01

145 13 12
                                    

"Heather- can you hear me?"

Tak ada satu suara-pun yang menyahut, ruangan yang sedang ia tempati itu begitu sunyi.

Tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk dari handphone laki-laki yang tengah berkemas seorang diri itu.

Panggilan itu diangkat, "hi mom, how are you?"

"Very good. And u, my son?"

Belum sempat menjawab pertanyaan dari sang ibu, handphone laki-laki ini direbut paksa oleh anak perempuan yang tiba-tiba masuk keruangan tanpa ijin.

"Mom, i Miss you so much."

"HAHA me too, how about urbrother?"

"He's like a mad woman's breakfast, mom i want to tell you some-"

Handphone diambil paksa oleh sang pemilik, ia juga ingin berbicara dengan ibunya.

"No. I'm fine, mom. Heather said a lie. We couldn't possibly be in the same school later, mom. Help me."

Terdengar suara tertawa kecil dari balik panggilan. 20 menit berlalu, panggilan itu akhirnya berakhir. Kedua kakak-beradik itu lalu melanjutkan acara berkemas mereka.

Malam harinya ketika mereka berdua sedang menyantap makan malam, sang adik bertanya kepada kakak laki-lakinya.

"Draco, are you sure about this decision? We were never in the same school. We also don't know how our new school will be? I'm afraid."

Laki-laki bernama Draco itu tampak tak begitu menghiraukan ujaran adiknya barusan. Ia tengah sibuk membaca beberapa surat resmi yang selalu dikirim setiap bulan oleh pihak sekolah barunya itu.

"Heather- at school later, we pretend we don't know each other. Okay?"

Heather sebagai adik hanya mengangguk dan menurut saja apa ucapan kakak laki-lakinya itu.

Mereka melanjutkan makan malam mereka, lalu kembali kekamar masing-masing untuk mengeluarkan barang mereka.

"Draco, hurry up."

Draco yang mendengar panggilan dari adiknya itu langsung bergegas masuk kedalam mobil. Supir mereka mengantar mereka dengan selamat sampai dibandara.

"Thank you, sir."

"You're welcome. Goodbye Draco, Heather. See you soon."

Sekarang hanya tinggal mereka berdua. Mereka bergegas masuk sebelum nama mereka disebut karena terlambat.

Akhirnya setelah 1 jam menunggu, pesawat yang mereka tumpangi sudah berada di langit Australia, hanya tinggal menunggu 5 jam saja untuk sampai di Jakarta.

Draco menatap kearah adiknya yang sudah tertidur lelap. Ia lalu mengambil selimut dan menyelimuti tubuh adiknya agar tak kedinginan selama di perjalanan.

Setengah perjalanan Draco habiskan untuk membaca puluhan surat panggilan itu. Awalnya Draco tak tertarik untuk menerima ajakan surat ini, tetapi setelah ia mendapat kabar dari teman kecilnya, Draco langsung memutuskan untuk pindah sesegera mungkin ke sekolah barunya itu.

Epiphany.Where stories live. Discover now