12. One Step

3.2K 442 21
                                    

Jihoon memasuki ruangan Hana bersama dengan satu kotak besar yang berisikan obat-obatan di tangannya. Itu adalah kotak kedua yang pemuda itu bawa, setidaknya ia pikir Hana sudah mulai menyusun obat baru yang ia bawa sebelumnya. Tapi, rupanya tidak. Gadis itu justru tampak sedang berpikir keras dengan pena yang ia ketukkan di atas meja kerjanya. "Apa telah terjadi sesuatu, Han?" tanya pemuda itu heran.

Saking sebalnya dengan cara Jihoon menyapa dirinya, Hana hampir saja menembaki dahi pemuda itu dengan pena yang ia pegang sejak tadi. Namun, bersyukurlah Jihoon sebab ada hal lain yang berhasil menyelamatkan nasib buruk dahi itu. "Sekarang katakan, apa pantas kalau seorang pria dengan percaya diri mengatakan kalau wanita di hadapannya sedang cemburu padanya?" tanya Hana tiba-tiba.

Dahi Jihoon yang baru saja berhasil selamat dari malapetaka itu berkerut seketika. "Apa kau sedang berusaha menceritakan tentang kisah cintamu dengan orang yang mengklaim dirinya sebagai takdirmu itu?" tanya pemuda itu curiga.

"Sama sekali bukan!" kilah Hana sebal. "Katakan saja apa pendapatmu." Gadis itu melanjutkan dengan nada menuntut.

Jihoon berdesis pelan sebelum berkomentar, "kurasa wajar saja. Pria normal juga tidak akan mau mempermalukan dirinya sendiri dengan berkata begitu, kalau pun itu yang terjadi tandanya dia sudah benar-benar yakin akan hal itu."

"Iya, tapi masalahnya Jungkook itu sangatlah tidak normal!" celetuk Hana membuat Jihoon sontak tergelak sendiri. "Apa kataku, kau pasti sedang menceritakan tentang pria itu."

Baiklah, Hana mengakui kebodohannya kali ini. Gadis itu pun hanya bisa mendelik sebal sebelum memerintahkan Jihoon untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Bersama dengan sisa rasa sebal yang masih menohok benaknya, Hana pun bergegas menyusun obat-obatan baru ke dalam lemari.

Di tengah kegiatan masing-masing, Jihoon kembali bersuara dengan segenap rasa penasarannya. "Jadi, kalian itu menjalin hubungan atau tidak?"

"Tidak!" jawab Hana cepat dan yakin.

"Jadi, apa yang membuatnya berpikir kalau kau sedang cemburu?" tanya Jihoon lagi dan beruntung Hana langsung merespons dengan perasaan yang menggebu-gebu. "Jadi, setelah dua kali ketahuan sedang bersama dengan wanita yang berbeda dan di waktu yang berbeda juga. Tidak salah kan, kalau aku menyuruhnya berhenti untuk mendekatiku?"

Jihoon seketika mengangguk paham seraya mengulum senyum yang konyol. "Jadi, begini rupanya kalau kau sedang cemburu," kata pemuda itu sebelum tergelak. Hana menatap pemuda itu heran dan berakhir melemparinya dengan pena yang ia pegang sebelumnya. Sepertinya sudah nasib pena itu yang harus mendarat pada dahi Jihoon pagi ini.

"Berhenti tertawa, astagaaa!" gerutu Hana sebal bukan kepalang.

***

Hana berjalan di tengah koridor apartemen dengan langkah letih, seiring dengan tangan yang memijit tengkuknya yang terasa begitu kaku setelah seharian bekerja. "Owh, air hangat pasti akan benar-benar menolongku saat ini," gumam Hana.

Seakan baru saja mengalami mimpi yang sangat indah, tapi harus terbangun karena sambaran petir yang begitu dahsyat. Saat ini, gambaran tentang air hangat yang memberikan ketenangan pada dirinya lenyap seketika. Bahkan bencana saja akan lebih baik bagi Hana, ketimbang harus berhadapan lagi dengan pria satu itu. Jeon Jungkook.

"Hai, Darling. Akhirnya kau pulang juga," sapa Jungkook tanpa dosa sama sekali. Sementara Hana harus mengutuk kesialannya berulang kali, karena ia sangat tidak mengharapkan kehadiran pria itu untuk saat ini dan bahkan seterusnya. "Bisakah kau tidak menggangguku?" tanya Hana kesal seiring tangannya yang akan menekan passcode. Namun, harus ia hentikan tatkala memberikan isyarat agar pria itu segera memalingkan wajah dari apa yang sedang ia perhatikan.

INDICATEDWhere stories live. Discover now