10. Pembalasan

3.3K 321 111
                                    

Setelah maaf-maafan, Rian masih berada di posisi yang sama. Berada di atas tubuh Fajar, memeluknya erat. Seharusnya Rian mandi dan kembali ke kamarnya, tapi bergelung dalam pelukan Fajar seperti ini benar-benar nyaman, dia jadi ogah beranjak kemana-mana lagi.

"Mau sampe kapan begini?" tanya Fajar, tangannya masih mengelus-elus tulang punggung Rian. Sayangnya, cuma ngelus dari luar, padahal Rian gak akan keberatan kalau tangan Fajar masuk ke dalam jerseynya dan ngelus dari dalem. "Lo berat tau, Jom."

Rian langsung saja mengangkat kepalanya yang tadi berada di ceruk leher Fajar, memelototinya dan memberengut kesal.

"Mandi sana," Fajar kembali bersuara, Rian masih saja memberengut sebal. "Bau, tau! Kebiasaan ih, abis latihan gak pernah mandi."

"Berisik!" Rian membungkan bibir Fajar dengan ciuman tiba-tiba, tangannya menyusup ke dalam kemeja Fajar, mengelus dan meraba-raba dada Fajar yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Nnh... Jar..."

Sebenarnya Fajar cukup kaget, nggak biasanya Rian sebegini nempelnya sama dia, tapi Fajar memilih diam dan menikmati ciuman juga sentuhan tangan nakal Rian di dadanya. Tangannya yang menganggur bergerak mengelus paha Rian, membuat Rian semakin ribut mendesah dalam ciumannya.

"Ngah... Jar..."

Fajar melepas paksa ciuman mereka dan mengusap bibir penuh Rian yang merah, matanya menatap lurus mata bulat Rian yang sayu. "Daddy, hmm?"

Rian melotot. Tubuhnya bergerak mundur. Pipinya semakin merah.

"A-apasih!" Rian memukul dada Fajar, malu kalau ingat kelakuan liarnya malam itu.

"Siapa yang ngajarin begitu, hm?" Tatapan Fajar seolah menelanjangi, Rian jadi gelisah dan merasa tidak karuan. "Rian-nya Fajar, siapa sih yang ngajarin Rian begitu, hm?"

"Ih, apasih, Jar! Udah, ah!"

"Bukan Fajar," Fajar meraih dagu Rian untuk menatapnya. Tatapannya tajam. "Panggil yang benar." Bersamaan dengan itu tangan Fajar menyusup masuk ke dalam celana dan jerseynya. Rian melenguh.

"Daddy..."

Lalu Rian menunduk untuk mencium Fajar. Berantakan dan menuntut. Jemarinya melepas kancing kemeja Fajar satu per satu, bermain-main di dadanya. Tubuhnya bergerak gelisah di atas pangkuan Fajar. Mendesak cowok yang lebih tua untuk sesuatu yang lebih.

Tapi Fajar diam saja. Tidak membalas. Membiarkan bibir Rian mencecar miliknya. Tangannya masih mengelus di tempat yang sama. Tidak berinisiatif lebih. Rian dibuatnya kesal dan menjauhkan diri.

"Kenapa sih?! Nggak kangen sama aku?" Lagi-lagi Fajar diberi wajah Rian yang memberengut lucu. Bibirnya sudah merah bengkak, rambutnya berantakan sekali, pipinya merah cerah. Bulir keringat membelai leher mulusnya.

"Nghh daddy, ayoo..." Rian merengek frustrasi. Fajar menahan senyum.

Fajar lalu bangkit, membuat Rian kembali duduk di pangkuannya. "Aku musti latihan,"

"Lho? Katanya latihan besok?"

"Kata kamu, gimana mau juara kalo latihannya sama yang lain, kan?"

Rian menatapnya bingung.

"Udah sana minggir."

"Hnggg, nggak mau!"

"Jom---"

"Nggak!" Rian memeluknya lagi. Menghujani lehernya dan kecupan-kecupan ringan. "Mmmh..."

"Jom, plis---" Fajar mendorongnya pelan.

"Daddy," Rian benar-benar frustasi. Matanya berair. Hasratnya sudah di ujung. Tapi ekspresi Fajar tetap tenang. "Please?"

Fajar memberinya senyum cerah. Lalu tubuh Rian terguling ke samping, lepas dari pangkuan Fajar, terlentang di ranjang. Fajar mendekat untuk menggigit pipinya pelan.

"Nanti, ya. Fajar mau latihan dulu. Rian anak baik, kan?" katanya sambil berlalu keluar kamar membawa baju ganti dan tas raketnya. Meninggalkan Rian di atas ranjangnya yang menggeliat kesal.

"FAJAR BLEMO IH!"





.



Fajar menghela napas setelah menutup pintu. Kekehan kecil keluar dari mulutnya. Puas ngerjain Rian. Lalu pandangannya turun ke bawah, ke arah celananya yang mengembung. Lagi-lagi dia menghela napas, mengacak-acak rambutnya, dan berlalu menuju kamar mandi.

Solo lagi, lur.
















- Pembalasan.


A/N :

Rambutnya Fajar, guys, astaghfirullah🤦🤦🤦

Once Upon A Time - [Faj/Ri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang