LLB; Sakit Mendalam Dan Kenyataan Lain [5]

8.4K 734 4
                                    

"Mbak?"

Kanaya mendapat telpon dari Fitri yang mengatakan kalau hasil lukisan tangan dirinya bisa di muat di perusahaan penerbitan Kanaya sebagai buku bergambar anak. 

Kanaya cukup senang mendengarnya, karena setelah berbulan dia mencoba mengirim buku ceritanya, baru saat ini diterima. 

Tapi kebahagiaan karena ceritanya dapat di muat dalam bentuk cetak, nggak semata-mata membuat Kanaya senang. Sejujurnya Kanaya lebih merasakan sedih, sedih karena tindakan gegabahnya yang justru mungkin terlihat menjatuhkan harga dirinya sendiri sebagai seorang wanita.

Walau Fitri sedang sibuk didepan komputernya, wanita itu masih mau menanggapi Kanaya, "Kenapa sih Nay? Nggak cukup bahagia apa, sama keberhasilan bukumu ini? Akhirnya tercapai kan impianmu untuk punya buku sendiri. Dan bahkan kamu bisa bagi-bagikan fee-nya untuk anak-anak yang membutuhkan. Kamu nggak seneng?" Tanya Fitri tanpa menghilangkan fokusnya pada layar monitor didepannya. 

Kanaya menggeleng, "Nggak kok Mbak. Nay justru seneng banget karena buku Nay bakalan di cetak. Tapi Mbak, apa Nay salah ya jika Nay mengajukan sebuah penawaran yang mungkin saja bisa menguntungkan dua pihak?" 

"Nggak kok Nay, kamu nggak akan salah kalau mau mengajukan penawaran yang fifti-fifti. Bagus kan karena kamu bisa punya pikiran mengajukan sesuatu tapi nggak merugikan. Memangnya kamu ngapain sih? Kamu ikut MLM?"

Kanaya menggeleng, "Trus?"

"Mbak, janji yah jangan ketawain Nay," Fitri justru tertawa, "Apaan sih Nay? Jangan suka bikin orang kepo deh. Cepet ngomong."

"Nay ngajak laki-laki nikah, Mbak."

Dua detik Fitri hanya memandangi Naya tanpa bergerak. Indera pendengarannya seperti berhenti berfungsi dalam hitungan detik, "Ka-kamu-"

Kanaya mengangguk, "Sama siapa?" Tanya Fitri lagi. 

Kanaya menaikkan bahunya dengan ragu, "Sama dia."

"Dia siapa, Nay?"

Kanaya menarik napasnya dalam. Mencoba mempersiapkan diri menyambut reaksi Fitri, "Dia Mbak, si Gunawan itu- ah bukan, Kemas Rehan. Namanya Rehan Mbak."

Fitri membelalakkan matanya sambil menyentuh bahu Kanaya dengan cepat, "Kamu udah gila, Nay."

-

Beberapa hari Rehan hanya di rumah menemani Ibu yang sikapnya jadi berubah.

Rehan nggak tahu kenapa tapi Ibu bukannya terlihat sebal atau apa, Ibu seperti sumringah dan senang-senang saja sejak Rehan mengaku apa yang sudah terjadi padanya beberapa hari lalu.

Ibu malah menyuruh Rehan mempertemukan dirinya dengan perempuan itu. 

Rehan tentu saja nggak habis pikir. Ternyata Ibu benar-benar memegang kata-katanya.
Bahkan Ghania sudah tahu soal ini. 

Dan hari ini, Rehan sendiri hendak menasehati Ibu untuk tidak jadi memintanya mendatangkan Kanaya kesini.

Tapi ibu mengancam, kalau beliau akan pergi sendiri kerumah Kanaya untuk melamar gadis itu.

Persis seperti apa yang dilakukan Mamah Elsa.

Rehan nggak terima. Tentu saja.
Ini ceritanya, bukan cerita Dirga.

"Ibu ngapain sih masak banyak, banyak? Siapa juga yang mau makan semuanya?"

"Buat calon menantu Ibu. Kamu ini, An. Buat orang tua senang kok setengah-setengah. Ayo kenalkan ibu sama dia. Ibu nggak sabar lihat bagaimana perempuan sampai seberani itu menawarkan pernikahan ke kamu. Bukan berpacaran loh An, tapi pernikahan. Pasti dia wanita yang tegas dan penuh perincian. Jemput dia atau antar ibu untuk menemuinya."

Laki-Laki Biasa [Completed] (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang