Zwei(2) Part 2

26 2 0
                                    


Elle

"Ich nach hause!(22)"

Aku menutup pintu dan melangkah masuk, meletakkan tas diatas sofa berwarna olive di ruang tengah yang biasanya selalu menjadi tempat favorit Kakek untuk menonton National Geographic Wild. Tetapi, aku tidak menemukan sosoknya hari ini. Saat mengarah ke dapur, aku disambut dengan aroma gula, kayu manis, dan vanilla.

Disana ada Nenek yang mengenakan celemek dan tengah berkutat dengan mangkuk-mangkuk besar, pengaduk kayu, tepung, dan panci yang mengepulkan uap.

"Nenek sedang apa?" Tanyaku saat mengampirinya. Melihat kehadiranku, ia tersenyum lebar hingga menampilkan kerutan-kerutan diwajahnya. Nenek mengelap tangannya sebelum memeluk dan mencium pipiku. Hal yang menjadi kebiasaannya. "Kau sudah pulang sayangku? Apa tugasnya sudah selesai?"

Aku memang baru pulang pagi ini setelah semalam menginap di rumah Sandra untuk mengerjakan kuis take home yang dikerjakan berkelompok.

"Terselesaikan dengan baik Nek." Sahutku dengan membalas pelukan dan memberikan kecupan di keningnya.

"Syukurlah kalau begitu. Walaupun kau menginap di apartemen Sandra, tetap saja aku mengkhawatirkanmu. Apa kau sudah sarapan?"

Aku tak lantas menjawab, melainkan terus memeluk Nenek. Mendekap tubuhnya yang mulai ringkih namun memiliki kehangatan. Aku beruntung memilikinya.

"Sudah, kami membuat Wiener Schnitzel(23) dan salad kentang." Aku melepas pelukanku dan kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling dapur. "Nenek sedang membuat apa?"

Nenek meraih mangkuk berisi pasta kacang merah lalu memasukkannya ke dalam paping bag sebelum mengedipkan sebelah matanya padaku. "Kau bisa menebaknya?"

Keningku mengerut, memasang raut serius, mencoba menebak-nebak, dan pada akhirnya aku mengangkat tangan tanda menyerah. Nenek tertawa geli melihatku yang menyerah bagaikan pasukan lawan yang tertangkap basah di tempat persembunyian.

"Yatsuhashi."

Aku hanya 'ber-ohh' tanda sudah mengerti. Yatsuhashi adalah panganan asal Kyoto yang dulunya biasa disajikan sebagai hidangan penutup untuk para Kaisar. Yatsuhashi sendiri merupakan perpaduan antara kulit yang teksturnya mirip seperti kue mochi dengan tambahan bubuk kayu manis dan diberi isi berupa pasta kacang merah lalu dilipat hingga membentuk segitiga, dan ditaburi sedikit tepung agar tidak lengket.

Nenek dulu pernah tinggal di Jepang selama beberapa tahun. Itulah yang membuatnya mahir membuat beberapa panganan asal negeri Kaisar Meiji itu. Nenek membuatnya benar-benar sesuai dengan resep aslinya tanpa pernah memodifikasi dengan alasan menurutnya rasa yang autentik itu jauh lebih lezat.

"Kalau begitu aku pesan sepuluh Yatsuhashi ya, karena sudah dapat dipastikan rasanya enak sekali!" Aku menampilkan kesepuluh jemariku dengan wajah berbinar-binar.

"Terima kasih untuk pujiannya anak manis, hmmm boleh saja, tetapi kali ini tidak gratis ya." Sahut Nenek yang tiba-tiba berubah menjadi misterius.

Aku berkacak pinggang dan berpura-pura mendengus sebal. "Apa? Tidak gratis? Lalu berapa nominal yang harus kukeluarkan untuk membayar pesanannya Nek?"

"Bayarannya bukan dengan uang." balas Nenek yang kini sibuk mengangkat lembaran kulit kenyal dari dalam panci.

Aku menunggu kata-kata Nenek selanjutnya seraya merecokinya dengan mengaduk-aduk sisa bubuk kayu manis dalam mangkuk plastik.

"Melainkan kau harus menemani Nenek berbelanja nanti sore. Bagaimana? Tawaran yang bagus bukan untuk sepuluh buah Yatsuhashi?"

"Astaga! kukira Nenek akan meminta sesuatu yang rumit ternyata hanya minta ditemani pergi ke pasar." Aku tergelak sendiri dengan permintaan Nenek.

DITERBITKAN DALAM VERSI E-BOOK OLEH BHUANA ILMU POPULER Where stories live. Discover now