Prolog

15.9K 635 8
                                    



Pelahan ia menarik nafas lalu menghembuskannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelahan ia menarik nafas lalu menghembuskannya. Entah keberapa kali ia melakukan hal itu, tapi tidak membuat keberaniannya benar-benar terkumpul.

Dengan ragu, ia membuka sebelah matanya. Kedua matanya melebar sempurna. Sedetik kemudian, ia mendadak lemas. Tak mampu berkata-kata. Air matanya terasa kering sekarang, tenggorokannya tercekat. Ia menunduk, menatap kosong lantai yang ia pijak.

Tangannya bergetar, tak mampu mencengkram benda yang menjadi pembuktian. Pandangannya mengabur, air mata mulai mempul di pelupuknya.  Hingga tak tertampung, dan meluncur bebas di kedua pipinya. Air mata yang ia kira sudah habis, akibat sering menangisi hal yang tidak akan kembali. Isakannya mulai terdengar, membuat gema dan dengung di dalam kamar mandi.

"Hiks.. S-seharusnya aku tidak perlu membuktikannya. Aku terlalu bodoh! Hiks.. Hiks! E-eomma.. "

Tubuhnya merosot ke bawah, dengan bahu yang bergetar, tangisnya semakin pecah. Menyalahkan dirinya sendiri. Merutuki diri. Meratapi nasibnya. Kini semuanya hancur. Masa depannya benar-benar hancur. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia tidak bisa mengulang ataupun mengubahnya. Sudah terlanjur.

"Hiks.. Hiks.. Kenapa takdir begitu kejam padaku?! Apakah aku tak pantas untuk hidup?! Salahku apa? Hiks.. Hiks.. "

Ia memukul-mukul dadanya, berharap rasa sesak dan sakit di hatinya mereda,"Sesak! Kenapa disini rasanya sesak! Kenapa, Eomma? Sesak sekali! E-eomma.. Maafkan aku. Hiks.. Maaf.. "

Ia memejamkan matanya, membiarkan air mata terus berlinangan di pipinya. Ia memeluk dirinya sendiri, mengeluarkan semua rasa sakit yang berada di ulu hatinya.

"Hiks.. Hiks.. "

Tangannya perlahan tergerak, setelah mendial nomor seseorang di daftar kontaknya. Dengan isakan yang tersisa, ia menunggu jawaban dari seseorang di sebrang sana.

"Nehwa.. "

"Bagaimana hasilnya, bi? Kau tidak apa-apa? Eunbi! Kau menangis?!"

"A-aku.. "

"Negatif?"

"Positif, hwa."

"Apa?! Katakan itu bohong, Eunbi!"

Tangisnya kembali pecah. Ia tak kuasa menahan tangisnya, setelah menelan sebuah kenyataan pahit yang mampu menggetarkan jiwanya. Rasanya begitu sakit, hingga ia pun tidak tahu bagaimana menghadapinya.

"Aku hamil, Nehwa."

Ia langsung memutuskan sambungan teleponnya. Ia langsung berlari, melempar sebuah benda bernama testpack yang masih di pegangnya ke sembarang arah.

Ia kembali menangis, di dalam dekapan bantal. Untuk saat ini, ia ingin menangis. Menangis, mengeluarkan kesedihan yang dipendamnya. Tidak ada jalan keluar dari masalahnya, dan tidak ada yang bisa mengubah takdirnya. Dan kali ini, yang bisa di lakukan ia hanyalah, Menangis.

Ya katakanlah, jika ia lemah. Karena kenyataannya pun tidak ada yang bisa ia lakukan. Membuatnya semakin menjadi sosok yang menyedihkan.

'Takdir yang begitu menyedihkan, kehidupan yang begitu kejam'

'Takdir yang begitu menyedihkan, kehidupan yang begitu kejam'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



















The Bastard Devil || BTS JUNGKOOK •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang