AXEL
"Lalu, bagaimana cara Kakak menjelaskan kejadian kemarin pada Nasha?"
"Bilang aja kalau Gladis itu teman Sean yang suka sama Kakak," jawab Sean tanpa beban.
"Kamu pikir dia akan percaya begitu saja?"
"Ya ampun, Kak. Saat wanita sedang cemburu, mereka nggak butuh penjelasan apapun."
"Maksud kamu?"
Sean menggeram. Aku mengerutkan kening saat dia mengepalkan kedua tangan di hadapanku dengan gemas. Dia membuatku bingung dengan sikapnya itu.
"Udah lah, Kak. Apapun yang akan Kakak jelaskan pada Kak Nasha itu nggak terlalu penting. Karena dia nggak bakal memercayai Kakak. Dia itu sedang cemburu, jadi segala hal yang Kakak sampaikan pasti akan dianggap salah."
"Jadi, maksud kamu, Kakak tidak perlu menjelaskan apapun pada Nasha?"
"Ya ... itu bisa jadi, tapi kalau Kak Nasha terlihat penasaran, Kakak bilang saja seperti yang Sean katakan tadi," pesan Sean.
Aku menghela napas dan mengangguk setuju. Sepertinya sekarang aku harus memercayakan masa depanku pada Sean. Dia tidak mungkin menjebakku, bukan?
"Sudahlah, Kak. Kakak terlalu banyak berpikir. Bukankah tadi Kakak bilang merindukan Ares atau ... ," Sean menyeringai, "merindukan mamanya Ares?"
Aku menatap tajam Sean yang tersenyum puas. Entah apa maksud senyumannya kali ini. Dia jadi lebih berani menggodaku setelah memberikan bantuan kecil di kafe kemarin. Kalau tahu akan begini, lebih baik aku tidak menerima saran darinya. Sangat menyebalkan!
Tanpa mengatakan sesuatu lagi, aku melangkah meninggalkan Sean. Aku menulikan telinga saat mendengarkan berbagai kalimat yang meluncur dari mulutnya. Apa anak itu tidak bisa diam sebentar saja?
"Jangan terlalu lama berpikir, Kak."
"Wanita itu tidak butuh kata-kata manis yang penuh janji, mereka lebih suka bukti nyata."
"Jangan terlalu gengsi buat mengakui cinta. Nanti Kakak pasti menyesal."
"Kakak dengar? Jangan sia-siakan pengorbanan Sean kemarin."
"Kakak tenang saja. Sean akan menyelesaikan urusan kantor hari ini. Jadi, Kakak santai saja di rumah Kak Nasha. Tidak usah terburu-buru."
"Sean tunggu kabar gembiranya, ya."
Aku mengangkat tangan tanpa menoleh pada Sean. Kalau aku berbalik, dia pasti akan semakin menggodaku. Aku tidak tahu dia punya banyak stok godaan seperti itu. Tapi, setidaknya dia telah membantu untuk membuka hati Nasha, meskipun belum tentu dugaanku itu benar.
Mengutip kata-kata Sean 'Jangan terlalu lama berpikir', aku berjalan cepat meninggalkan kantor. Aku harus bertemu Nasha secepatnya untuk memastikan dugaanku. Semoga saja dia tidak mengabaikanku.
🌻🌻🌻
Aku berdiri di depan pintu apartemen Nasha beberapa menit. Tanganku ragu untuk menyentuh bel. Bagaimana reaksi Nasha melihat kedatanganku pagi ini? Apakah dia masih memikirkan kejadian di kafe kemarin?
"Mas Axel tidak mau masuk?" Aku sedikit terkejut dengan kemunculan Tina. Kedua tangannya membawa kantong besar berwarna putih.
"Ini belum waktunya belanja," kataku tanpa menjawab pertanyaan Tina. Aku tahu pasti kapan Nasha harus menambah stok barangnya. Lagipula, Nasha biasanya ikut saat berbelanja. Beberapa kali aku bahkan mengantarnya.
Tina tampak bingung untuk menjawab. Dia menatapku sejenak, lalu berdeham. "Ini camilan untuk Mbak Nasha."
"Sebanyak itu?" tanyaku tak percaya. Nasha termasuk orang yang jarang memakan camilan, kecuali jika dia sedang bad mood atau tertekan karena terlalu banyak pekerjaan. "Dia sedang banyak pekerjaan?"
ESTÁS LEYENDO
HUBBIY (Kala Rasa Tiba) ^^==^^ (SELESAI)
EspiritualAxel tak pernah menyangka akan mengalami kejadian yang mampu merubah dunianya. Dia jatuh cinta pada wanita yang mencintai pria lain. Baginya, Nasha adalah cinta pandangan pertama. Sementara bagi Nasha, Axel hanya Sang Penolong. Mampukah Axel membuat...
