21st - You Do.

70 12 0
                                    

Hari ini adalah hari Natal. Dan di rumah ini, hanya Ambar yang merayakannya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ambar hanya mendapat ucapan dari ketiga sahabatnya dan keluarga Wulan, sedih memang tidak berkumpul bersama keluarga saat hari kebersamaan ini, tapi keputusan Ambar benar-benar sudah bulat. Keluarganya dipenuhi dengan badai, dan ia muak berada di tengah-tengah keributan badai keluarganya.

Kesal? Tentu saja! Ia membenci keluarganya. Daddynya yang bresengsek, Mommynya yang bodoh dan malang, dan jangan lupakan kedua adiknya. Huh, memikirkan keluarganya yang hancur membuat gemuruh di dada Ambar.

Ambar benar-benar membenci mereka. Dan pagi Natal ini, dibuka dengan tangis tertahan yang dikeluarkan Ambar. Ia turun dari kasurnya untuk berbenah dan menyiapkan diri untuk pergi ke Gereja.

Setelah selesai bersiap ia melirik ke jam dindingnya. "Jam tujuh kurang, gue masih bisa sarapan," Gumamnya.

Ia turun ke bawah dan melihat meja makan sudah terisi penuh dengan anggota keluarga ini yang membuat hati kecil Ambar selalu merasa iri.

Andari yang sibuk menata meja makan melihat Ambar yang sudah cantik dengan gaun biru selututnya. "Ya ampun, Ambar! Kamu cantik banget, Sayang! Selamat Natal, anak Mamah!" ucap Andari yang kini sudah memeluk Ambar.

Mendapat perlakuan seperti itu, Ambar sontak menangis di dalam pelukan Andari. Pagi ini, ia benar-benar sensitif.

Wulan yang melihat hal itu menyusul mereka dan ikut berpelukan. "Selamat Natal, Ambarwati!"

Ambar membalas pelukan itu. "Terima kasih," ucapnya sambil menghapus air matanya.

Andari tersenyum. "Kita sarapan dulu ya? Biar kamu gak lemes di Gereja nanti," Ambar mengangguk dan menyusul anggota keliarga lain untuk sarapan bersama.

"Selamat Natal, Ambar," ucap Romi sembari menjulurkan piring kosong kepada Ambar. "Terima kasih, Pap." Balas Ambar.

Setelah sarapan, Ambar sudah bersiap depan pintu untuk memesan ojol. "Ambar? Mau ke Gereja?" tanya Satya yang dianggukan oleh Ambar.

"Mau bareng?" tawar Satya. "Eh, enggak usah, Kak. Aku udah mau pesen ojol." Tolaknya.

Satya terkekeh. "Udah ayo, kamu udah pasti telat kalo nungguin ojol." Tanpa persetujuan Ambar, Satya menarik tangan Ambar menuju mobilnya.

Sesampainya di Gereja yang sudah dipenuhi jemaat lainnya, Ambar langsung turun setelah mengucapkan terima kasih dan Satya yang memilih menunggu Ambar di parkiran tanpa sepengatahuan gadis itu.

Dua jam berlalu, jemaat satu persatu sudah keluar dari Gereja. Mata Satya masih setia menatap pintu Gereja untuk mencari Ambar. Beberapa menit kemudian, Satya melihat gadis bergaun biru itu keluar dengan matanya yang merah seperti sehabus menangis.

Jika bukan karena Agama, Satya sudah pasti menyatakan perasaannya saat ini. Dan ia harus menelan pil pahit setiap menyadari kenyataan yang ada.

"Hai," sapanya saat melihat Ambar keluar gerbang Gereja. Ambar terkejut. Melihat Satya menyapanya atau lebih menunggunya di Gereja seperti ini benar-benar aneh.

"Kak Satya nungguin Aku?" tanyanya ragu. Satya mengangguk. "Ini hari special kamu. Kamu udah Aku anggap seperti adikku sendiri, sama seperti Wulan. Jadi gak masalah dong memperlakukanmu istimewa di hari special kamu ini?"

Ambar tersenyum. "Terima kasih, Kak."

"Ayo kita pulang," ajak Satya.

Di rumah, keluarga berkumpul di ruang tamu. "Assalamu'alaikum," salam Satya saat memasuki rumah diikuti Ambar di belakakngnya.

Angel'sWhere stories live. Discover now