SoH - 19. Krisis

449 39 0
                                    

Cahaya jingga yang menembus kaca perlahan menghilang. Sang mentari tenggelam di balik cakrawala dengan damai. Pertanda malam telah terjaga dan kembali menaungi jiwa-jiwa yang bersiap untuk istirahat.

Seperti biasanya pada malam hari di musim gugur, suasana menjadi lebih sunyi. Terutama pada gedung-gedung pencakar langit yang di siang hari menjadi tempat aktivitas perkantoran.

Hari semakin larut, secara bergantian lampu-lampu yang bertebaran dimatikan. Menambah kesunyian yang ada.

Orang-orang mulai menghentikan segala aktivitas dan bersiap mengistirahatkan raga yang lelah untuk menyambut hari esok.

Namun, seorang jiwa tampaknya tidak berniat menyerahkan dirinya untuk beristirahat di bawah naungan sang malam.

Ia terduduk di kursinya, dengan posisi yang sama dari saat temannya memutuskan pergi dengan terburu-buru dan meninggalkan dirinya dengan sederet pertanyaaan.

Keindahan mata birunya ketika cahaya menerpa masih sama. Seperti es bening di suhu terendah bumi, langit biru tercerah di pegunungan, dan safir yang berkilau dengan anggun namun tampak kesepian.

Perhatiannya teralihkan ketika ponselnya berdering. Layar ponsel itu menampilkan pemberitahuan sebuah pesan baru dari Raka.

Maaf aku bertingkah aneh tadi siang. Tenang saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lanjutkan.

Lama ditatapnya pesan tersebut sebelum ia meletakkan kembali ponselnya.

Pesan itu sedikit menjernihkan perang yang sedari tadi berkecamuk dalam benaknya. Sang pemilik netra biru itu kini memfokuskan perhatiannya pada monitor komputernya.

Ia mengetikkan sesuatu---sebuah surel---dan tersenyum puas begitu selesai. Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang panjang dan menyesakkan, ia hampir tiba di tujuan.

Ia mengecek ulang surel tersebut.

Lampiran : Lengkap ✓
Penerima : William Frederick Laniana ✓
pengirim : Ryu Isaiah ✓

Sempurna, kata Ryu dalam hati.

Setelah itu ia menekan tombol send dan menyandarkan punggung ke kursi.

Ketika memejamkan mata, ia masih melihat bayang-bayang Freya meski dalam mata tertutup. Lagi-lagi hatinya terasa nyeri. Selalu begitu. Setiap Ryu mendekati pembalasannya pada William, bayangan Freya yang penuh kesedihan akan terus menghantuinya.

Apakah itu sebuah peringatan dari alam bawah sadarnya? Karena dirinya berusaha melanggar janjinya pada Freya pada akhir pembalasan dendam.

Tidak ingin suasana hatinya memburuk karena bayangan gilanya, Ryu membiarkan kegelapan memeluknya dan tenggelam jauh di dalam.

Tinggal sedikit lagi, dan selesai.

---**---

Drrttt, bunyi getaran ponsel.

"Ada apa?" tanya seorang pria. Sekilas, nada suaranya terdengar menenangkan, namun pria yang satunya lagi tahu jenis manusia macam apa pria itu. Dan sifat-sifat baik tidak pernah tertulis dalam wataknya.

"Kurasa bocah Isaiah itu tidak punya pekerjaan sampai mengirimiku surel di tengah malam ..." jawab William seraya membaca surel tersebut.

Sebenarnya, William enggan membaca surel dari manusia sinting satu itu, namun firasatnya mengatakan ia harus melakukannya. Mata gioknya mulai menelurusi setiap kata dengan teliti. Dibacanya dengan saksama tanpa melewatkan detail kecil sekalipun. Dan benar saja firasatnya, ekspresi wajah William yang semula terlihat meremehkan berubah dratis seiring mendekati akhir isi surel itu.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now