cancel

32.1K 7.3K 973
                                    

"Jen, gue nggak bisa balik ke rumah sakit deh kayaknya. Tiba-tiba perut gue mules banget. Lo nggak apa-apa kan nemenin papa disana?"

"Lo baik-baik aja kan, Ren?"

"Nggak apa-apa, cuma kedatangan tamu."

Jeno menghela nafas pendek dari seberang sana. "Yaudah istirahat sana. Papa biar gue yang ngurus."

"Makasih ya Jen."

Aku buru-buru menutup sambungan teleponku dengan Jeno sebelum dia sadar kalau aku menangis. Yeah, siapa juga yang nggak nangis kalau luka di lututku ternyata lebih parah dari dugaanku?

Butuh perjuangan super agar bisa sampai rumah dengan keadaan seperti ini. Lutut berdarah, siku lecet, kepala nyut-nyutan. Kalau Jeno tahu kondisiku yang sebenarnya, mungkin...aku nggak bisa membayangkan.

Maaf Jen, bukan maksudku membohongi kamu.

Aku duduk di ruang tamu setelah mengambil obat merah dan kapas. Aku obati mahakarya bu Joy ini dengan hati-hati. Emang, tangan bu Joy itu tangan dewa. Badan dan kekuatannya nggak sinkron sama sekali.

Di tengah-tengah kegiatanku ini, aku dibuat tersentak oleh bel rumahku tiba-tiba berbunyi. Demi apapun, siapa malam-malam bertamu? Nggak lihat aku sedang kesakitan? Nggak lihat kalau akuㅡ

"Tunggu. Jangan-jangan si tangan dewa?" gumamku. Kira-kira mahakarya apa yang akan dia buat lagi di tubuhku?

Bel rumah berbunyi untuk yang kedua, ketiga bahkan keempat kalinya. Kalau itu memang bu Joy, bisa aja kan dia dan pengawalnya mendobrak rumahku?

Tapi pintu rumah masih utuh. Dan kayaknya nggak ada tanda-tanda akan roboh.

Aku menghela nafas lalu berjalan tertatih menuju pintu. Oke Rena, kalau pun disana ada bu Joy, lo nggak akan mati. Luka lo robek? Tinggal dijahit. Patah tulang? Tinggal pakai gips. Rambut lo lepas? Tinggal pakai wig.

Orang di luar sana menekan bel lagi untuk yang kesekian kalinya. Setelah mengumpulkan segala keberanian, aku pun membuka pintu rumahku perlahan.

Aku menatap sepatunya yang ternyataㅡoh, sepatu cowok! Aku membukanya lebih lebar dan sosok yang nggak aku pikirkan muncul di hadapanku.

"P-Pak Doyoung?"

🎄🎄

"Awww! Pelan-pelan, pak!"

Pak Doyoung nggak mengindahkan rintihanku sama sekali. Demi apapun, ini perih banget!

"Udah pak, biar saya sendiriㅡ"

"Setelah ini kemasi barang-barangmu," potongnya.

Aku mengernyit di tengah-tengah rasa sakitku, sedangkan pak Doyoung masih sibuk mengobatiㅡmenyakiti lebih tepatnyaㅡlukaku.

"Mau kemana pak?"

"Ke rumah saya."

"Hah?"

Pekikanku berhasil mengalihkan pandangan pak Doyoung. Matanya yang datar itu menusuk mataku tanpa permisi. Tolong seseorang katakan padaku kalau aku cuma salah dengar.

"Kamu tinggal dengan saya mulai sekarang."

Aku tertohok mendengar ucapannya yang nggak bisa aku nalar sama sekali. Tinggal dengannya? Serumah?

"Gila," ujarku. Pak Doyoung masih menatapku tajam. "Kontrak kita udah selesai, pak."

"Saya nggak pernah menyetujuinya."

"Tapi pakㅡ"

"Kamu nggak bisa membaca situasi ini?" potongnya dengan tatapan yang jauh lebih tajam dari sebelumnya. "Joy, dia nggak akan berhenti semudah yang kamu pikirkan."

"Saya bisa urus ini sendiri."

"Kamu nggak bisa."

"Saya bisa."

"Lalu ini apa?" tanyanya sambil menunjuk luka di lututku. "Kalau kamu ingin membatalkan kontrak karena Joy, lebih baik jauhi pikiran itu sekarang. Saya bisa melindungi kamu."

"Tapi pak," aku menggantungkan ucapanku. "Oke, nggak masalah kalau cuma saya yang bu Joy usik. Tapi papa saya? Bapak sadar nggak sih semua berawal dari kontrak itu? Bapak sadar nggak sih kalau ini nggak benar?"

Aku meluapkan semuanya, tanpa sedikit pun yang tertinggal. Oke, ini semua memang salahku yang super mata duitan. Salahku yang lebih memilih uang daripada keselamatan papa. Salahku yang tergiur ajakan pak Doyoung. Ya, semua salahku.

"Bapak membawa saya terlalu jauh ke dalam masalah ini. Lebih baik kita batalin kontraknya. Mau bapak balik sama bu Joy kek, mau bapak cari cewek kontrak lagi kek, terserah bapak. Kita sudahi aja."

Pak Doyoung menatapku intens dengan pandangan dinginnya. Aku mencoba untuk menatapnya nggak kalah dingin karena yeah, aku nggak mau kelihatan lemah di depannya.

"Baik, kita sudahi saja kontraknya."

Aku mengangguk. "Oke, berartiㅡ"

"Dan kita akan benar-benar berpacaran. Tanpa kontrak sialan itu."

HAH?

🎄🎄

sedang mengumpulkan energi positif. semoga tidak unpub di tengah jalan wkwk

Om Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang