Part. 3: Hijrah

Beginne am Anfang
                                        

Axel bisa mendapatkan wanita yang lebih baik daripada diriku. Aku tidak bisa mengikatnya hanya karena tanggung jawab kepada Ares. Bagaimana jika setelah kami bersama, dia menyadari hatinya bukan untukku? Lalu, dia memilih untuk pergi. Itu adalah bayangan yang mengerikan. Aku tidak mau melayang tinggi, kemudian jatuh ke jurang yang dalam. Aku belum siap tersakiti lagi karena cinta.

Rasanya memang tidak adil menyuruh Axel pergi dari hidup Ares. Aku tahu dia sangat menyayangi anak kami. Dia tidak merasa canggung saat harus membersihkan ompol atau pup Ares. Padahal aku sendiri kadang masih bergidik ketika melakukannya.

Senyum Axel selalu tulus selama berinteraksi dengan Ares. Dia akan betah berlama-lama mendengar ocehan Ares yang tidak jelas. Bahkan sesekali menanggapinya dengan candaan atau pertanyaan yang membuat pria itu tersenyum. Ketulusan itulah yang memaksaku untuk menerima kehadirannya sebagai ayah Ares.

Aku sadar jika Ares memang membutuhkan Axel. Pernah suatu hari Ares rewel saat kami baru saja memeriksa keadaannya  di rumah sakit. Dokter tidak mengatakan ada yang salah saat pemeriksaan tadi, lalu mengapa Ares tidak berhenti menangis. Aku sangat panik dan tanpa sadar menghubungi Axel.

Axel tiba beberapa saat setelah aku meneleponnya. Begitu melihat Ares, dia langsung menggendong anak kami. Kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya? Ares diam seketika. Bayi kecilku itu bahkan tidur dalam gendongan Axel. Bukankah itu aneh? Aku ibunya. Akulah yang berjuang mengandungnya. Mengapa dia malah dekat dengan Axel?

Aku menghela napas dengan berat. Masalah Axel selalu menguras tenaga lahir dan batin. Aku juga sudah terbiasa dengan kehadirannya. Kadang aku terkejut saat menyadari kekecewaanku ketika dia tidak muncul. Aku merasa gelisah dan ingin bertemu. Dia biasa muncul, jadi wajar jika aku merasa kehilangan, kan?

Gerakan Ares kembali menyadarkanku. Aku mengelus kaki mungilnya agar dia tidur nyenyak lagi. Lalu, aku meraih gamis dan jilbab pemberian Almira. Setelah menggumamkan niat dengan khusyuk, aku melangkah ke depan cermin.

Kugunakan gamis krem polos itu. Sedikit longgar, tapi nyaman di tubuhku. Tanganku bergerak untuk mengikat rambut dan mulai memakai jilbab dengan hati-hati. Hijab segi empat itu sempurna menutup rambutku. Aku menahan napas melihat bayangan di cermin. Kugerakkan kepala ke kanan dan kiri. Ini sangat menyenangkan. Setelah hari ini, aku akan menetapkan hati untuk berhijrah.

Ya, Allah. Mudahkanlah jalanku dan jagalah keistikamahanku. Amin.

🌻🌻🌻

"Assalamualaikum," sapaku pada Almira. Wanita itu melebarkan mata begitu melihat penampilan baruku. Dia bahkan tidak menjawab salamku. "Almira, jawab salamku."

"Eh, waalaikumsalam," jawabnya seraya tersenyum malu. "Maaf. Habis Mbak Nasha ngagetin. Mbak beneran berhijab sekarang? Sejak kapan?"

"Sejak hari ini. Terima kasih sudah memberiku hadiah yang sangat spesial," ucapku tulus. Almira mengangguk. "Maaf, ya. Aku masih belum siap memakai gamis, jadi aku pakai ini dulu." Saat ini aku memang menggunakan tunik krem yang serasi dengan jilbabnya dan celana kain berwarna cokelat muda.

"Ini sudah sangat bagus, Mbak. Semoga istikamah, ya."

"Amin."

"Siapa, Al?" Aku mendengar suara Alfa. Anehnya, aku tidak berdebar seperti biasa. Almira menoleh ke arah kanan sambil tersenyum.

"Mbak Nasha," jawab Almira, lalu wajah Alfa muncul di layar handphone-ku. Aku melambai padanya.

"Hai, Sha. Kamu pakai jilbab sekarang?"

Aku mengangguk. "Berusaha untuk memperbaiki diri."

"Alhamdulillah. Ares baik-baik saja, kan?"

HUBBIY (Kala Rasa Tiba) ^^==^^ (SELESAI)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt