Bab 6 - Berteman dengan Hermand

471 89 4
                                    


Keesokan harinya di sekolah Maria bersikap lebih ramah kepada Hermand. Ia masih pelit bicara, tetapi ia menunjukkan perhatian ketika Hermand datang atau berbicara kepadanya. Ia bahkan membantu Hermand saat pelajaran Biologi dan mereka harus membedah hewan kecil.

Dengan cekatan dan tanpa ragu ia membedah perut katak di meja lab dan melakukan tugas yang seharusnya dibagi dua di antara mereka ketika ia melihat pandangan jijik Hermand.

"Eww....aduh, perutnya...ugh..." Hermand dan banyak murid lainnya tampak tertekan dan geli melihat hewan-hewan yang harus mereka bedah hari itu untuk belajar tentang anatomi. Meneer De Vries tampak sangat kagum melihat ketenangan dan kecekatan Maria membedah kataknya.

"Kau nanti mau kuliah kedokteran? Sehabis lulus HBS Maria harus ke Belanda untuk kuliah kedokteran. Kau sangat berbakat. Memang ada rencana STOVIA (sekolah mantri kesehatan) akan dijadikan GHS (sekolah tinggi kedokteran) tahun depan, kalau itu sudah dibuka, kau juga bisa kuliah ke sana." kata beliau antusias.

Hermand menatap Maria dan membayangkan gadis itu dalam jas dokter dan mengangguk-angguk sendiri.

"Kau jangan hanya manggut-manggut. Belajarlah dari teman sebangkumu biar nilai Biologimu membaik." Meneer De Vries mengomelinya karena ia melihat tangan Hermand yang tidak kotor oleh darah dan lendir.

"Ja, Meneer," jawab Hermand segan.

Hari ini Hermand sengaja membawa sepeda karena ia ingin pulang bersama Maria. Ia buru-buru keluar kelas mengambil sepedanya dan menunggu gadis itu di depan gerbang. Namun sialnya justru Maria yang tidak membawa sepeda.

"Kemana sepedamu?" tanya Hermand saat Maria menggeleng-geleng melihatnya siap dengan sepeda di gerbang.

"Aku diantar Ayah hari ini."

"Oh..."Hermand merasa kecewa karena tidak bisa pulang bersama. "Kau dijemput?"

Maria menggeleng. "Aku harus ke kantor Ayah dan pulang bersamanya dari sana."

"Oh... mau kuantar pulang? Atau kuantar ke kantornya?"

Maria tersenyum dan menggeleng. "Nee (tidak usah)."

"Kantornya di mana? Aku bisa berjalan bersamamu. Di jalan banyak orang jahat kalau kau sendirian."

Hermand tidak mau menyerah. Ia memarkir sepedanya di samping gerbang dan memberi tanda kepada penjaga sekolah bahwa ia akan menitipkannya di situ lalu berjalan mengikuti Maria yang sudah melangkah pergi.

Ia penasaran juga ingin melihat seperti apa ayah Maria. Mereka naik trem dan turun di Bragaweg. Maria berjalan ke arah kantor jaksa dan Hermand melihat orang-orang di sana menyapanya dengan hormat. Seorang laki-laki berumur 40-an yang tampan dan terlihat aristokrat menyambut Maria dengan senyuman lebar dan memeluknya.

"Selamat sore, Oom. Saya Hermand." Hermand memperkenalkan dirinya sendiri ketika Maria langsung duduk di sofa dan mengeluarkan buku untuk dibaca. "Saya teman sekelas Maria."

Raden Panji mengangguk. "Terima kasih sudah mengantar Maria. Rumahmu di mana? Mau Oom antar pulang sekalian?"

"Nee, bedankt (tidak, terima kasih). Saya pulang duluan. Sampai jumpa!"

Dengan demikian ia pun pamit. Dalam benaknya terjawab sudah mengapa Maria memiliki nama pribumi. Ayahnya adalah seorang bangsawan pribumi, maka pasti ibunya berdarah Eropa. Karena itulah ia bisa bersekolah di HBS seperti anak-anak Eropa lainnya.

Setelah Hermand pergi, Ayah memandang Maria dengan senyum simpul. "Dia kelihatannya menyukaimu, Maria."

Maria hanya mengangkat bahu. "Hermand baik. Ia meminjamkanku buku ini dari perpustakaan di Gedung Sate."
Ayah meneliti cap di depan buku dan mengernyitkan kening. "Ini koleksi pribadi Residen."

Raden Arya AdinataWhere stories live. Discover now