chapter 6

19 6 0
                                    

" Lo berdua kenapa masih disini?" aku keluar dari kamar mandi dengan jiwa dan raga yang mulai segar. Belum sempat melangkah keluar pintu kamar mandi, aku bingung sekaligus penasaran. Tak biasanya Lia dan Neta masih dirumah sampai magrib.

Biasanya, jika masih waktu sekolah mereka tak akan mau tinggal terlalu lama di rumah selain dari hari minggu. And see! Mereka asik dengan ponsel sambil tertawa cekikikan saling melihat ponsel satu sama lain.

"Pertanyaan lo itu seolah seperti mau ngusir kita." Celetuk Lia yang tetap asik dengan ponselnya. Neta menyahut sambil mencebikkan bibirnya. "Lo lebih kejam dari mak tirinya bawang putih."

"So, apa gue peduli?" Tanyaku setengah hati. Aku malas jika harus terus berdebat dengan dua orang yang tidur-tiduran di atas ranjang tertama dengan Neta. Aku berjalan menuju meja rias yang berada disudut kamar. Aku melihat bayanganku sendiri di dalam kaca.

Kenapa gue kayak rupa bang Rifky ya?. Ucapku ngelantur dalam hati sambil memperhatikan wajahku, sedikit terkejut dengan perkataanku. Kemudian otakku sepeti berputar kembali mengingat hal-hal yang sudah terlewati seharian. Ketika rekaman itu sedang asik memutar, ditengah rekaman itu aku teringat sesuatu. Aku memutar badan sambil berfikir dimana meletakkan benda persegi panjang yang harus segera dirawat intensif. Ponsel.

Lia dan Neta keheranan melihatku kebingungan sendiri. Padahal baru saja aku bergaya layaknya gaya alay bang Rifky di depan kaca kemudian tiba-tiba berubah menjadi orang bego yang mencari sesuatu.

"Lo ngapaian sih Va?" Tanya Neta yang menggaruk kepalanya bingung. Tak mungkin jika dia kutuan hanya melihatku kebingungan.

"Main petak umpet." jawabku asal. Aku masih sibuk membongkar rekaman dalam otak cantikku. Ah aku benar-benar menyesal sudah membuang tasku.

"Nyari pisang ya? Atau nyari hati?" tuh kan mulai deh Neta ngelantur sembarangan. Aku memutar bola malas seperti Lia yang juga tampak menggelengkan kepalanya sambil senderan pada kepala ranjang.

"Lo pikir Eva monyet, kayak lo." Sambung Lia tanpa memperdulikan tatapan lapar Neta yang ingin melahapnya. Aku tak perduli.

Aku mencarinya dari atas meja lalu atas kasur, menyuruh mereka bangun dari kasur. Lia yang mengerti segera bangkit dari kasur lalu pergi keluar kamar. Sedangkan Neta tidak mendengarkanku, dia malah senyam-senyum sendiri melihat ponselnya. Keinginanku untuk segera mendapatkan ponsel itu lebih besar dan akhirnya aku mendorong Neta dari atas kasur sehingga pantatnya mendarat dengan sempurna di atas lantai.

"Awwh.. sialan lo Va, ini sakit tau." Teriaknya kesakitan sambil mengelus pantatnya dan memegang pinggangnya layaknya nenek duyung ralat maksudku nenek gayung.

"Yah, salah lo sendiri. Kan gue udah suruh turun dulu dari kasur." Jelasku tanpa memerdulikannya. Tidak ada tas di atas kasur, aku kemudian mencarinya di bawah kasur. Emosiku benar-benar ingin meledak saat ini juga karena tidak menemukannya. Aku turun dari kasur dan berjongkok memastikannya ada di bawah kasur.

Dan yap, ternyata tas itu sedang bersembunyi di bawah kasur. Aku segera mengambilnya dan mencari ponsel itu di dalam tas, Aku tersenyum melihat benda itu masih utuh di dalam tas.

Pintu kamar terbuka, ternyata Neta. Dia seperti telah pergi kedapur, dia membawa beberapa cemilan dan tiga gelas minuman dingin. Dia keheranan melihatku senyum sendiri dan Neta dengan ekspresi cumi yang masih mengelus pantatnya.

"Lo berdua gak pada gila kan?" dia meletakkan nampan di atas meja lalu meneguk minumannya. Lia memerhatikan Neta "Lo kalo mau jadi putri duyung jangan di lantai, tuh, di sungai ciliwung tempat yang pas buat lo!" Lia menyeringai jahat mengejek Neta, sontak saja tawaku pecah.

"Sialan lo berdua." Sungut Neta kesal. dia bangun dari lantai lalu berjalan mengarah pada pintu kamar dengan memegang pinggangnya yang encok. Aku teringat sesuatu kembali, dengan segera aku berlari mendahului Neta dan hampir saja dia kembali terjatuh karena ulahku.

My AREAKde žijí příběhy. Začni objevovat