13. Closer

3.1K 435 13
                                    

“Bibi, tolong kubisnya 1 kg, ya.” Aera menunjuk pada bongkahan kubis segar di atas keranjang sayur. Sementara itu, Hana yang tertinggal beberapa meter di belakangnya justru tengah berdiri di depan rak berisikan daging segar bersama troli yang hampir terisi penuh. Lantas, ia pun menggeleng pelan. “Apa yang kau rencanakan, bodoh?” ia menampik sebal pikiran konyolnya.

Jika Jungkook tahu apa yang ia pikirkan saat ini, bisa dijamin akan besar kepalanya saat itu juga. Bagaimana tidak, pikiran untuk membuatkan masakan sebagai rasa terimakasih untuk pria itu mendadak muncul tanpa permisi dalam kepalanya. Menggelikan sekali.

“Sepertinya Jungkook sangat menyukai tumisan daging,” ujar Area seraya mengingat bagaimana lahapnya pria itu memakan masakannya tempo lalu. Entah sejak kapan wanita itu sudah berada tepat di sampingnya, yang jelas mendengar nama Jungkook disebut tepat di balik daun telinganya membuat Hana merasa seperti sedang tertangkap basah mencuri pakaian dalam seorang pria.

"Lalu?" tanya gadis itu sedatar mungkin.

Aera mendadak menahan senyum geli seraya menoyor dahi adik iparnya pelan. "Hei, kau sudah tertangkap basah. Wajahmu itu terlalu mudah untuk ditebak," ujarnya percaya diri.

Heol, wanita hamil zaman sekarang sangat luar biasa. Ckck

Tanpa menunggu respons dari Hana lagi, tangan berisi milik Aera segera memindahkan dua bungkus daging segar ke dalam troli mereka. Lalu, mata besar miliknya dengan teliti menilik setiap rak yang ia lewati. Berbeda dengan Hana yang masih saja menimbang niat baiknya. Kenyataannya ia masih belum siap untuk memerima sikap Jungkook yang kemungkinan akan besar kepala berkat ide konyolnya ini.

"Kalau sudah selesai, lebih baik kita pulang. Ata pasti sudah merindukanku," ujar Hana percaya diri, cepat-cepat ia mendorong troli demi menghindari topik yang sangat menyebalkan baginya.

Sepulangnya mereka, Aera pun segera beraksi menyiapkan makan malam bersama semua bahan dan alat pendukung hobinya yang kian meningkat sejak kehamilan keduanya. Sementara itu, suaminya sedang menidurkan putra kecil mereka di kamar. Itu benar-benar sebuah berkah baginya.

"Kau sudah mengundangnya kemari, 'kan?" tanya Aera di sela kegiatannya mengiris bawang bombai. Hana menoleh dengan alis yang berkerut. "Siapa dan untuk apa?" tanyanya sambil membilas irisan daging di wastafel.

Suara pisau yang ditekan kasar seketika membuat Hana nyaris tersedak ludah sendiri. " Astaga, kupikir setidaknya kau akan mengundang Jungkook untuk makan malam di sini." Aera berujar.

"Bukannya tadi Kakak bilang, kalau wajahku ini terlalu mudah untuk ditebak. Jadi, setidaknya kupikir Kakak sudah tahu kalau ide seperti itu tidak akan pernah ada," kata Hana santai sebelum mengerling pelan dan meralat kembali kalimatnya. "Aku memang berencana memasakkan sesuatu untuknya, tapi tidak untuk mengajaknya makan di sini."

Penjelasan yang sedikit menyebalkan, memang. Namun, kali ini giliran Aera yang menoleh serta alisnya yang ikut berkerut. "Jadi?"

***

Jungkook bersiul ria sambil menatap pantulan gambar dirinya dari cermin. Sesekali ia menyisir rambutnya dengan jemari disertai gaya dan tatapan yang seolah sedang berkata, "akulah pria paling tampan di dunia ini."

Pria itu bergerak gesit meraih jaket denim yang tersampir di sandaran sofa dalam kamarnya. Tepat saat netranya melirik pada jam dinding, saat itu juga suara bel terdengar. "Mainanku itu tidak sabaran sekali," gumamnya santai sambil geleng kepala.

Sedikit informasinya, sosok wanita sudah seperti sebuah vitamin super bagi Jungkook. Oleh karena itu, akan sangat mustahil untuknya menyingkirkan jiwa casanova yang telah mendarah daging dalam dirinya. Berengsek sekali, bukan?

Namun, ternyata perkiraannya salah telak. Setelah pintu unit terbuka justru yang ia dapati bukanlah sosok Jinri yang tadi ia sebut sebagai mainan, melainkan Hana. Spontan saja pria itu terdiam seribu bahasa bersamaan dengan tatapannya yang menilik penampilan si gadis dari ujung kepala sampai ujung kaki. Serius, ini benar-benar masalah besar bagi Jungkook.

"Kau akan keluar?" tanya Hana setelah berdeham canggung. Cepat-cepat Jungkook menggeleng penuh keyakinan sambil berkata, "tidak!"

Sebenarnya Hana agak tidak percaya dengan jawaban yang barusan ia terima, tetapi demi menutupi rasa canggungnya gadis itu pun segera menerobos masuk ke dalam apartemen Jungkook. Masa bodoh dengan izin si empunya. Sedangkan Jungkook yang sadar betul, kalau rencananya malam ini sudah terlanjur kacau cepat-cepat ia mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya seraya kembali menutup pintu.

"Kalau memang sudah ada janji kau bisa pergi setelah lima menit ini, aku hanya mengantar makanan yang Kakak titip saja." Aera berujar coba mengelabuhi Jungkook. Sayang sekali, sepertinya dia agak lupa kalau yang menjadi lawan bicaranya saat ini adalah Jeon Jungkook.

"Oh, ya?" Alis Jungkook terangkat sebelah seraya mengambil posisi duduk di samping Hana. "Kurasa jika niatmu hanya sebatas mengantar saja, kau tidak perlu repot-repot masuk terlagi sampai duduk di sini. Aku benar, kan?" lanjutnya sukses membuat Hana terlihat seperti orang tolol saat ini.

Seketika Hana berdeham coba menggali ide apa saja yang ada di dalam kepalanya. Sampai tercetus dari bibir tipisnya sebuah kalimat, "k-kotak. Aku menunggu kau memindahkan makanannya dan aku akan membawanya pulang."

"Begitu, ya?" tanya Jungkook, pria itu mulai terlena mendapati gelagat konyol Hana. Situasi seperti ini sangat menarik untuk dijadikan bahan godaan.

"Ya, begitu. Kau pikir apa lagi?" timpal Hana mendadak kesal sendiri.

Jungkook mengangguk pelan seraya menahan tawanya yang seakan siap meledak kapan saja. Namun, tak ayal getaran panjang dari ponselnya berhasil membuat pria itu ingin sekali mengumpat kasar saat itu juga. Ia pun meringis kesal lalu berkata, "aku punya ide."

Dahi Hana berkerut seketika, "ide?"

Tanpa menjawab dan seiring dengan getaran ponsel yang ia rasakan dari saku jaketnya, Jungkook pun bergerak gesit meraih kotak makanan yang dibawa Hana sebelumnya. Lantas, pria itu meraih serta  pergelangan tangan Hana.  "Ikut saja, kau pasti suka."

Dalam kebingungannya Hana hanya mengangguk pelan, seraya kakinya yang terus mengikuti langkah cepat Jungkook. Ini gila pikirnya, bagaimana bisa pria itu bertindak semaunya saja. Isi otak Jungkook memang perlu dipertanyakan!

"Aw!" ringis Hana saat mendadak hidung bangirnya menabrak pelan punggung lebar Jungkook. Pria itu selalu bertindak semaunya, benar-benar membuat Hana ingin sekali menjitak kepala besar itu.

Berubah pikiran lagi?

"Ah, jadi kau membatalkan janji tiba-tiba karena gadis itu lagi?"

Sontak saja Hana bergerak menyembulkan kepalanya dari balik punggung Jungkook, setelah menyadari adanya suara perempuan lain yang tertangkap oleh indra pendengarannya.

"Tunggu sebentar," bisik Jungkook pada Hana sebelum ia membawa Jinri menjauh dari posisi sebelumnya.

Tidak melayangkan protes sama sekali, Hana hanya menunggu dalam diam. Anak matanya sesekali melirik pada mereka yang entah sedang berbicara apa. Yang terlihat hanya sebuah percakapan santai, tidak seperti tempo lalu. Tak lama kemudian, langkah Jungkook kembali mendekat padanya. Sementara itu, Jinri melangkah pergi menjauh dari unit apartemen Jungkook.

"Ayo," ajak pria itu seolah tidak terjadi apa-apa.

Tidak ada jawaban dari Hana, membuat Jungkook spontan mengerutkan dahinya heran. Namun, tidak menutupi perkiraannya tentang tatapan tajam yang gadis itu lempar untuknya saat ini.

"Aku ingin pulang."

To be continue.

INDICATEDWhere stories live. Discover now