19. Bukan Orang Baru

40.4K 2.1K 23
                                    

•Selamat Reading!•
.
.

Esok harinya Kalea berkemas untuk pulang, karena hari inilah Kalea dan Akala diizinkan untuk meninggalkan klinik. Dibantu Aliya dan Ibunda Kalea, kini semua pun selesai. Sesambil bercakap mengenai Kalea yang ingin tinggal bersama dengan Ibunya, serta alasan apa yang membuat Kalea tak pernah menghubungi Ibunya.

"Aku suka mimpi aneh, Mas Dirga mau mengajak rujuk tapi dengan syarat jika lahir anak perempuan aku diceraikan dan anak-anak yang merawat itu Mas Dirga. Kalau laki-laki dia mau mempertahankan," kata Kalea sembari merapikan perlengkapan Akala dibantu Aliya Sementara Ibunya itu menggendong Akala.

"Itu hanya mimpi, Kalea. Mimpi itu hanya bunga tidur, mimpi juga bisa datang dari Allah, jin dan dari kita sendiri." jelas Ibu Farida.

"Tapi aku takut, Mama. Mimpi itu seperti nyata dan aku nggak mau itu sampai terjadi." balas Kalea yang kini sudah selesai membereskan perlengkapannya.

"Tapi nyatanya? Anak kamu laki-laki, kan?" cerocos Aliya yang tiba-tiba ikut nimbrung.

"Kamu nggak tau, Aliya. Pas aku USG kemarin, Dokter nggak bilang jenis kelaminnnya apa karena tertutup. Lagian, Mas Dirga nggak pernah menganggap anaknya. Jadi untuk apa aku terus memaksa dia untuk mengakuinya," sahut Kalea mulai sebal.

"Aku milih tinggal ke rumah Aliya karena Mas Dirga nggak bakal tau kalau aku di sana, kalau di rumah Mama udah pasti ketahuan aku kabur. Ya, walaupun nggak mungkin banget Mas Dirga mau repot-repot cari wanita murahan." Kalea tersenyum kecut di akhir kalimatnya.

Terkadang merasa rindu, tapi juga bencinya pun menggebu. Masih cinta tapi juga menahan lara. Sakitnya terasa bekasnya tiada. Perihnya mengaduh wujudnya tak tampak utuh. Ini gila dan tak berlogika.

"Sebaiknya kita lanjutkan pembicaraan ini di rumah," kata Ibunya Kalea sembari keluar ruangan untuk membayar administrasi.

"Bawain," kata Kalea memerintah Aliya seenak jidat.

"Pffts," Aliya menggembungkan pipinya dan menerima perintahan Kalea. Lalu mereka pun keluar ruangan untuk mengikuti jejak sang Ibu. Dengan Kalea yang menggandeng tangan Ayya.

°^°

Akhirnya mereka para wanita yang berbeda dekade itu pun tiba di rumah--tempat Ibu Sarah. Eh, lupa ada anggota baru di sana.. Si mungil, Akala--bayi kecil yang tampan nan menggemaskan.

Ibunya Kalea sudah meletakkan Akala di kamar yang akan di tempati Kalea nanti. Ayya menenami di sana, menjaga adik barunya.

"Jadi gimana?" tanya Ibu Kalea langsung tanpa mempersilahkan Kalea untuk duduk terlebih dahulu atau minum.

"Mama,"

"Apa! Mama itu lama-lama geregetan ya sama kamu, bisa nggak sih semuanya itu dipikirkan dulu. Jangan asal ambil kesimpulan sendiri," Kalea terdiam langsung mendengar perkataan Ibunya yang dilanda amarah karena dirinya. "Udah dewasa punya dua anak harusnya lebih paham, ngerti."

'Ini kan gara-gara Mas Dirga juga, jadi janda dua anak. Masih muda lagi,' batin Kalea berkata.

"Diem aja, paham nggak?" Kalea tersentak kaget mendengarnya. Jika berurusan dengan sang Ibu riwayatnya selesai sudah. Karena Ayah Kalea sudah meninggal tiga tahun silam. Jadi tak ada yang membelanya lagi.

"Iya Mama," ujar Kalea pasrah. Malas menanggapi sebenarnya.

"Terus kamu bikin aktanya gimana?" tanya sang Ibu.

Ah, Kalea melupakan soal itu. Jika Dirga tak menganggap anaknya, cara seperti apa yang membuat Kalea bisa membuat surat kelahiran tersebut. Kalea bukan gadis korban pemerkosaan, tidak mungkin baginya untuk mencari Ayah anaknya. Orang sudah jelas Ayah dari Akala, Dirgantara namanya.

R E P E A T | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang