"Kita ngga salah bawa dia kesini?" tanya Elang pada kak Raya. "Kita seharusnya bawa dia ke RSJ."

Aku memukul lengannya. "Sialan."

Alih-alih memasuki Appleback, kak Raya dan Elang malah menggiringku ke bangunan yang ada disebelahnya dimana ada orang-orang yang sedang mengantri masuk. Banyak dari orang-orang yang mengantri itu memakai t-shirt hitam dengan logo tengkorak pecah dan kabur serta ada tulisan WS diatasnya. Sepertinya sebagai band indie, WS ini cukup terkenal.

"WS itu kepanjangannya apa?" tanyaku pada Elang.

"Wrecking Soul."

Elang menyerahkan sejumlah uang pada penjaga pintu sekaligus penjual karcis yang berbadan kekar. Karcis disini bukan berbentuk kertas atau berbentuk tiket seperti seperti tiket bioskop, melainkan stempel bergambar tengkorak. Kak Raya menyodorkan tangannya untuk distempel pada bagian belakang telapak tangannya , begitu juga dengan Elang. Aku? Aku menyodorkan pipi kananku dan menunjuk tulang pipi dibawah mata untuk distempel karena tengkorak merah itu terlihat sangat keren begitu juga aku. Saat aku mengesampingkan rambutku kesalah satu bahu dan menyodorkan leherku meminta stempel satu lagi , Elang dan kak Raya menarikku dari pintu.

"Kenapa sih? Kan bakal keren banget kalau aku punya disini juga," keluhku sambil menunjuk leherku.

"Caramu meminta itu bisa membuat orang salah sangka tahu," kata kak Raya.

"Memangnya kenapa dengan caraku?"

Elang membuka mulutnya, tapi kemudian ditutupnya lagi. Untuk suatu alasan yang tidak aku ketahui, dia terlihat kesal dan seperti ada yang mengganggunya. Aku hendak mengkonfrontasinya, tapi Dox datang menghampiri dan mengajak kami ke meja dimana yang lainnya berkumpul.

Aku diperkenalkan kepada empat orang baru yang katanya teman satu kampus kak Raya, Dox dan Dewa. Cowok pertama berambut sebahu mengenalkan dirinya sebagai Marko, mahasiswa teknik tingkat akhir dan seorang womanizer, Cindy menambahkan. Aku percaya Cindy karena baru lima menit berkenalan aku sudah dirayu tanpa henti sampaimembuatku merinding. Cowok kedua adalah Dayat, mahasiswa kedokteran sama seperti kak Raya dan dia mengklaim dirinya sebagai pecinta wanita. Dua orang terakhir adalah mahasiswi Desain, Ayu dan si Marta yang memandang kak Raya dengan sinis. Sembari menunggu minuman yang sedang diambilkan Rashid datang dan konser dimulai, aku mengedarkan pandanganku.

Dilihat dari luar bangunan ini cukup besar, tapi kenapa didalam langit-langitnya sangat rendah? Membuat keadaan terasa semakin sesak saja dengan banyaknya orang yang memenuhi tempat ini. Saat pandanganku melewati panggung, tidak sengaja metaku menemukan sosok familiar berbadan besar dan cewek cantik berbaju minim. Aku segera bersembunyi dibelakang punggung lebar Elang.

"Kenapa?" tanyanya.

"Hulk," bisikku.

"Hulk?" tanyanya mengerutkan dari bingung.

Ugh. Siapa sih nama Hulk yang sebenarnya? Kesal tidak juga bisa mengingat, aku mengarahkan wajah Elang kearah dimana Hulk dan Gladys sedang berbincang.

Elang tertawa. "Hulk." Elang menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Tenang saja. Dia 'kan ngga lihat wajah mu," kata Elang. "Tentu saja kecuali anak buahnya yang melihat kamu di garis finish memberitahunya, kamu ngga bakal lolos. Mungkin," tambahnya sambil nyengir.

Aku memukul lengannya.

Tidak lama kemudian keadaan menjadi gaduh dan orang-orang mulai meneriaki nama WS. Aku naik keatas kursi saat bebarapa orang berpenampilan metal naik keatas panggung. Intro lagu pertama dimainkan dan massa semakin liar. Aku hendak ikut berteriak menyemangati WS namun ku urungkan niatku saat melihat wajah Elang yang meringis seperti kesakitan. Aku minta bertukar kursi dengan Cindy dimana Elang berdiri disampingnya. Cindy yang nampak bosan dan tidak memunculkan ketertarikan apapun terhadap WS sama sekali tidak keberatan dengan permintaanku, tidak seperti Niluh dan kak Raya yang berada pada fullfansgirling mode On dan tidak mau beranjak dari kursi yang mereka pijak.

Heartbeat⇝Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon