1 : Kepergian

198 12 0
                                    

Malam minggu adalah malam yang paling istimewa untuk mereka yang memiliki kekasih. Dimanapun itu asal berdua bersama orang yang kita cinta, rasanya bagaikan di surga. Begitulah yang dirasakan sepasang kekasih Dion dan Milo. mereka kini sedang berada di sebuah taman, ditengah malam bulan purnama. Sesekali Milo mempererat genggaman tangannya dengan genggaman tangan Dion, sungguh ia sangat bahagia karena bisa bersama-sama dengan Dion seperti ini.

"Milo aku laper, kita makan yuk?" rengek Dion terdengar sangat manja ditelinga Dion, namun itulah yang membuat Milo  senang, ia sangat senang dengan sikap manja kekasihnya itu.

"Kamu mau makan apa? Kita ke kafe tempat biasa aja yuk?" Milo bersiap-siap untuk bangkit dari duduknya namun Dion menahannya.

"Nggak mau, aku maunya makan pecel lele, itu..." Dion menunjuk dagang pecel lele yang juga berjualan di seberang jalan.

"Pecel lele? Kamu nggak bosen apa makan itu aja? Kita ke kafe aja ya?" Milo membujuk Dion.

"Nggak mau, aku maunya makan pecel lele. Kita makan disana ya, ya? Please." Dion kembali merengek manja dan membuat Milo gemas milihat wajah memohonnya yang masih tetap Manis.

"Iya, iya. Ayo kita kesana." Dion langsung bangkit dari duduknya penuh semangat dan berjalan sambil menggenggam tangan Milo dengan sangat posesif.

Ketika hendak menyebrang jalan langkah Milo terhenti karena sesorang memanggil namanya.

"MILO!" bukan panggilan lebih tepatnya sebuah bentakan. Milo mencari pemilik suara yang menyebut namanya.

Melihat siapa yang baru saja menyebut namanya, Milo langsung menggenggam tangan Dion erat-erat dan hal itu membuat Dion menjadi kebingungan.

"Kenapa?" Tanya Dion bingung. Dion ingin menoleh kebelakang tubuhnya mengikuti arah pandang Milo, namun Milo mencegahnya.

"Maaf karena ini diluar rencanaku, dalam hitungan ketiga kita lari sama-sama. Jangan sekali-kali kamu noleh ke belakang oke?" Milo memberikan sugesti agar Dion menurutinya. Akhirnya Dion mengangguk, meskipun dirinya tidak terlalu mengerti dengan situasi yang dihadapinya.

"1... 2...3..." Mereka langsung berlari tanpa melepas genggaman tangan masing-masing.

"MILO!!! BERHENTI LO.. BRENGSEK BERHENTI SEKARANG JUGA!!!"

Milo menyempatkan diri untuk menengok kebelakang dan mempercepat larinya, banyak orang yang mengejarnya di belakang sana. Situasinya tidak memungkinkan untuknya melawan karena jumlah mereka terlalu banyak dan jika dia melawan sudah pasti ia akan kalah. Maka dari itu ia memutuskan untuk berlari.

"Milo, aku capek." Ucap Dion namun masih tetap berlari mengikuti Milo.

"Tahan ya sayang, kita harus lari. Di pertigaan depan kita belok kanan."

Milo merasa sangat bersalah karena telah membawa Dion ke dalam situasi ini, ini adalah resikonya sebagai anak geng motor yang banyak memiliki musuh. Disituasi seperti ini ia harus siap menghadapi ataupun menghindari serangan-serangan musuh meskipun hanya seorang diri tanpa anggota geng lainnya.

"Milo aku capek." Dion mengeluh sekali lagi, Milo melihat wajah Dion yang mulai pucat dan merasa khawatir.

Milo memiliki ide untuk mensiasati mereka dengan cara mengambil jalan pintas ke sebuah gang dan bersembunyi di selah-selah kecil yang tidak terlihat.

Milo mendengar nafas Dion yang terengah-engah dan ia memberikan kode pada Dion untuk tenang. Tidak banyak yang bisa Dion lakukan, karena tubuhnya tidak bisa diajak berkompromi.

Sekian menit mereka bersembunyi setelah memeriksa keadaan yang cukup aman, akhirnya Milo mengajak Dion untuk keluar dari persembunyiannya.

"Maaf ya sayang, malam minggu kita berakhir seperti ini. Sekarang lebih baik kita pulang, aku nggak mau nanti mereka liat aku lagi terus kita kejar-kejaran kayak gini lagi." Ucap Milo penuh penyesalan.

The Last HeartWhere stories live. Discover now