Bab 53: Selamat Ulang Tahun Maria (2)

146 31 0
                                    

"Kau mau hadiah apa?" tanya Arya lagi kepada Maria.

Gadis itu melengos dan pura-pura tidak mendengar pertanyaan Arya. Ia hanya ingin tidur seharian dan melupakan hari itu pernah ada, lalu menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Tidak usahlah memikirkan tentang hari terkutuk ketika ia dibuang oleh ibunya ke depan gerbang rumah keluarga Adinata.

"Maria..." kata Arya. Ia berjalan mendekati Maria dan berdiri di samping gadis itu, menyentuh bahunya lembut. "Kenapa kau kelihatannya tidak suka membahas tentang ulang tahunmu?"

Maria memejamkan mata dan kemudian menarik napas. Ia lalu membuka matanya dan menatap Arya dengan pandangan sedih.

"Bolehkah kita melupakan saja hari itu? Itu bukan hari yang pantas dirayakan," katanya pelan.

Arya menggeleng. "Tidak boleh. Itu adalah hari di mana kita pertama bertemu. Kalau kau tidak pernah diantar ke depan rumah kita, mungkin sampai sekarang kita hanya akan menjadi orang asing yang tidak saling mengenal. Apa kau lebih menyukai kalau kita tidak pernah bertemu dan tidak pernah kenal?"

Maria menggeleng, wajahnya seketika dipenuhi kekuatiran. Tidak. Ia memang sangat membenci ulang tahunnya setelah ia mengetahui rahasia bahwa ia sebenarnya adalah anak angkat, terlebih setelah ayah meninggal dan ia disalahkan ibu sebagai penyebab kematiannya. Namun, Arya benar. Maria tidak tahu bagaimana ia bisa hidup kalau tidak ada Arya di sisinya sekarang.

Apakah ia lebih menyukai sama sekali tidak pernah bertemu Arya dan tidak mengenalnya? Tidak.

"Jadi... walaupun mungkin kau menganggap bahwa hari itu adalah hari yang malang karena kau berpisah dengan ibu kandungmu... tetapi pada saat yang sama, itu adalah hari yang membahagiakan karena kita bertemu," kata Arya lembut. Ia menatap wajah Maria dengan senyum termanisnya. "Tidak semua hal harus dilihat secara hitam putih."

Ia segera menyadari bahwa Maria mungkin merasa sedih karena hari ulang tahunnya adalah pengingat bahwa ia dibuang orang tuanya. Namun, seperti yang ia katakan, Maria yang sering melihat segala sesuatu dengan begitu kontras dan hanya hitam putih, seharusnya juga melihat sisi lain dari peristiwa itu.

"Bagaimana kalau kita merayakannya dengan jalan-jalan seharian? Kita bisa nonton bioskop, piknik ke taman, makan di restoran mahal, dan aku akan membelikanmu sepuluh buku yang kau inginkan," kata Arya. "Aku tidak ingin melihatmu sedih di hari ulang tahunmu."

Maria menggigit bibirnya. Semua usulan Arya terdengar menyenangkan.


Raden Arya AdinataWhere stories live. Discover now