6. De Javu

40.1K 2.4K 28
                                    

Memang terkadang masalalu itu membuat kita merindu
.
.
.

Beberepa hari kemudian, Kalea dan Ibunya berbaikan bahkan kini mereka sering berbincang-bincang mengenai Kalea yang merasa kehamilannya kali ini berbeda, tidak mual juga tidak mengidam. Kalea malah seperti orang biasa saja, tak ada rasa malas pun saat melakukan aktivitasnya. Tidak seperti pada waktu hamil Ayya, terkesan manja--labil--sensitif.

Saat ini Kalea sedang menyuapi Ayya yang lagi-lagi menelepon Ayahnya. Kalea belajar bersabar, karena kuotanya harus terus berkurang dengan cepat. Sebab, Ayya tak mau telepon dengan Ayahnya menggunakan ponsel Kalea yang biasa--yang hanya bisa digunakan untuk SMS dan telepon saja. Sudah pintar, dia. Pikir Kalea.

"Pake telur, Bunda." pinta Ayya saat Ibunya hendak menyuapkan nasi. Kalea segera memenuhi permintaan Ayya lalu menyuapkan kembali yang kali ini langsung diterima.

Setelah beberapa kali suapan, Kalea pun menolaknya. Namun Kalea mencoba memaksanya lagi. "Tinggal dikit, abisin dong.. Kasian nasinya nanti nangis."

"Nggak mau, Bunda." Kalea menghela napasnya, sabar.

"Bunda minta ponselnya." Kalea menengadahkan tangannya ke arah Ayya.

"Nggak boleh." Ayya langsung menghindarkan ponsel Kalea agar tak dijangkau oleh Ibunya itu. Memegangnya erat.

"Jangan dipaksa," ujar Dirga dari balik layar yang suaranya bisa didengar oleh Kalea yang langsung menggeram; sebal. Suaranya yang tegas terkesan tak bisa dibantah. Kalea pun menyuapkan pada mulutnya sendiri dengan perasaan gereget. Hanya tiga suapan tersisa--yang dimakan Kalea.

Kalimat yang dilontarkan Dirga untuk Kalea itu yang pertama kali setelah mereka resmi bercerai.

"Abis ini bobok, Ayya." kata Kalea memberitahu sebelum ia bangkit dari duduknya untuk membawa piringnya yang kotor ke wastafel.

Lalu tak lama Kalea kembali lagi ke hadapan Ayya dan mengajaknya untuk tidur siang. Namun Ayya menolak, malah memanggil neneknya--mengadu.

"Ayo bobok!" ajak Kalea mengulurkan jari telunjuknya agar digandeng Ayya.

"Nggak mau." Ayya tak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Membuat Kalea kali ini tak ingin bersikap sabar lagi, Kalea langsung merebut ponselnya. Dan membuat Ayya merengek.

"Ibu Eyang, Bunda jahat!" teriaknya mengadu pada sang nenek yang dipanggilnya Ibu Eyang.

Kalea terkekeh. "Ibu lagi ikut arisan."

"Daddy." Ayya merengek manja memanggil Ayahnya. Langsung saja Kalea yang memegang ponselnya itu, ia goyang-goyangkan. Mengejek Ayya yang kini menangis.

"Alayya," Kalea menghadapkan ponselnya ke arah Ayya agar bisa dilihatnya. "Bobok dulu sama Bunda, nanti Daddy telepon lagi."

"Nggak mau."

Kalea mendekati Ayya. "Ayo sayang, anak Bunda. Bobok dulu ya, nanti Bunda ajak jalan-jalan." Kalea bertutur kata dengan sangat lembut untuk mengambil hati Ayya. Ia tak ingin kalah dengan Dirga.

"Bunda," panggil Ayya dengan mengulurkan tangannya. Kalea langsung mematikan sambungan video call-nya tanpa permisi, tak peduli jika itu mantan suaminya. Karena fokus Kalea adalah Ayya.

"Iya."

Kalea merasa seperti babysitter yang sedang mengasuh anak manja dari seorang duda. Dan dia hanya bisa menurut dan pasrah ketika Ayah dari anak tersebut menyuruhnya.

Sementara dilain tempat, Dirga tampak mengumpat atas tindakan Kalea barusan.

Sial!!

Tiba-tiba suara lain mengenterupsi, Dirga menoleh. Ibunya itu membawa toples berisi kripik kentang dan jus yang diletakkannya di meja.

R E P E A T | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang