Part 7 ~•~ Luka hati

91 28 27
                                    

~•~

Hari ini mungkin ia gagal bertemu Oliv, banyak hal di benaknya menghadirkan pertanyaan-pertanyaan kecil tentang kehidupan keluarga Arthur.

Papanya tipikal orang tua yang humoris, harusnya Oliv betah di rumahnya.

Alea menatap tiket konser The Cygnus yang terletak di nakasnya. Mungkin sore ini ia akan datang ke konser itu dan meninggalkan jadwal lesnya. Hanya hari ini.

°°°

Matanya mengerjap pelan ketika melihat seorang gadis dengan headphone di telinganya memasuki pekarangan rumah Arthur.

Alea yang baru saja keluar dari pintu rumahnya langsung mempercepat jalannya agar dapat melihat jelas orang itu. Iya yakin itu Oliv.

"Hei!" Teriak Alea sekeras mungkin, berharap suaranya melebihi musik yang didengar Oliv.

Benar saja Oliv menghentikan langkahnya, dan menengok kebelakang, lalu melepaskan headphone dan disampirkan pada lehernya.

Alea menghampirinya, ia tidak mungkin salah bahwa ini adik dari Arthur.

Mengingat cerita tentang Oliv yang cuek, keras kepala dan kadang sering kabur kaburan sangat pas sekali dengan style anak ini yang terlihat tomboy.

"Pura-pura gak kenal kali ya," batin Alea.

"Orang baru ya disini?" tanyanya seramah mungkin. Oliv hanya memperhatikan postur tubuh Alea yang tingginya melebihi Oliv.

"Alea. Kamu siapa?" Alea mengulurkan tangannya. Sejujurnya ia tidak terbiasa bersikap humble begini.

Oliv menyunggingkan senyumannya, membalas uluran tangan Alea.

"Oliv."

Alea binggung harus memulai pembicaraan apa lagi, mereka baru kenal dan Alea tidak bisa pura-pura sok akrab seperti ini.

"Kamu, kelas berapa?" tanya Oliv, tidak ada kesan dingin dan tidak ada senyum.

"11," jawab Alea.

"Berarti aku panggil kamu Kakak."

"Gimana kamu aja mau panggil apa," sahut Alea.

"Aku pulang dulu ya Kak," pamit Oliv, Alea hanya mengangguk.

Ada rasa hangat dalam hati Oliv, di sekolahnya ia tidak memiliki teman karena sikapnya yang tidak disukai teman-temannya. Rumahnya ia rasa bukan tempat untuk pulang jika ia tidak ingat Arthur yang memaksanya.

"Oliv! Dari mana saja kau ini? Papa kira ada di kamar" tanya Papa ketika Oliv masuk kedalam rumahnya.

Papa langsung bangun dari duduknya dan menghampiri Oliv.

"Sudah makan?" lagi. Papa bertanya dengan nada lembut namun Oliv tak mengindahkan pertanyaan sang Papa, ia langsung bergegas menuju kamarnya dan membanting pintu.

Mamanya pergi meninggalkannya karena Papa, Oliv jadi benci Papa.

Seiring berjalannya waktu dengan keputusan Mama untuk tidak tinggal bersama lagi dengannya, tak ada perjuangan sedikitpun untuk kembali menjadi keluarga utuh.

Baik Mama atau Papa keduanya tidak ada yang peduli padanya juga Arthur.

Oliv membenci keluarganya sendiri. Mereka tidak ada yang memperjuangkan kebahagiaannya, pribadi Oliv yang keras membuatnya tidak memiliki teman.

Pertemuannya tadi dengan Alea membuat Oliv cukup senang walaupun ia tidak mengekspresikannya. Setidaknya masih ada orang yang mencoba berkenalan dengannya, ia harap Alea dapat berteman dengannya, juga alasannya agar betah tinggal di rumah barunya.

°°°

"Gimana Al?"

Alea menghentikan langkahnya mendadak saat suara Arthur terdengar disampingnya.

"Gimana apanya?" tanya Alea mengerutkan dahinya.

"Oliv," katanya penuh harap.

Alea melanjutkan langkahnya menuju koridor IPS sambil mengingat kejadian dua hari yang lalu, Arthur mengikutinya.

"Gue rasa dia kurang nyaman sama gue," sahut Alea.

"Dia pasti nyaman kok lama-kelamaan."

"Gue gak janji."

Percakapan mereka terhenti saat gadis berkacamata berjalan tepat didepannya.

"Stella, tolong jangan salah pa-

Perkataannya terpotong.

"Gak perlu pedulikan gue Al," jawab Stella. Ia tersenyum paksa sebelum meninggalkan Alea yang menampakan ekspresi paniknya.

"Tapi-

"Al! Karena ini salah gue jadi biar gue aja yang bicara sama Stella."

Alea menutup matanya sejenak.

'Bukan tentang jarak tapi hati' batin Alea.

Memori Alea berputar pada kejadian beberapa tahun kebelakang, yang membuatnya dengan Stella perang dingin.

Davian. Cowok dingin dan berkacamata serta gaya rambut yang sengaja terlihat urakan namun masih menarik lawan jenisnya untuk melirik kearahnya, penampilan yang sama persis seperti Stella.

"Gue suka sama lo, Davian," ujar Stella dengan keberaniannya, ia menunduk takut.

"Gue sukanya sama Alea," jawabnya tanpa mempedulikan Stella.

Stella membuang napasnya kesal, hingga ia melihat Alea yang tak jauh dari mereka dengan tatapan merasa bersalah pada Stella.

"Stella-" panggil Alea tertahan, pemilik nama itu langsung pergi meninggalkan Alea juga Davian yang mematung ditempat.

"Gue juga suka sama lo Dav! Tapi ada hati yang harus dijaga. Stella teman gue bagaimanapun juga dia tetap teman gue"

~•~

Love is Delayed ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang