BAGIAN 21

101K 8.3K 105
                                    

Riyonal siap menghantui hari-harimuuu❤❤

Jangan lupa komen dan votee


- PROTECTOR -

[ The Fact - 23 ]

NORMAL POV

Satu hari penuh di lalui Riyonal di dalam ruang introgasi. Tanpa menerima nutrisi sedikitpun. Bukannya tak diberi makan, Ia hanya terlalu muak pada makanan yang disediakan untuknya. Pikirannya dipenuhi oleh Xenata. Ntah, mengapa ada perasaan tidak enak yang menyerbu dirinya.

Puluhan pengawal menjemput Riyonal, yang baru saja dinyatakan tak bersalah. Ia menuntut pencemaran nama palsu pada awak kapal. Namun, Riyonal tak terlalu memusingkan hal itu. Toh, Ia akan segera menghabisi pengkhianat tersebut.

Ia melangkahkan kaki, masuk ke dalam mobil. Tiga mobil yang terlebih dahulu ada didepannya. Di isi oleh bawahan Riyonal. Dan tiga mobil yang membututi mobilnya. Penjagaan ketat diperlukan. Mengingat begitu banyak wartawan yang mengejar-ngejar dirinya mencari dan mengolek informasi sebanyak mungkin. Hidup dan privasi Riyonal sangat sulit di dapatkan. Satu kalimat yang keluar dari mulutnya. Bisa menjadi ribuan kalimat tambahan dari wartawan. Dan Riyonal membenci hal itu.

"Reksa dimana?" Tanya Riyonal pada sang supir. Supir menunduk hormat sebelum menjawab.

"Pak Reksa ada di mansion Anda, Tuan."

"Bagaimana dengan Wanitaku? Sudah bangun atau masih tertidur?"

"Soal itu..."

- oOo -

Riyonal berjalan secepat mungkin. Memasuki mansion megah miliknya. Puluhan pelayan menunduk hormat menyambut kedatangannya. Mata Riyonal menatap marah. Tak percaya pada apa yang terjadi.

Reksa terpaku di tempatnya. Rahang bawah Riyonal mengeras, Ia menghempaskan tubuh Reksa hingga membentur dinding. Membuka paksa pintu kamar miliknya.

Benar.

Kekasihnya

Hidupnya

Dan Jiwanya

Menghilang.

"Maafkan Saya, Tuan" Ucap Reksa.

"MAAF? KAU PIKIR ITU AKAN CUKUP?! DIMANA XENATA KU?"

Riyonal tak bisa mengontrol emosi yang meledak dalam dirinya.

"Tuan Bennedict.."

Riyonal paham betul apa maksud perkataan Reksa. Sial, Riyonal takkan memberi ampun pada mereka. Ia beranjak, melangkahkan kaki. Menarik laci salah satu lemari. Mengambil pistol dan peluru mematikan.

"Kurasa, sebaiknya perban Anda diganti terlebih dahulu, Tuan."

Riyonal tertawa remeh, disituasi seperti ini? Mana mungkin, Ia tak tahu apa yang akan di lewati Xenata di tempat membahayakan keluarga Bennedict. Lalu, berpikir dirinya akan mengganti perban? Lucu sekali.

Ia menodongkan pistol tersebut tepat di pelipis Reksa. Menatap tajam dan menusuk.

"Jangan harap Kau melewati hukumanmu setelah ini. Sudah berapa kali Aku memaafkanmu? Sudah berapa kali, Kau melakukan kesalahan sefatal ini?! Katakan padaku, berapa Bennedict membayarmu." Ucap sinis Riyonal. Terdengar menahan amarahnya.

Reksa menunduk hormat. Sungguh, tak ada niat dalam setiap tetesan darahnya pun untuk berkhianat dari Riyonal. Ia tahu konsekuensinya. Ia lebih mengenal Riyonal. Hanya saja, Ia ragu jika memberitahu masalah ini ketika Riyonal masih mendekam di dalam ruang introgasi. Ia tak bisa menjamin kehidupan para anggota kepolisian di dalam sana. Riyonal mengerikan jika telah menyangkut Xenata.

"Aku telah mencari dan menemukan denah mansion milik, Tuan Bennedict." Ujar Reksa. Mencoba bernegosiasi dengan Riyonal.

"Bawa Aku padanya." Titah Riyonal.


- oOo -

Ketukan berirama dari sepatu Riyonal menghantarkan keadaan mencekam di luar mansion Keluarga Bennedict. Ratusan pengawal keluarga tersebut tak mampu bergerak seinchipun. Bagai terhipnotis aura kelam Riyonal. Aura gelap dan mencekat, membuat siapapun tunduk dibawah kuasa pria jantan tersebut. Tatapan menusuk yang menghujam jantung, bibir Riyonal mencetak senyum menyeringai.

Pengawal dipersiapkan sebanyak ini untuk menghalau dirinya. Namun, tak ada satupun yang berani dari mereka melawan pria tersebut.

"Reksa, tembak." Satu perintah meluncur bebas dari mulut Riyonal. Reksa mengangguk patuh. Diarahkan nya pistol yang Ia genggam pada salah satu penjaga. Memilih acak dan membidik tepat di kepala. Hingga, detik berikutnya. Penjaga tersebut tergeletak tak bernyawa di lantai kasar. Menambah ketakutan siapapun yang menyaksikannya. Bentuk peringatan Riyonal memang tak main-main.

- oOo -


Xenata tersadar dari tidurnya. Kelopak mata dan bibirnya tak mampu digerakkan. Ia menebak dengan pasti, mata dan bibirnya dikunci oleh kain kecil yang terikat di belakang kepalanya. Ia merintih, mencoba berteriak. Namun, tenggorokannya terasa panas dan sakit.

"Tuan Putri sudah bangun, hm?"

Indra pendengaran Xenata menangkap suara asing. Ia tak mengenal suara ini. Seingatnya, terakhir kali. Ia tertidur di kamar Riyonal. Instingnya bergerak cepat. Mengatakan pada dirinya bahwa ini berbahaya. Xenata meringis, dagunya di cengkram paksa oleh pria itu. Ia bergetar ketakutan. Jauh dilubuk hatinya, berteriak mengharapkan kehadiran Riyonal. Merasa hanya pria itu yang mampu menolongnya saat ini.

"MHHPPH" Ujarnya bersusah payah"

"Kau, wanita brengsek! Harus tahu satu fakta"

Xenata menggeleng kuat.

"Karna Kau, Ayahku menjadi korban kebengisan Riyonalmu." Sambung pria itu berbisik tepat ditelinga Xenata.

"Mhhhh" Xenata berusaha melepaskan diri dari tali yang menjeratnya dibalik punggung.

"Riyonal membunuh, Ah tidak. Membantai kedua orangtuanya. Juga menghabisi nyawa Ayah dan Ibuku tanpa rasa bersalah. Priamu pembunuh. Dan itu semu karnamu."

Demi apapun, otak Xenata tak mampu mencerna ucapan pria ini. Terlalu berbelit dan membingungkan. Otak cemerlangnya tak bisa menerima informasi yang terkesan setengah-setengah.

"Kau sepertinya tak mengetahui apapun, Pejantan sekali Riyonal."

"Biar kuperjelas. Ferdiansyah, Ayahmu. Memutuskan kontrak kerja sama secara sepihak. Mengakibatkan kekacauan pada sistem saham keluarga, Kami. Kami harus menghentikan segalanya. Menjebak Ayahmu, hingga mengalami kecelakaan. Dan booom, rencana Kami berhasil. Namun, prediksi Kami sepenuhnya salah. Seminggu setelah kejadian itu. Riyonal menggila, membunuh Ayah dan Ibunya sendiri. Membunuh Ayahku. Memaksa Ibuku masuk ke dalam rumah sakit jiwa. Karena, melindungimu"

Xenata berharap semua itu hanya kebohongan semata. Ia menangis. Rasa menyesakkan merenggut dirinya. Merasa tak mengerti pada perasaanya yang mati-matian membela Riyonal.
Tapi, kenapa Riyonal membunuh kedua orangtuanya? Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Xenata.

"BUKA ATAU KALIAN AKAN MATI DITANGANKU!"

Suara itu, suara parau dan berat. Khas Riyonal, benar itu suara Riyonal.

"Kita lihat apa yang akan pangeranmu lakukan selanjutnya, untuk menyelamatkanmu." Ucap Bennedict tersenyum picik.

Tangannya terulur melepaskan kain penutup mata dari wajah Xenata.






T.B.C

Riyonallll datangggg

Saya harap kalian menikmati cerita ini.

PROTECTOR [ LENGKAP ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang