NASHA
Ini hadiah spesial dariku buat Mbak Nasha. Insyaallah bisa bermanfaat. Kalau Mbak sudah memakainya, jangan lupa untuk menghubungiku, ya.
Salam ukhuwah.
Almira Nafisha
Aku tersenyum membaca surat dari Almira. Saat aku akan meninggalkan rumah sakit, seorang suster memberikan bingkisan padaku. Sebenarnya aku sedikit penasaran mengapa Almira tidak langsung memberikannya padaku. Tapi setelah dipikirkan lagi, pasti saat itu dia masih bingung dengan hubungan kami. Mungkin dia tidak ingin terlalu mencampuri urusanku.
Perhatianku beralih pada setumpuk kain yang tersusun rapi di atas tempat tidur. Ini bukan pertama kalinya aku membuka hadiah dari Almira. Tapi rasanya masih sama seperti saat pertama kali aku membuka. Aku tidak tahu apa tujuan Almira memberiku gamis dan jilbab. Padahal dia tahu aku tidaj berhijab. Mungkinkah dia ingin aku berhijrah?
Semenjak menerima hadiah spesial itu, aku mulai bercermin dan bertanya-tanya. Siapkah aku untuk berubah? Bisakah Allah memaafkanku jika aku lebih mendekatkan diri pada-Nya? Masihkah Allah bersedia menyayangiku? Berbagai pertanyaan berkecamuk di benakku.
Kemudian, diam-diam aku mulai mengikuti pengajian yang diadakan di masjid depan apartemen. Meski tidak rutin, tapi aku mulai mengerti alasan Almira memberiku busana muslimah. Dia ingin menjagaku, seperti kata ustazah waktu itu.
"Berhijab itu kewajiban setiap muslimah. Tidak perlu menunggu kesiapan berjilbab dengan memperbaiki diri dulu. Sebaiknya, gunakanlah hijab untuk mulai memperbaiki akhlak kita."
"Hijab itu bukan hanya hiasan. Jadi, jangan memakainya saat kita mau saja. Istikamahlah dalam menutup aurat."
"Ingat, dibalik setiap kewajiban, Allah selalu menyiapkan manfaat luar biasa. Begitu juga dengan berhijab. Wanita akan lebih terjaga ketika menggunakan pakaian yang tertutup. Orang akan lebih menjaga mata dan menghormati kita. Jadi, jangan takut untuk berjilbab."
"Yakinkan diri jika kita ingin berhijrah dan mendekat kepada Allah. Kuatkan niat kita. Insyaallah, semua akan dimudahkan oleh Allah."
Jujur saja, aku pernah memakai jilbab beberapa kali. Ketika Ibu mengajak pergi pengajian atau ketika lebaran tiba. Tapi hanya begitu saja. Aku tidak pernah benar-benar ingin berhijab. Toh, aku selalu berpakaian sopan. Ya ... sesekali memang menggunakan dress yang sedikit terbuka. Tapi itu kan jarang sekali.
Aku melirik Ares yang masih terlelap di samping hadiah Almira, lalu berbisik, "Bagaimana pendapatmu, Sayang? Apa kamu pikir Mama siap untuk berhijrah?"
Ares menggerakkan kedua tangan sejenak. Aku tersenyum melihat reaksinya. Respons Ares selalu membuatku senang. Seolah dia memang menyadari keberadaanku di dekatnya. Meski lahir prematur, Ares termasuk bayi yang sehat. Aku masih rutin membawa Ares ke rumah sakit untuk mengetahui perkembangannya. Axel juga mendukung dan meluangkan waktu untuk mengantar kami.
Mengingat pria itu membuatku senang sekaligus sedih. Senang karena ada yang memperhatikanku dan Ares. Axel hampir setiap hari menyempatkan datang ke apartemenku. Terkadang dia membawa beberapa berkas dan mengerjakan di tempatku sambil memandangi wajah terlelap Ares.
"Saya lebih bersemangat ketika bersama Ares. Saya lebih nyaman berada di dekatnya seperti ini. Tolong, jangan minta saya pergi," katanya ketika aku menyuruhkan pergi agar bisa lebih berkonsentrasi.
Kalau Axel sudah berkata begitu, bagaimana mungkin aku tega melarangnya. Dia itu pria keras kepala. Aku sudah bilang jika bisa mengurus Area sendiri, tapi dia bersikeras jika Ares juga anaknya.
Itulah yang membuatku sedih. Ares sudah bersama dengan orang tuanya, tapi kami tidak bisa bersatu. Aku bukannya tidak sadar kalau Axel berusaha menarik perhatianku. Tapi hatiku terlalu lama mencintai Alfa. Aku tidak bisa begitu saja menerima Axel, sementara hatiku menolak. Aku tidak ingin menyakiti orang sebaik Axel.
BINABASA MO ANG
HUBBIY (Kala Rasa Tiba) ^^==^^ (SELESAI)
SpiritualAxel tak pernah menyangka akan mengalami kejadian yang mampu merubah dunianya. Dia jatuh cinta pada wanita yang mencintai pria lain. Baginya, Nasha adalah cinta pandangan pertama. Sementara bagi Nasha, Axel hanya Sang Penolong. Mampukah Axel membuat...
