CHAPTER 31. OLD FRIEND

Start from the beginning
                                    

Violetta tersenyum. "Aku tidak tahu sejak kapan aku jatuh cinta pada Xander. Tapi aku akan pastikan untuk terus belajar mencintai semua yang ada di diri Xander."

Ayah tersenyum haru. "Kalau begitu, tidak ada lagi yang bisa ayah berikan selain restuku, 'kan?"

Violetta tersenyum lebar. Ia langsung memeluk ayahnya. "Terima kasih, Ayah!" Pekiknya senang. "Xander akan menyusul usai dia kembali dari kantornya," 

"Dia? Datang?" Ayah bergidik ngeri. Bagaimanapun, calon menantunya dulu begitu mengerikan. Terakhir mereka bertemu adalah saat Violetta hilang dari rumahnya. Xander datang dan memukulinya. Xander seperti seekor monster dibalik wujud manusianya. Tapi kini, melihat begitu sumringahnya wajah putrinya, ia tahu, putrinya menemukan sisi malaikat dari wujud Xander. Ia hanya bisa berharap Xander benar-benar akan menjaga putrinya sampai kapanpun, seperti saat ia begitu menjaga Rebecca.

Sementara itu, di kantornya, wajah Xander begitu masam. Di hadapannya setumpuk laporan keuangan dan proposal kerja sama siap untuk diperiksa. Tapi bukan proposal kerja sama yang membuatnya kesal, melainkan laporan keuangan yang hamper seluruhnya menunjukkan kerugian perusahaan.

"Panggil Reynold." Xander memerintah Rode untuk memanggil manager keuangannya. "Dia memalsukan laporan ini."

Rode tersentak. "B-Bos yakin?"

Xander mengangguk. "Ya. Dan kau bekerja sama dengannya." 

Rode tercekat. 

"Kau bekerja bersamaku sudah sangat lama, Rode. Kau asisten terbaikku. Lalu, apa yang kurang dariku hingga kau berani mengotori kepercayaanku?" mata Xander berkilat marah. "Kau bermain-main dengan orang yang salah, Rode."

"B-Bos!"

"August! Bobby!" suara Xander menggelegar keras. Tidak perlu waktu lama, dua pria bertubuh besar itu masuk ke ruangan. Wajah Rode memucat. Ia begitu ketakutan.

"Panggil Reynold sekarang." Xander menyodorkan telepon yang ada di atas meja. Tubuh Rode gemetaran.

"Cepat!" bentaknya.

Dengan tangan gemetar, Rode menghubungi nomor ruangan Reynlod. Telepon cukup lama berbunyi sambung tanpa ada yang mengangkat. "Tidak ada jawaban, B-Bos.." 

"Hubungi ponselnya!" Xander tidak menerima alasan apapun. "Buat dia kesini atau kau mati, Rode." Tatapan Xander begitu membunuh hingga Rode benar-benar ketakutan. Ia tahu seperti apa Bossnya ini. Ia tidak menyangka Bossnya akan mengetahui perbuatannya. Padahal, ia dan Reynold telah merencanakan ini dengan matang agar Xander tidak mengetahuinya. 

Dengan tangan gemetaran, dia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Reynold. Reynold seolah hilang ditelan bumi. Bahkan sekretarisnya mengatakan Reynold sudah tidak berangkat ke kantor sejak beberapa hari yang lalu dikarenakan sakit. 

"Sakit?" alis Xander berkerut. "Sakit katamu?!" Xander melempar telepon mejanya hingga mengenai Rode. Rode merintih sakit. Ia memegangi lengannya yang terkena lemparan. 

"Dia mengkhianatimu, Rode. Dia memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Poor you." Xander menyeringai. Lalu dengan tepukan tangannya, August dan Bobby membawa Rode keluar. Teriakan mohon ampun yang Rode keluarkan tidak ada gunanya. Rode, telah gagal.

*****

Malam itu, jam sudah menunjukkan pukul 1 malam. Violetta tidak bisa menghubungi Xander. Ia tidak pulang, bahkan untuk makan malam. Akhirnya ia hanya melewati pesta bersama beberapa tamu yang Xander undang sendirian. Ia harus menghafal siapa saja yang datang dan mengajak mereka berbincang untuk memastikan bahwa ketidak hadiran Xander tidak akan mengganggu hubungan bisnis mereka. 

"Belum ada kabar?" celetukkan Sam mengagetkan Violetta. Ia tersentak mundur.  Melihat Violetta yang kaget dan sedikit takut, Sam canggung.

"Tidak ada jawaban?" tanyanya lagi. Violetta menggeleng lirih.

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba Margareth tergopoh-gopoh masuk menghampirinya dan mengatakan bahwa Xander sempoyongan keluar dari mobilnya. Xander, pulang!

Violetta lantas bergegas menghampiri Xander. Benar saja, Xander berjalan dengan menabraki pohon-pohon hias di sepanjang halaman masuk menuju teras. "Xander!" pekik Violetta.

"Baby," Xander balas menyapanya. Aroma minuman keras menyeruak dari nafas mulutnya. "Kau mabuk?!" kaget Violetta. Ia pun memapah Xander masuk ke dalam kamarnya. Sam, mencoba membantunya tetapi Violetta menolaknya. 

Violetta membaringkan Xander yang tengah meracau di ranjang. Ia melepaskan kaos kaki dan sepatunya. Ia juga melepas dasi dan melonggarkan kemeja Xander. 

"Brengsek," itulah kalimat yang berkali-kali terucap dari mulut Xander. "Brengsek.."

Violetta saat itu juga mengerti. Sesuatu terjadi pada Xander hingga dia semabuk ini. Violetta duduk di tepi ranjanga. Diusapnya pipi Xander dengan lembut. "Kau kenapa?" tanya Violetta lirih. Xander tidak menjawab. Ia justru tertidur dengan wajah penuh beban.


ALEXANDERWhere stories live. Discover now