2-1

7.2K 578 95
                                    

Jongin terbangun di pagi harinya. Ia bisa merasakan tubuhnya remuk. Sepasang tangan kekar melingkari pinggangnya. Tubuh Jongin bergetar mengingatnya. Kejadian semalam dan kemarin malam. Bibirnya terbuka sedikit untuk mendapat oksigen yang entah kenapa menghilang begitu saja. Air mata turun mengaliri pipi tembamnya. Tubuhnya meringkuk. Perasaannya hancur. Hatinya pecah. Harga dirinya tersebar entah kemana.

"Kenapa... hiks... Tuhan... kenapa ini terjadi padaku... hiks..." bisiknya pada dirinya sendiri.

Jongin mengepalkan tangannya. Giginya bergemeletuk. Tubuhnya bergetar. Jongin takut. Ia tidak memakai pakaian apapun saat ini. Begitupula Sehun. Mereka hanya tertutup selimut dan itu pun Sehun masih memeluknya dan berada di dalam selimut yang sama dengannya.

"Hiks... hiks..." isakan Jongin tidak bisa ia tahan kebih lama lagi.

Isakannya membuat Sehun perlahan membuka matanya. Jongin tidak sadar. Tubuhnya tidur membelakangi Sehun. Dia hanya sadar jika Sehun berada di belakangnya. Tidak sadar jika Sehun telah bangun.

"Kenapa kau menangis?" Suara parau Sehun membuat tubuh Jongin seketika menegang.

Nafas Jongin semakin memburu.

"Kau tahu aku menghukummu jika kau berbuat kesalahan, dan kemarin kau sudah bersikap kurang ajar," Sehun dengan paksa membalik tubuh Jongin menghadapnya.

Jongin memukul pelan dada Sehun. Berusaha menjauh dari Sehun, tapi percuma.

"Jadi, jangan menangis karena kesalahanmu sendiri," desis Sehun.

Jongin menggeleng. Ia meremas selimutnya. Terisak semakin menjadi karena tatapan intimidasi Sehun.

"Hiks... hiks... se-seandainya aku tahu... hiks... a-aku tidak akan bekerja padamu!" Seru Jongin dengan linangan air mata.

"Jaga ucapanmu! Kau seharusnya bersyukur aku membiarkanmu tidak bekerja sebagai pelayan yang melelahkan setelah aktivitas malam kita!" Bentak Sehun.

"Lebih baik aku bekerja menjadi pelayan! Hiks... ka-kau biadab! Hiks..." Jongin meremas kedua tangannya di depan dadanya.

Plak!

Sehun menampar Jongin. Tidak. Sehun tidak suka ada yang melawannya. Tidak meski hanya beradu pendapat.

"Ibumu yang menyerahkanmu padaku saat dia tidak ada! Dia menitipkanmu padaku!" Geram Sehun.

Mata Jongin membeliak. Tidak mungkin. Ibunya tidak akan melakukan hal seburuk itu!

"Dan kau tahu apa yang lebih parah?" Sehun beranjak dari tempat tidur Jongin, mengambil pakaiannya yang bercecer.

Jongin menunduk. Mengeratkan selimut di tubuhnya. Tangisnya masih belum berhenti. Air matanya semakin menggenang. Bibirnya kelu hanya untuk sekedar menjawab 'apa'.

"Ibumu tahu semua kebejatanku dan kakakku," Sehun memakai celananya dan kemeja putihnya.

Jongin membolakan matanya sekali lagi. Matanya bergetar ketakutan. Sehun memakai asal kemejanya. Ia mendekati Jongin. Meraih dagu pemuda mungil itu dan memandang dalam ke matanya. Jongin sempat terhipnotis oleh tatapan mata itu, tapi ia kembali mendapat kesadarannya. Bibirnya terbuka sedikit dan bergetar. Ia memutus kontak mata dengan Sehun.

"Aku mengenalmu lebih dari kau mengenal dirimu sendiri, Kim Jongin,"

*AA*

"Kau baik-baik saja?" Soojung bertanya khawatir melihat keadaan Jongin yang begitu buruk.

"Tidak pernah lebih buruk daripada tinggal di rumah ini," gumam Jongin.

Slave, Maid, or Love?//HunKai {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang