncang.

Dunia Aria tiba-tiba terasa berguncang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

13 Maret 2019

Hidup itu ... perjuangan. 

Hidup itu ... prioritas.

Kala kami tak mampu menempatkan TEEN PROJECT di prioritas atas, bukan kami mengabaikannya, tapi kami memang sedang memiliki prioritas lainnya.

TRILIUNAN terima kasih buat kalian yang bersabar, mendoakan, dan tidak terus mendesak kami untuk update.

Shirei persembahkan bab ini untuk kalian yang seperti itu.

Tetap dukung kami hingga TAMAT tersematkan, yaaa!

END Posessive Bad Boy and My Nerd Fangirl x Dunia Remaja Tanpa BatasanWhere stories live. Discover now